Sarah pov
Plak!
Tamparan kasar dari tangan ibu tiriku, membuat bekas yang memerah di bagian pipi kiriku. Dia yang selalu menyiksaku, kian hari terus bertambah banyak dan berat. Kian hari terus bertambah luka. Mungkin jika terus begini, tangisanku sudah tergantikan oleh darah.
Dia. Ibu tiriku itu. Selalu berbuat tindakan kasar. Sangat kasar dan keras. Tidak hanya sakit, tetapi dia pun melukai jurang hatiku, dengan menghina ibu kandungku sendiri. Dengan selalu mengingat-ingat bahwa ibuku memiliki kesalahan yang dulu sangat menderita baginya. Sungguh aku sangat tidak suka dengan yang di katakan olehnya seperti itu, tetapi aku lebih tidak rela bila ibu kandungku di hina dari mulut pedas milik ibu tiriku ini. Tapi, apalah dayaku? Yang hanya seorang anak kecil 5 tahun; tak tahu menahu soal hal yang tidak seharusnya di beritahu karena masalah dewasa?!
Nyonya Margaretha.
Dia yang menganggapku seperti pembantu. Seolah-olah dia yang berkuasa di rumah ini.
'Apakah aku harus pergi jauh dari tempat yang mengerikan ini. Aku mungkin akan mati di sini. Dan tidak ada yang menemukanku hiks'
Aku frustasi dengan ini semua. Pikiran yang terus berputar mengulang kejadian lalu. Hati yang menangis meraung-raung. Menjerit sakit. Kumohon bebaskan aku...
◑◑◑◑
"enghh.."
Sedikit demi sedikit mataku terbuka. Aku mengerjapkan mataku dua kali. Kuterbangun, sambil menahan sakit yang berada di pelipis sebelah kanan ku, mencoba untuk terduduk di ranjang putih ini. Pandanganku masih kabur, mungkin ini karena aku tertidur terlalu lama, inilah efeknya.
Melihat tempat asing di sekelilingku membuatku takut tetapi sejenak aku menjadi lega. Ya Tuhan.. apakah dengan segala ruang yang bercat putih ini adalah surga? Kutautkan satu alisku ke atas masih rinci melihat-lihat segala alat-alat di sini.
Dan aku melihat kalimat yang besar cukup menarik, tetapi tidak terlalu jelas. Ku lebarkan lagi mataku dan kembali mengerjapkannya beberapa kali. Mungkin ini pengaruh dari obat yang mengalir lewat selang ini batinku.
"Ruang.. ruang berapa itu? Oh ternyata 13. ." aku berusaha untuk mempertajam penglihatanku dan berhasil. Sesaat aku ingat sesuatu....
"Bu-bukannya angka 13 itu..
a-angker?" Aku menatap horor dengan angka yang tertera di atas pintu itu.Aku pun menyibak kain yang menyelimutiku ini, dan kutarik ke atas-penyangga obat infus itu, ntah apa namanya. Saat kuakan menurunkan kakiku. Pikiran tentang hantu pun mulai bermain di kepalaku.
Tetapi ingatan yang tak ingin kuingat malah tercetak jelas di kepala, meski sedikit tetapi terasa sakit.
Nging...
"Arghhh...." teriak ku yang tertahan sambil memegang kepalaku bagian kanan.
Sekelebat peristiwa akhirnya di mulai. Tetapi tunggu dulu, kenapa kepalaku tebal sekali? apa yang sedang menyelimuti ini? perban? Kok bisa?!
Kriit!
Pintu putih itu terbuka yang menampilkan sesosok wanita berponi, yang menguncir kuda rambut hitamnya ke belakang dengan aksen kacamata di wajahnya, dan jubah putih yang menjuntai melewati pinggang itu. Cantik sekali!. Aku mengerjapkan mataku dua kali.
Apakah itu dokter? kuharap dia orang baik. Aku ingat dengan alat-alat dokter yang biasanya selalu di bawa.
Oh tidak-tidak! Benda-benda yang menyiksaku dengan alat-alat itu. Kumohon Tuhan, diriku masih kecil. Semoga dia bidadari yang menjelma menjadi peri, yang tidak menusuk kulitku dengan benda mengerikan itu, Aamiin. kuusapkan tanganku ke wajahku setelah selesai berdoa. Aku akan berteriak jika itu tidak sesuai harapanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
my love, gone...? (selesai)
Novela Juvenil🔉Ini adalah cerita yang panjang (novel tapi gak diterbitin - _-) Cinta terlarang sang adik kepada kakaknya sendiri. Meski mereka hanyalah sodara angkat, bagaimana jika kakaknya sendiri telah menganggapnya sebagai sodara sedarah? Bukankah itu hal y...