Aku sudah mengenal Gerald selama setengah tahun.
Setiap hari, aku tidak pernah absen melihat senyumnya. Saat pagi hari ia selalu memencet bel pintu rumahku hanya sekedar untuk mengucapkan selamat pagi. Jika aku telat bangun dan ia sudah menunggu lama di depan pintu, maka ia akan pulang kembali ke rumahnya yang ternyata hanya berjarak dua puluh langkah kaki dari rumahku, lalu mengirimiku pesan seperti: Selamat pagi Jenneth, have a nice day aha.
Kami memiliki kegiatan rutin. Pagi bersekolah. Sore ke perpustakaan untuk mengerjakan tugas. Dan ketika weekend, kami memilih bermain keluar bersama. Entah ia menyebutnya apa, tapi aku lebih suka menyebutnya kencan.
Kencan tanpa status.
Seperti sekarang ini, berjalan beriringan di trotoar sambil bergandengan tangan. Aku tak bisa menahan senyumku sepanjang perjalanan.
Baiklah, apa salah jika aku mengira Gerald menyukaiku?
"Ger?"
"Hm?"
Aku berhenti melangkah, begitu juga dirinya. Gerald menatapku penuh tanya.
"Gerald sayang padaku?"
"Tentu saja," jawabnya langsung, tanpa berpikir.
Seketika tanpa diminta, kedua sudut bibirku tertarik. Aku melayang ke langit ke-delapan. Mimi Peri, aku datang!
Gerald mengacak rambutku pelan. "Jenneth sayang padaku?" tanyanya, meniruku.
Aku mengangguk. "Sayang."
"Sayang banget?" tanyanya lagi.
Senyumku kian lebar. "Mm!"
"Gerald sayang banget sama Jenneth," ulangnya, lebih tegas.
Gerlad maju selangkah, menaruh kedua telapak tangan hangatnya pada pipiku yang merona. Ia tersenyum. Gerald tersenyum padaku. Sangat manis.
Tatapan mata kami bertemu. Benar-benar bertemu.
Aku begitu berbunga-bunga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Known as Love ✔️
Short StoryCinta. Bagaimana kau mendeskripsikan satu kata berjuta makna itu? Apa cinta hanya tentang rasa ingin memiliki dan takut kehilangan? Atau... ikhlas dan bahagia meski ia pergi untuk selama-lamanya? Ya, aku sedikit setuju dengan opsi terakhir. *** Mula...