2.4

12.9K 135 0
                                    

Aku dan Stella datang ke salah satu mall di Jakarta Timur, dekat dengan rumahku, alasan lain adalah di mall ini aku tidak akan bertemu, atau sedikit kemungkinan bertemu dengan klienku.

Stella menggandeng tanganku seperti seorang anak kecil, entah sampai kapan Ia akan berjalan sendiri tanpa menggandeng tanganku. Tolonglah, bahkan aku tidak pernah bergantungan dengan Dimas, pacarku, saat kami berdua sedang jalan-jalan. Stella sangat, sangat, sangat membuatku risih, namun jika aku menolak tangannya, Ia akan merajuk seperti anak kecil yang minta di belikan mainan.

Stella memang seumuranku, tapi sikapnya sangat kekanakan, tapi sikap itu seakan hilang total dari dirinya ketika bertemu dengan klien atau calon kliennya. Seharusnya dia jadi pemain teater dan bukannya menjadi angel lalu melayani pria-pria pencari lubang.

"Apa yang mau kamu beli, Sayang?" Stella memulai aktivitasnya, dan sebentar lagi dia akan mulai mengambil benda-benda dari rak dan meletakannya ke troli belanjaan.

"Aku sudah membuat daftarnya, kita hanya perlu mencarinya" jawabku.

"Aku pikir kamu butuh pengharum ruangan baru" Stella memasukkan pengharum ruangan ke troli -benar, kan.

"Sebenarnya aku tidak terlalu membutuhkannya, aku masih memiliki stok"

"Pembohong, aku tahu dimana kamu menyimpan benda-benda semacam itu, dan aku juga tahu kalau itu sudah habis"

Aku tidak akan menang berdebat dengannya tentang barang belanjaan yang akan dibeli.

"Vio?" Seorang pria muda beraroma cendana memanggilku. Ya, Vio adalah 'nama panggung'ku di dunia lendir.

Aku sedikit kaget dan tergagap menjawab, "Eh, iya" aku tersenyum kecut. Sialan, wajahku pasti sangat aneh. Stella terlihat bingung, dia tahu tentang nama itu.

"Ah, benar, kamu Vio" pria beraroma cendana itu semakin yakin dengan apa yang di lihatnya. Aku, Ara atau Vio.

"Ah, iya, hai", Dasar kondom melar!!! Aku mengumpat dalam hati. Aku merasakan darahku naik ke kepalaku.

"Apa kabar?" pria ini mengulurkan tangannya. Dia pasti mantan klienku, tidak ada yang mengetahui tentang Vio kecuali klienku dan teman-teman di dunia lendir, tapi aku tidak dapat mengingat wajahnya.

"Kabar baik" aku menjabat tangannya sambil berusaha tersenyum senormal-normalnya lalu melepaskan jabatan tanganku.

"Tanganmu masih lembut" katanya.

"Ah, ya, aku harus merawatnya dengan baik",

Stella!!? Tolong aku dasar jalang!!!

"Aku sangat merindukan tanganmu di sini" Dia menunjuk lokasi di bawah perutnya. Sialan, Stella, lakukan sesuatu!!! Pria ini sangat mesum.

"Oah, haha, ya, mungkin lain kali",

f*ck!!! Aku salah bicara, pria sangat menyukai mangsa untuk diburu.

"Katakan waktu dan tempatnya, Vio, *rate-nya masih sama kan?" Dia memburuku.

"Aku sedang penuh, maaf, mungkin lain kali, aku permisi dulu" Aku tergagap, lalu menarik Stella menjauh dari Si Pria Beraroma Cendana.

"Eh, hei, sampai jumpa" Stella terkaget dan kurasa Ia berpamitan sambil melambaikan tangannya kepada pria itu. Aku sendiri berharap semoga pria itu tidak mengikuti. Tidak mungkin, pria itu pasti tahu aturan mainnya. Aku terus melangkah menjauhi pria itu.

"Tadi siapa?" Stella menanyakan padaku tentang pria tadi setelah kami sudah agak jauh meninggalkan pria itu.

"Sepertinya dia klienku dulu"

Kabut di Bukit PinusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang