Part 27 : Suri Ahn

42 11 1
                                    


Bersyukur sampe 5k nanti tambah banyak ya, Nak. 

Jangan jadi pembaca hantu ya ~

---

Suri Ahn, nama yang tentu akan dihindari Yoongi jika matanya menatapa sederet huruf di depannya. Suri Ahn atau biasa dipanggil Sua mendadak mendekatinya saat dia berasa di bangku Sekolah Menengah. Bukan gadis baru di sekolahnya namun tiba-tiba ada seseorang yang terus menempel padanya. Yoongi tidak memiliki teman baik untuk sekedar nongkrong, sehingga dimana ada Yoongi disitu ada anak kelas satu yang keras kepala menempel bersama Sua. 

Awalnya Yoongi marah karena tidak menyenangkan semua orang mengatakan mereka berpacaran. Namun lama kelamaan atas keras kepalanya, Yoongi mulai membiarkannya berkeliaran. Sua sering sekali membawanya ke tempat-tempat ramai, memberinya kasih sayang begitu banyak. 

"Kenapa kau menyukaiku?" Kata Yoongi saat akhirnya gadis itu kelelahan menariknya berputar-putar untuk jalan-jalan.

"Apakah menyukai butuh alasan?" Jawab Sua yang dijawab dengan diamnya Yoongi. 

Gadis manis itu terlalu banyak menyukai ruang pribadinya. Namun Yoongi hanya tak sadar bahwa dia tak pernah bisa untuk mengusik ruang pribadinya. Sua tahu, sedingin apapun Yoongi, tak pernah sekalipun suaranya ditinggikan padanya. Entah sudah berapa lama Yoongi menawarkan untuk mengantarkannya pulang, tapi gadis itu menolak. Alasan yang dipakainya adalah orang tuanya tidak setuju dia membawa laki-laki asing. 

Selain di dekat Yoongi, Sua lebih banyak diam. Menjadi palsu di depan Yoongi untuk menemaninya. Kadang begitu menyesakkan dan melelahkan. Tapi melihat bingkai foto dengan foto Yoa yang tersenyum lebar memeluk Teo, kakaknya segera membuatnya menyingkirkan seluruh perasaan lelah. Walau memang bukan tanggung jawabnya, tapi Sua berpikir bahwa hidupnya tak lebih layak dari Yoongi. 

"Kalau mau menangis, menangis saja" kata Jin suatu hari. Saat akhirnya mereka berdua, lebih tepatnya Jin berhasil untuk mengajaknya makan malam bersama. "Kau tau, aku menyukaimu karena melihatmu di halte bus dan menangis. Tidak banyak wanita cantik saat menangis, kau cantik sekali" 

Jin melontarkannya setengah bercanda setengah serius. Namun Sua berhasil tersenyum tipis. Cukup menyenangkan melihat gadis itu tersenyum kecil. 

"Aku tidak akan memaksamu untuk bercerita. Luapkan saja padaku kalau memang terlalu berat ya?" Kata Jin menggenggam kepalan tangan Sua di atas meja.

Mata Sua sendu melihat tangannya digenggam erat. Inikah perasaan Yoongi setelah semua perasaan 'suka' itu diberikan terus-terusan padanya. Dia tidak menyukai Yoongi. Perasaan palsu itu ingin sekali dihilangkan, tapi dia banyak memiliki hutang pada Yoongi. 

"Aku takut pada dunia"terang Sua menatap tangannya yang digenggam Jin. "Jika memang nanti di akhir ada hal yang terjadi, apa sanggup aku mereset semuanya" 

Jin tak menjawab kalimat teka-teki itu. Namun dia tak membuka mulutnya menjawabnya juga. Kalau memang nanti ada hal buruk di akhir, apa yg terjadi? Memang dia tak pernah menghadapi hal buruk? 

"Semua hal ada sisi buruknya, Sua" jempol Jin mengelus jari-tangan Sua yang tertaut. "Aku tak menjanjikan apapun. Tapi hanya satu, komitmen. Walaupun sering menggodamu tidak masuk akal, aku jauh lebih dewasa yang kau pikirkan." 

Bukan ingin menyombongkan diri. Hanya ingin mengatakan bahwa Sua terlalu banyak menenggelamkan diri pada keragu-raguan sampai tidak melihat seluruh kesempatan di depannya. Gadis kecil yang dilihatnya di halte bus menangis tersedu, saat ini ikut menggenggam tangan Jin erat. 

Akhirnya Sua tersenyum lebih lebar, memberikan kenyamanan pada tubuh Jin yang menghangat. Mengangguk pelan, memberi kesempatan pada orang lain dan mengejar kebahagiaannya sendiri di tengah hutang seumur hidupnya pada Yoongi. Sua tetap akan mencoba membuat Yoongi bahagia bagaimanapun caranya, tapi dia juga ingin bahagia. 

Kepingan memori itu penuh ada di kepala Sua dengan badan berdiri berjam-jam menatap nanar di tempat peristirahatan Yoa. Menangis tanpa suara, mengelus kaca disana dengan jari bergetar. 

"Unnie.. Apa nyawaku akan bisa membayar hutang pada Yoongi oppa?" Digenggamnya erat jari-jarinya sendiri membentuk kepalan tangan. 

Yang tidak diketahuinya, dibalik tembok berdiri berjam-jam menemaninya menangis ada Yoongi. Mendengarkan seluruh perasaan bersalah yang dituangnya. Tangan Yoongi melipat di depan dada dengan wajah mengeras dan memerah. Berapa tahun lamanya dia baru sadar bahwa seluruh perasaan yang ditahannya adalah keegoisan belaka. 

Namun kakinya tak juga bergerak mendekati Sua. Dia hanya diam disana sampai Sua berjalan pergi setelah puas menangis. 

---

Mata sipitnya seakan lelah sekali namun sama sekali tak menyorotkan perasaan itu. Tetap tajam, dingin dan membenci orang yang terus menunduk di depannya. Terhalang kaca berlubang dan tembok, kalau tidak mungkin Yoongi sudah menusukkan pisau ke tubuhnya berkali-kali. 

"Aku tidak memaafkanmu selamanya" kata Yoongi akhirnya mengeratkan kepalan tangannya yang dia letakkan di meja. 

Teo sama sekali tak bergerak, menatap wajah Yoongi pun tidak. Sudah bertahun berlalu dengan keadaannya yang berantakan, ketakutan akan bayang kesalahannya. 

"Aku sadar, noona yang memutuskan untuk mengakhirinya. Walaupun seluruhnya karena kau tak mau tanggung jawab, brengsek" walaupun kalimatnya terdengar emosi, namun Yoongi tak meninggikan suaranya lagi. "Kau tahu kan adikmu berhutang seumur hidup padaku? Ya kau tau itu, Sua pasti memberitahukan seluruhnya padamu"

"Dia akan kulepaskan. Memberikanku perasaan cinta palsu haha menggelikan." Yoongi mendongak beberapa kali menghentikan gelanyar perasaan sakit yang lama sekali ada di dalam tubuhnya. "Kalau aku sebrengsek kau, tau apa yang kulakukan? Menariknya ke ranjangku. Menghajarnya sampai aku puas, tanpa pengaman dan membuatnya hamil lalu kutinggalkan. Setimpal dengan yang kau lakukan, Bukan?" 

Tangan Teo menggebrak meja begitu keras dengan badan merenggang ketakutan, mendongak menatap wajah Yoongi yang masih penuh kebencian belum beranjak dari wajahnya. 

"Membusuklah di penjara sampai mati. Tapi yg perlu kau tahu, aku tidak akan menyentuh adikmu. Dia tak akan mati gantung diri seperti noona, aku bukan laki-laki brengsek sepertimu" kata Yoongi mengakhiri dan beranjak pergi. 

---

Jimin kesal dengan bel yang sedari tadi tak juga berhenti. Yoongi masih berdiri di depan sana dengan wajah datar dan terus menerus menekan bel padahal entah sudah berapa kali Jimin mengatakan Yuna sama sekali tak ingin ditemui. 

"Keras kepala sekali sih!" Geram Jimin di dengar oleh yuna yang masih di dalam kamar, malu untuk menampakkan diri. 

Jimin membuka pintunya sedikit agar kepalanya cukup untuk melihat si pembuat ulah. 

Namun sebelum mulut Jimin mengeluarkan suara, Yoongi menendang pintu sampai Jimin limbung jatuh ke belakang. 

"Ya!" Segera badan Jimin berdiri untuk menahan Yoongi berjalan masuk lebih jauh "Noona tidak mau denganmu! Kau ini stalker gila atau apa hah?!" Jimin menghalangi pintu kamar yang Yoongi tuju. 

Tak ada kalimat yang keluar dari Yoongi, diam saja dengan raut wajah masih saja datar tanpa ekspresi melihat protes yang dilayangkan Jimin. Tangannya menggenggam lengan Jimin dan menghempaskannya pergi. Pintunya terkunci, namun Yoongi dengan cepat mendobraknya terbuka. 

Pintu kamar Yuna terlihat retak. Berdiri disana dengan tatapan mengunci pada tubuh Yuna yang berdiri ketakutan menggenggam pada pinggir meja. 

"Kau mau kupukul atau apa!" Jimin berdiri di depan Yuna, menarik kerah baju Yoongi dan bersiap memukulnya namun suara Yuna akhirnya terdengar. 

"Biarkan Jim.. aku akan berbicara dengannya" Yuna menatap Yoongi yang akhirnya dilepaskan Jimin. "Maafkan aku, kami akan berbicara berdua disini. Toh pintu rusak, tidak bisa dikunci lagi. Kau bisa mengawasi dari luar" tanpa mengubah arah pandang Yuna pada Yoongi, kalimatnya ditujukan pada Jimin. 

Mau tak mau, kaki Jimin menuntunnya keluar dari kamar. Menutup pintunya walaupun tentu tak bisa tertutup sempurna dari tendangan Yoongi. Jimin mendengus kesal,

bagaimana mungkin Yuna berkenalan dengannya sih. 

Crack the Diamond (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang