Part 15 : awkwardness

202 35 0
                                    


Jimin membuka matanya saat tahu satu orang yang dikenalnya sibuk meracik sesuatu di dapur pukul 5 pagi. Ini terlalu pagi untuk seseoang memasak.

"Nuna?" Panggilnya denga serak khas bangun tidur.

"*Kkamjagiya*" Yuna memutar badannya mendapati tubuh Jimin berdiri di ujung dapur menatapnya dengan mata segaris, rambut berantakan. Tubuh hanya dibalut kaos tipis dan celana super pendek, Jimin duduk di meja makan. "*did i wake you up? Apa nuna membangunkanmu?"

"Anio.. aku selalu terbangun jam segini untuk latihan dan jadi terbiasa. Kenapa nuna bangun jam segini untuk memasak?"

"Ah.. for a friend of mine aku hanya masak omelette. Aku sudah menyisakan beberapa untuk sarapan"

"Mau langsung berangkat?" Katanya menatap Yuna yang mulai sibuk merapikan tempat makannya. Memberikan sedikit waktu untuk otaknya berproses, apa orang barat memang seawal ini melakukan sesuatu?

Yuna membenarkan dengan anggukan kepalanya. Menatap Jimin yang memberikan tatapan heran.

"Temanku ini orang yang sulit" Yuna tersenyum berjalan pergi "jangan lupa sarapan. Nuna pergi dulu" Yuna mengacak rambut Jimin, mengambil kunci mobil dan menghilang di balik pintu.

---

Yoongi belum juga menampakkan diri di studio. Setengah mati gadis itu mencoba membuka matanya agar terjaga untuk menyambutnya dan menanyakan beberapa hal. Sedikit sogokan sebagai pengganti kalimat pembuka karena dia tak pandai berbasa basi.

Beberapa kali mengecek pintu depan membuatnya bosan setengah mati. Apa Yoongi begitu membuatnya marah? Hanya karena ingin-

Krek..

Belum kalimat di dalam pikiran Yuna selesai berbicara, Yoongi berdiri disana. Berdiri mematung seakan presensi gadis itu menakutinya.

"Kupikir kau tak akan kembali"

"Mau apa?" Yoongi berjalan melewatinya untuk meraih satu jaket cukup tebal dan barang yang dibungkusnya dengan plastik, barang yang sering digunakannya untuk membersihkan diri setiap hari.

"Menyuapmu dengan makanan" kata gadis itu pelan meletakkan makanan di atas meja.

Tidak disangka oleh Yuna, tangan Yoongi meraih kepalanya untuk sekedar diacak pelan sebelum kakinya berjalan pergi. What was that? Tanpa ada alasan bagi Yoongi untuk melakukannya karena setiap presensi gadis itu dibencinya, apalagi setelah perdebatan tadi malam.

Tanpa sepengetahuan Yuna, jantungnya berdetak terlalu cepat membuat pipinya makin merona. Hal pertama yang ada di otaknya saat mulai bekerja lagi adalah apa yang harus dia lakukan pada kecanggungan yang sekarang meliputinya.

---

Beberapa kali matanya menatap garis dan not balok yang tidak dia mengerti terpampang jelas di papan tulis. Menahan menguap juga salah satu faktor pengganggu otaknya memproses sesuatu, sesuatu yang sedari tadi tak pernah habis membingungkannya. Walaupun jarinya bergerak mencatat, tapi sudah pasti tak ada satu sel otaknya yang menyerap informasi itu. Hanya sebuah formalitas untuk menggunakan bukunya.

"-Dan oboe digunakan sebagai alat pembuka yang sekarang jarang dipakai. Ada yang bisa menggunakannya?" Dosen menatap beberapa mahasiswa kelasnya yang mengangkat tangan, senyumnya terkembang saat 5 orang terlihat percaya diri untuk mengangkatnya. "Excelent. Banyak mahasiswa kelas lain yang tak memiliki kalian. Bahkan ada satu kelas yang bisa menggunakannya. Aku akan sangat menantikan karya kelas ini di semester akhir nanti"

*akhir semester merupakan neraka*

Dan senyum dosen itu diberikan sekali lagi pada mahasiswanya sebelum tangannya membereskan kertas dari atas meja. Mengucapkan terima kasih dan hari ini jadwal mereka selesai lebih awal.

Crack the Diamond (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang