3.2

11.6K 112 3
                                    

Aku dan Stella memutuskan untuk berpencar dan mencari pelanggan masing-masing, hal ini tentu saja untuk membantu kelancaraan kami untuk mendapatkan klien, sebuah tangkapan besar, Stella perlu uang banyak untuk mobilnya, dan aku, aku hanya senang dengan nominal di rekeningku, tentang untuk apa uang itu nantinya, aku tidak terlalu memikirkannya, biar saja angka-angka virtual itu yang mengaturnya dan tetap menyimpannya.

Aku sudah tidak dapat melihat keberadaan Stella ketika aku berdiri di salah satu bar portabel di ruang pertemuan itu. Pria dengan setelan rapi yang entah rancangan desainer siapa, wanita dengan gaun malam yang terlihat glamor terlihat lalu lalang, beberapa anak muda yang ingin mendapatkan kesempatan demi merebut hati 'Bos' atau pemilik perusahaan besar dan mendapatkan dana investasi untuk perusahaan kecil yang baru didirikan anak muda itu mengikuti di sekitar 'Bos' tadi dengan harapan orang-orang besar itu akan tertarik. Jelas bukan tipe orang yang ingin ku kenal, anak muda dengan mimpi besar, mereka pasti kolot, enggan diberi pengertian tentang kejamnya dunia, penuh kepercayaan diri hingga lupa untuk membumi, sombong dan angkuh juga egois, energi masa muda yang meluap membuat mereka menjadi terlihat rakus malam ini, dan, sayangnya, aku sebenarnya adalah satu dari mereka, aku juga egois, sombong dan angkuh. Aku sombong karena aku pikir aku lebih membumi ketimbang dengan orang-orang muda itu.

Aku hanya melihat sekeliling, ada jus cranberri dengan soda di tanganku, seperti yang aku rencanakan bahwa aku tidak ingin mabuk malam ini atau, setidaknya, terpengaruh oleh alkohol, aku tidak ingin terlihat bodoh dan mendapatkan klien yang salah dan hanya mengandalkan keberuntungan. Sialan, keberuntungan, itu adalah hal paling bodoh yang harusnya tidak dipikirkan manusia. Keberuntungan membuat manusia ceroboh dan tidak siap dengan segala kemungkinan yang bisa saja terjadi. Aku di sini memiliki rencana. Perencanaan yang baik demi hasil terbaik, dan rencana cadangan bila rencana awal tidak berjalan. Oleh karenamya, aku juga sudah bersiap dengan segala kemungkinan yang mungkin akan terjadi malam ini. Seperti pria yang sedari tadi berdiri di sebelahku yang terlihat sibuk dengan ponselnya. Aku yakin dia bukan siapa-siapa. Mungkin dia hanya pengawal atau bawahan. Aku tidak boleh terlalu cepat menilai. Disaat seperti ini, setiap orang bisa berubah menjadi apa saja dalam skala berapapun dan dalam kondisi apapun.

Tidak lama kemudian, datang seorang pria. Ia meminta bir kepada pelayan bar, lalu pria ini mendapatkan sebotol bir di tangannya. Dan sekilas Ia memegang jari manisnya dan menyembunyikan salah satu tangannya, bersandar di meja bar dengan tangan lainnya memegang botol birnya.

"Kau sendirian" katanya.

"Tidak juga" balasku ringan.

"Kalau kau mau, aku bisa mentraktirmu minuman" pria ini cukup berani, tapi bodoh.

"Tidak perlu repot-repot"

"Apa aku kurang tampan bagimu?". Ternyata dia lebih bodoh dari yang kukira.

"Aku tidak ingin di ganggu dengan pria beristri sepertimu" serangku tiba-tiba.

"Aku tidak, aku.."

"Ya ya ya, aku melihatmu melepas cincin itu, now get the f*ck off!" aku segera memotong omongannya dan mengusirnya.

"Damn you!" dia pergi meninggalkanku. Dia jelas tidak akan mampu membayar harga yang akan kusodorkan.

Aku menyesap jus cranberri ku lagi ketika seseorang pria lain sudah berdiri di sisi tubuhku yang lain.

"Kamu sangat berani" ucapnya dan aku menoleh untuk menatapnya sekilas. Dia terlihat di usia pertengahan tigapuluh. Mengenakan setelan hitam tanpa mengancingkan jasnya dan dasinya sudah dilonggarkan. Di hadapannya ada segelas bir .

"Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan di acara dan situasi seperti ini"

"Yeah, kamu benar"

Kabut di Bukit PinusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang