*DUA PULUH ENAM*

37 7 0
                                    

Dirga memakan sarapannya dengan amat sangat malas. Entah mengapa jika Ayahnya di rumah, ia merasakan aura yang berbeda, aura yang membuatnya tak betah di rumah. Bukannya apa-apa, hanya saja Dirga memang sedari dulu tak begitu dekat dengan Ayahnya karena mereka selalu punya konflik dan tak kunjung menemukan titik nyaman masing-masing. Tapi bagaimana pun Dirga menghormati Ayahnya, orang yang berjuang keras di hidupnya walau ia tak suka dengan sikap pemaksaan dan semaunya dari sang Ayah.

"Mas, hari ini libur mau kemana?" Tanya Saras yang berusaha mencairkan suasana. Dan berkat pertanyaannya, kini mata kedua pria di depannya sama-sama menatapnya.

"Terserah mau kemana, aku ngikut aja." Jawab Kenan dengan santai seraya melanjutkan sarapannya.

"Abang pengen kemana?"

"Di rumah aja Mi, lagi banyak tugas." Sungguh, Dirga benar-benar malas jika harus pergi bersama keluarganya. Ah tidak. Lebih tepatnya bersama Ayahnya.

"Tumben? Biasanya libur juga ngelayap, ngapelin anak orang."

Ngajak gelut nih si Kenan! Batin Dirga.

Dirga hanya memutar bola matanya malas dan tak berselera untuk membalas ucapan Kenan. Karena ia sedang malas berdosa pada orang tuanya.

"Dara bilang sekarang hubungan kalian jauh lebih baik dari sebelumnya. Kan Papa juga udah bilang. Jalanin dulu baru kamu tau rasanya. Dan sekarang kamu nyaman kan sama dia?"

"Aku ke kamar dulu." Sebelum Dirga di cap durhaka karena perbuatan dan perkataannya nantinya jika lama-lama bersama Ayahnya, lebih baik Dirga ke kamarnya. Entah itu tidur lagi, melamun, jungkir balik, atau cakar-cakar tembok. Intinya hari ini Dirga ingin menjadi hamba yang baik.

                            *****

"Ayaaaaaaaahhhh." Ray dan Amira menutup telinga mereka karena teriakan maha dahsyat dari anak pertamanya yang kini tengah berlari menuruni tangga dengan lincahnya bagaikan sudah hafal dengan Medan perang yang ia lewati.

"Apa sih kak, Ya Alloh. Untung tetangga ngga lemparin panci ke genteng karena berisik." Luvhita malah cengengesan karena omelan Ray. Bahkan kini dengan manjanya Luvhita memeluk Ray dan mengabaikan Amira dengan kejengkelannya.

"Ayah, hari ini cerah ya. Matahari bersinar cerah, langit biru terbentang luas dengan kapas-kapas putih yang beterbangan, burung berkicau....."

"Kaya lo. Berkicau mulu kaga ada faedahnya." Sela Amira yang sukses membuat Luvhita mencebikkan bibirnya.

"Jangan basa basi busuk deh kak. Kakak mau apa? Liburan ke koreyah? Ketemu artis Kpop? Meluk opa-opa yang sebenernya banyak di Indonesia? Atau Ayah lamarin boyben koreyah buat jadi suami kamu? Tinggal pilih mau boyben yang anggotanya 25 atau 55."

"Duh, kok jadi Ayah yang kebanyakan basa basi busuk sih?" Kesal Luvhita yang membuat Ray sedikit terkejut karena ia kira anaknya akan heboh begitu ia bahas Korea yang merupakan negara impian Luvhita. Tapi nyatanya?

"Ngomong-ngomong basa basi busuk, Bunda jadi pengen mangga." Demi perutnya yang buncit, Amira tiba-tiba jadi ingin makan mangga di hari yang cerah ini.

"Mangga yang busuk?" Jawab Ray dan Luvhita bersamaan.

"Bukanlah! Pokonya nanti Ayah pulang meeting jangan lupa beliin Bunda mangga yang enak."

"Ih, Ayah libur masih aja kerja? Padahal mau aku ajak ke mall. Aku pengen beli tas sama sepatu sekolah. Soalnya udah buluk." Luvhita menatap Ayahnya dengan puppy eyes andalannya yang penuh tipu daya.

"Turutin deh Yah. Kasian kan, udah jomblo tas sama sepatunya buluk. Gimana mau dapet pacar baru."

"Terima kasih atas dukungan dari Ibu Amira Alba yang terhormat. Tapi tolong kalimat anda di revisi ya, karena agak menohok." Amira terkekeh, membuat Luvhita semakin sebal.

MY FREAK BADBOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang