3.5

6.1K 70 2
                                    

Sudah menjelang siang saat Stella sedang dalam perjalanan pulang dari hotel. Di dalam taksi yang mengantarkannya pulang, ia menangkap sang supir sedikit mencuri pandang padanya. Hal yang wajar karena Ia tidak mengganti pakaiannya, Ia tetap menggunakan dress minim yang dipakainya semalam.
 
“Saya baru pulang dari pesta, kalau bapak penasaran.“ ucap Stella kepada sang supir.
 
“Saya tahu, Non. Saya melihat Non sepertinya sangat lelah” balas bapak supir.
 
Stella menarik napasnya, dan menghembuskannya perlahan, “Semalam memang melelahkan, Pak.” ucapnya.
 
“Berarti, Non butuh istirahat, ini hari minggu, saya lumayan sering dapat penumpang yang kelelahan abis pesta.”
 
“Benar, Pak, istirahat, istirahat seharian.” Stella lalu mengambil ponselnya, mengirim pesan singkat ke Ara, memberi kabar bahwa dirinya sedang dalam perjalanan pulang.
 
Ara tidak membalas, mungkin masih tidur, tapi Ara jarang bangun siang, walaupun hari minggu atau hari libur, ia tetap bangun pagi.
 
Stella menyandarkan kepalanya, taksi itu melaju dengan perlahan di hari minggu yang tenang, dan jalanan yang dilewati tidak terlalu ramai.
 
Beberapa saat kemudian ponselnya berdering. Ara menelpon
 
“Halo”
 
Selamat pagi, Putri Tidur, kamu dimana?
 
“Aku di jalan pulang”
 
Jangan bercanda, di Jakarta tidak ada yang namanya Jl. Pulang
 
“Aku sedang dalam perjalanan pulang”
 
Nah, itu baru benar
 
“Kamu dimana?”
 
Di rumahmu, cepatlah, kamu harus makan, aku tahu kamu tidak akan mau sarapan di hotel
 
“Kamu tahu aku, aku sebentar lagi sampai”
 
Sampai jumpa di rumah” Ara melemparkan cium melalui telepon dan menutupnya setelah Stella membalas.
 
Stella kembali menyandarkan kepalanya, ia menikmati cahaya matahari yang mulai menyengat namun masih hangat menghangatkan wajahnya yang manis dan ayu. Dalam hati, ia bersyukur karena masih hidup pagi ini, dan ada beberapa Rupiah di rekeningnya. Ia masih tidak tahu apa yang akan dia lakukan dengan uang sebanyak itu. Yang jelas, mobilnya akan segera masuk bengkel Dimas untuk sedikit modifikasi, modifikasi yang tidak sedikit.

Stella akhirnya sampai di rumah, ia turun dari taksi dan melangkah masuk ke dalam. Musik blues terdengar dari arah dapur, jelas musik yang tidak terlalu dikenal oleh Stella dan tentu sangat dikenal oleh Ara.

 
Stella mendekati Ara yang sedang mencuci piring. Memeluknya dari belakang, menyisipkan tangannya di pinggang Ara yang berlekuk indah, lalu memeluknya, merapatkan tubuhnya ke tubuh Ara, lalu mencium pipi sahabatnya itu.
 
“Jangan membuatku terlihat seperti lesbian
 
“Kalau suatu hari nanti orientasi seksualku berubah, dan aku menjadi seorang lesbian, kamu bukan perempuan yang akan kudekati atau kujadikan kekasih”
 
“Kalau begitu bagus, aku juga tidak mau”
 
“Kamu bukan tidak mau, tapi aku pikir orientasi seksualmu tidak akan berubah”
 
“Kenapa kamu bisa berpikir begitu?”
 
“Kamu sangat senang dengan kontak fisik dengan laki-laki”
 
“Aku hanya menikmati apa yang diberikan alam padaku”
 
“Sejak kapan kamu jadi naturalist?”
 
“Tidak tahu, apa itu termasuk?”
 
“Aku pikir, ya, tapi, entahlah”
 
“Baiklah, sekarang lepaskan pelukanmu dan pergilah mandi, lalu kita sarapan.”
 
“Ah, aku selalu lupa kalau kamu adalah orang cukup cerewet”
 
Stella melepaskan pelukannya dan membalikkan badannya lalu berjalan meninggalkan Ara.
 
Ara menepuk pantat Stella.
 
“Ouch, dasar cerewet, beraninya tanganmu” Stella memprotes nakal dengan candaan karena tepukan Ara dipantatnya.
 
“Diamlah, pergilah mandi dan bersihkan mulut kotormu” Ara membalas tidak kalah.
 
Mereka berdua sering berkata tidak pantas satu sama lain. Hal ini mereka lakukan karena kadang kala ada klien yang mengatakan hal-hal tersebut ketika sedang dalam durasi permainan, hal itu akan membantu mereka berdua agar tidak terlalu terpengaruh dan terpancing.
 

Kabut di Bukit PinusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang