Gerald menarik tanganku untuk duduk di bangku kedua barisan paling depan. Ia mendorong bahuku untuk duduk terlebih dahulu, kemudian ia menyusulku. Kami berdua terdiam selama beberapa saat. Aku memandang sisi kanan wajah tampannya.
Gerald tengah tersenyum memandang salib besar yang ada di belakang mimbar pendeta. Wajahnya begitu damai, dan tiba-tiba saja aku menjadi tertarik untuk ikut berdoa. Padahal sebelumnya, aku terlalu bodoh untuk mengerti mengapa aku bisa duduk di tempat ini dengan kondisi seperti ini.
"Akan selalu kuingat selamanya, Jenneth. Kau, duduk di sampingku," ia memalingkan wajahnya menatapku. Dan aku melihat kedua matanya berkaca-kaca. "dan kita berdoa bersama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Known as Love ✔️
Short StoryCinta. Bagaimana kau mendeskripsikan satu kata berjuta makna itu? Apa cinta hanya tentang rasa ingin memiliki dan takut kehilangan? Atau... ikhlas dan bahagia meski ia pergi untuk selama-lamanya? Ya, aku sedikit setuju dengan opsi terakhir. *** Mula...