4.1

6K 76 10
                                    

Dimas dalam perjalanan pulang dari rumah Stella saat ia sedang melaju pelan di jalanan Jakarta yang tenang sore itu. Dalam hati ia memikirkan rencana perombakan untuk mobil Stella, sebuah proyek yang akan menghabiskan banyak waktu dan pikiran juga tenaga. Dimas tidak habis pikir kenapa Stella harus menghabiskna banyak uang untuk sebuah BMW ketika dia mampu mendapatkan mobil lain yang lebih mudah untuk dimodifikasi.

Dimas memikirkan tentang pembelian suku cadang, pencocokan data, mapping dan banyak proses lain yang harus dikerjakan. Mobil itu bukan hanya akan jadi mobil harian, tapi juga mobil yang harus siap 'tempur' kapan saja.

Beberapa waktu kemudian, ponselnya berdering.

Nomornya tidak dikenal.

Dimas menepikan  mobilnya perlahan, lalu menjawab telfonnya.

“Halo”

Dimas?” suara perempuan ada di seberang.

“Kamu yang menelponku, jadi kamu tidak perlu menanyakan aku siapa” Jawab Dimas ketus.

Kamu tidak berubah

“Katakan saja siapa kamu dan apa mau mu?”

Ini aku, Gia

“Oh, aku ingat kamu dan hutang mobilmu” Gia adalah mantan kekasih Dimas sebelum Ara.

Jangan begitu, aku mau kita ketemu, dan tentang mobil itu, aku bisa mengatasinya

“Kenapa aku harus mau menemuimu? Terakhir kali kita bertemu, aku dikejar polisi, beruntung berhasil lolos”

Kali ini tidak akan ada polisi lagi

“Baiklah, “ Dimas menutup telefonnya setelah memberikan lokasi dan waktu mereka untuk bertemu.

Dimas kembali menjalankan  mobilnya, menuju rumah kontrakannya di sekitar Pancoran.

***

Pukul  18.00 Dimas sudah di dalam mobilnya, bersiap berangkat menuju tempat ia akan bertemu dengan Gia di sekitar Kemang.

Ia melajukan mobilnya perlahan. Sebenarnya Dimas cukup malas untuk bertemu dengan Gia, tapi Dimas tidak akan membiarkan Gia lolos lagi tanpa membayar hutangnya. Dimas tidak kikir, dia hanya memperjuangkan miliknya.

Dimas sampai di sebuah kafe kecil yang sudah ditetapkan, Honda Civic dengan tipe yang sama dengan miliknya sudah terparkir di sana. Sudah tentu itu milik Gia.

Dimas masuk dan di salah satu sudut kafe itu, Gia melambaikan tangannya.

Dimas berjalan menghampiri Gia yang sore itu mengenakan jins biru panjang dengan  tanktop putih dan kardigan maroon. Penampilan Gia tidak banyak berubah, tetap cantik dengan rambut panjangnya yang dibiarkan terurai.

Gia bangkit dan memeluk Dimas yang berdiri dihadapannya.

“Tidak perlu basa-basi, lunasi saja hutangmu”

“Kenapa kamu jadi sangat menyebalkan? Apa pacarmu tidak memberikan pelayanan yang menyenangkan?”

“Jangan libatkan orang lain, saat ini hanya aku dan kamu” Dimas melepas pelukan Gia

Kabut di Bukit PinusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang