Malam ini aku habiskan untuk memandangi wajah Krystal Jung melalui layar ponsel milikku. Memikirkan bagaimana kata-kata Somi masih hilir-mudik di kepalaku. Bagaimana jika aku bertemu dengan ibuku?
Pikiranku berkecamuk, apa aku perlu mencari siapa ibuku yang sebenarnya? Tentu saja tanpa sepengetahuan ayah. Bagaimanapun ayah tidak boleh mengetahui keinginanku ini.
Sosok ibuku seperti apa hingga ayah menyembunyikannya dariku?Ponselku tiba-tiba terjatuh sesaat setelah aku mengetahui ayah berdiri disampingku, ia mengagetkanku.
"Kenapa melamun? Apa ada yang kau khawatirkan?"
Aku dengan cepat menggeleng, "Tentu saja tidak. Oh iya, bagaimana toko hari ini?"
Ayah memang memiliki toko pakaian tak jauh dari rumah kami. Ketika libur aku akan pergi ke toko untuk membantu ayah.
"Bersyukurlah kepada tuhan karena hari ini toko sangat ramai. Orderan yang kita dapat dari toko online juga banyak. Sooyoung dan Doyoung sampai kewalahan membantu ayah."
"Terdengar sangat bagus, apa ayah lelah? Ayo berbaring disini." Aku bangkit dan mempersilahkan ayah untuk berbaring di ranjangku.
"Kau mau apa?"
"Aku akan memijat kaki ayah. Ini sebagai ganti karena beberapa hari ini aku tidak pernah membantu ayah di toko."
"Tidak perlu, ayah baik-baik saja Yeon-ah."
"Tidak ada penolakan, ayah."
"Baiklah-baiklah, ayah menyerah."
Moment sederhana seperti ini memang tak pernah hentinya aku tunggu-tunggu, menghabiskan semalaman penuh bersama ayah sambil menceritakan banyak hal membuatku merasa bahagia. Dengan begitu aku masih bisa merasa bahwa aku tidak pernah sendiri, aku selalu bersama ayah. Hal ini juga membuatku tidak lagi penasaran dengan sosok ibuku, aku hanya berusaha mensugesti diriku sendiri bahwa kehadiran ayah seorang sudah sangat cukup untukku.
*****
Pagi itu aku turun dari bus dan tak sengaja mataku menangkap kebersamaan Somi bersama ibunya. Ya aku tahu bahwa selama ini Somi selalu diantar-jemput oleh ibunya ke sekolah. Aku tidak bermaksud iri, hanya saja ada sesuatu di dalam diriku yang sedikit merasa sakit.
Aku bertanya dalam hati, selama hampir tujuh belas tahun hidupku apa pernah aku diperlakukan seperti itu oleh ibu? Oh iya, aku lupa kalau aku bahkan tidak mengetahui siapa ibuku.
Kembali aku menghela napas pasrah, menerima semua keadaan dengan lapang dada.
Aku tidak menyesal, hanya saja...
Ah sudahlah, berbicara panjang lebar juga tidak akan ada gunanya.Aku melangkah menuju halaman sekolah, disana sudah ada Dani yang menyambutku. Selang beberapa saat kemudian Somi datang menyusul kami.
Kedua sahabatku ini menambah kebahagian dalam hidupku. Mereka memang kadang bertingkah aneh, percayalah bahwa Somi paling aneh diantara kami yang kurasa itu turunan dari paman Chanyeol, ayahnya.
Aku menyayangi mereka seperti menyayangi keluargaku sendiri. Dani memang sedikit pendiam, tapi dia yang paling bijaksana diantara kami. Dia pendengar yang baik.
"Kalian mau mampir ke toko ayahku?" kataku setelah mengucapkan salam pagi untuk mereka. "Ayah bilang ada beberapa pakaian model baru yang datang hari ini."
"Maaf seribu maaf Chaeyeon-ie, aku tidak akan membeli pakaian bulan ini, aku berjanji pada diriku sendiri untuk menabung. Kau ingat kalau aku ingin sekali menonton konser Wanna One tahun ini."
"Tapi Som, ayah akan memberimu diskon 50%."
"Yatuhan Chaeyeon, jangan mencoba menggagalkan usaha menabungku." ucap Somi dengan wajah kesal.
Aku dan Dani hanya tertawa melihat kelakuan Somi. Ya, persahabatan kami memang sesederhana ini.
Tbc