4.4

3.7K 36 4
                                    

Ara memarkirkan mobilnya di depan rumah Stella, rumah itu tidak memiliki garasi yang cukup untuk dua buah mobil. Ara masuk ke dalam rumah, mendapati Stella yang tengah menonton televisi, secangkir kopi dan roti panggang ada di depannya.

“Aku kira kamu belum pulang" tanya Ara kepada Stella.

"Aku pulang pagi-pagi benar karena klien ku semalam harus mengejar penerbangannya pagi ini" jawab Stella.

"Tumben kamu nonton TV” ucap Ara.

“Aku tidak ada pekerjaan”

“Benar, ini hari minggu”

“Kamu tidak mau menciumku?” Stella merajuk, kebiasaan mereka berdua untuk memberi ciuman.

“Tidak, aku harus mandi dulu” Ara menolak halus, dia selalu mandi di rumah sehabis bertemu dengan kliennya.

“Aku tidak peduli, itu akan terlalu lama”, manja Stella.

“Jangan begitu, kita terlihat seperti lesbian”, Ara mulai risih, Ia sudah membayangkan air hangat yang mengalir di tubuhnya yang berlekuk indah dan menggairahkan.

“Tidak apa-apa”, Stella memaksa.

“Aku harus mandi”, kali ini Ara agak meninggi.

“Ikut”, Stella tidak menyerah, keras kepala memang.

“Hei, duduk diam dan tunggu aku di situ”, kadang Ara tidak tahan juga dengan sikap Stella yang sangat manja padanya.

“Baiklah,” Stella tidak mampu menolak lagi, “Kamu mau sarapan apa?” tambahnya.

“Kamu punya apa di kulkas?”

“Tidak banyak, ada roti, selai, telur, jus dan beberapa lainnya”

“Roti, telur dan jus saja”, jawab Ara sambil meninggalkan Stella dan naik ke lantai atas untuk mandi.

“Segera”, jawab Stella sambil senyum indahnya membusur di wajahnya yang ayu.

Stella berkutat di dapur sederhananya namun cukup lengkap dengan peralatan yang juga tidak terlalu mewah. Dia memanggang dua lembar roti menggoreng dua butir telur, menuang jus ke dalam gelas, menyusunnya di meja makan kecil yang ada di dapur. Ara memeluk lekuk pinggang indah Stella dari belakang. Ara menggunakan baju terusan tipis berbahan satin berwarna peach dan terasa sekali di punggung Stella bahwa Ara tidak menggunakan bra di balik baju tipis itu.

“Katamu tidak ingin terlihat seperti lesbian?”, ucap Stella sambil asik memasak sarapan untuk Ara.

“Tidak juga, aku merindukanmu”, Ara mendaratkan kecupan kecil di leher Stella dan merapatkan pelukannya.

“Telurnya mau setengah matang atau bagaimana?”, tanya Stella.

“Matang, “, balas Ara, “Kamu sudah sarapan apa tadi?”, Ara balik bertanya.

“Sama dengan ini, bedanya aku minum latte”

“Jangan terlalu banyak minum kopi”, Stella sangat senang minum kopi.

“Tidak apa-apa, aku butuh kafeinnya”

“Sebagai peminum kopi, aku yakin kafein yang masuk ke tubuhmu sudah cukup banyak”, kali ini Ara yang berkeras kepala dan menimpali jawaban Stella.

“Aku pernah dengar sebuah kata tentang kafein, dimana tubuh sudah tidak bereaksi kembali dengan kafein yang kita konsumsi”

“Itu namanya toleransi kafein”

“Iya semacam itu lah, lepaskan dulu pelukanmu sebentar”, Stella siap menyajikan makanan untuk Ara. Ara langsung memposisikan dirinya di meja makan. Sejurus kemudian Sarapan sederhana itu sudah tersaji.

Kabut di Bukit PinusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang