10. hati yang kedua

30 10 0
                                    

Biarkan typo menyerang gaiz. Selamat membaca!

¥ ¥ ¥ ¥ ¥

Gue berharap, rencana yang udah gue pikirin 5 jam lalu dengan matang-matang bikin lo bahagia, Dann.

Gadis itu menatap pandangan di depannya dengan tatapan kosong, dengan tangan yang memegang ponsel miliknya. Ia sedang duduk di bibir ranjangnya sendiri.

Sinar cahaya radiasi pada layar ponselnya itu sungguh tidak membuatnya terganggu, malah cahayanya itu menyinari wajahnya di kegelapan kamarnya.

Seketika lamunannya buyar saat terdapat sebuah ketukan pintu kamarnya, "Sar, turun ke bawah! Ayok makan malam dulu." pandangan gadis itu pun langsung menengadahkan kepalanya ke arah pintu tersebut.

"Oh, iya Dann. Lo duluan aja." balasnya sedikit berteriak.

Dan dari sebrang pintu, lelaki itu seperti terdengar cekikikan sambil menjawab, "kalo lo masih mikirin kata-kata gue di mobil soal jomblo itu, maafin gue yah. Gak maksud kok. Beneraaaaan. Suer!" ucapnya dengan nada memelas. Sarah pun menghela napasnya lelah.

"Mending lo turun, sekarang bagian makanan kesukaan lo yang bi Yum masak. Tapi kayaknya tadi yang agak beda. . Katsunya kayak dikasih sambal apa yah, warnanya coklat gitu terus keliatan ada lada hitamnya, gitu. Pokoknya lo ke bawah aja deh, biar tau. Gue duluan!" tambahnya lagi, di ikuti suara langkah kaki yang tegas di setiap anak tangga. Sarah berpikir kalo Danny itu gendut karna suara pijakan kaki Danny selalu keras.

Sarah pun menurunkan ponselnya, dan ia memperhatikan layarnya yang terdapat sebuah nama B. Aryandhi.

Ia perhatikan sedari tadi, mungkin sudah 10 menit berlalu. Dan apa yang ia lakukan tadi-menelepon-si-dia, apakah yang tadi ia lakukan adalah sebuah kesalahan atau. . Baru sekarang ia bersikap benar?

Ia menggelengkan kepalanya sembari memejamkan matanya. Berusaha untuk pikiran salahnya yang membuatnya tidak fokus itu sirna. Karna rencananya ini lah yang akan membuat si korban salut dan berterimakasih pada dirinya.

Nanti. . . .

Cklekk!

Gadis itu pun membuka handle pintu kamarnya tak lupa menutupnya kembali. Lalu berjalan dan menuruni anak tangga.

Dari 5 anak tangga dari bawah saja sudah terlihat sekali hidangan di atas meja. Dan benar saja apa yang dikatakan Danny, di sana terdapat makanan kesukaannya.

"Yaelah, lo lama banget jalannya kek orang yang otaknya ngebul gitu habis dapet materi susah pulang dengan resah. Heeh tuh Bener banget mirip!" ucap Danny panjang lebar yang sebenarnya meledek. Lalu si mama pun memukul anak laki-lakinya itu dengan sendok makan.

TUNGG!!

"aduuhh, mama sakit. Ya ampun kepala Danny di ketok mulu pake senjata dapur." ucapnya sambil mengusap-usap daerah yang terkena pukul itu.

"Dia mungkin kayak gitu abis bangun tidur. Wajar aja kalo ada materi susah, itu juga kan manusiawi. Kalo kamu gak di bimbel-in, emang kamu bisa pede di sekolah? Bisa songong? Dapet nilai gede? Coba?!" balas mama antusias dengan menatap Danny dengan pandangan yang seperti akan memarahi.

"Tapi kan Danny sekarang udah gak bimbel lagi. Kan Danny udah bisa, karna guru sekolah." tambahnya dengan nada membela diri lagi gak mau kalah.

"Iya emang, tapi apa kamu gak inget guru bimbel kamu yang udah ngajarin kamu satu tambah satu, dua puluh kali dua puluh. Dan di perkalian kamu lemot banget, trus siapa yang berjasa awalnya?" tegas mama, dan Danny pun menundukkan kepalanya malu.

my love, gone...? (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang