Part 18 : It might be

76 13 4
                                    

"aku tak pernah mau memberikan seluruh cerita ini pada seorang pun. Aku terlalu takut untuk mengakui. Semua orang sudah terlanjur memberikan hal yang salah pada satu identitas yang kita amati terlebih saat kita memberikan satu alat untuk menghancurkan. Namanya Teo. Dia kekasih Yua. Kau tahu unnie siapa Yua dan apa yang terjadi padanya, aku melihatmu membuka mata lebar saat nama itu terbaca. Entah bagaimana aku akan memulai"

"saat itu aku hanya seorang gadis yang tak begitu dekat dengan keluarga. Tak pernah mau membagi cerita atau sekedar membuka suara di rumah. Teo adalah oppaku, dan dia jarang terlihat di rumah. Kami hanya 2 bersaudara, jadi kau bisa bayangkan betapa sepinya rumah karena semua tak mengingat rumah. Teo oppa membawa kekasihnya suatu hari. Mereka tak terlihat seperti kekasih, sama sekali. Melihat mata satu sama lain rasanya jarang bahkan memegang tangannya. Tak pernah aku melihat sedetikpun saat mereka ada di rumah. Sejak Yua unnie diperkenalkan sebagai kekasihnya, dia sering sekali datang dan menginap di rumah karena tak ada orang tua kami"

Yuna tahu, ingatan ini terlalu menyakiti otaknya hingga ingin untuk melenyapkan saja kalau bisa. Sui terus mencoba untuk tak menangis, bahkan beberapa kali terlihat tangannya mengepal di atas pahanya takut akan reaksi orang lain, atau takut akan ingatannya sendiri.

"Yua terlihat normal. Kami berbincang beberapa kali. Tapi sudah kupastikan aku lebih mengenal Yua unnie daripada oppaku sendiri. Sore itu, mereka bersama di dalam kamar. Aku baru saja pulang sekolah dan mendengar suara Yua unnie dan Teo oppa saling bersahutan bertengkar. Bodohnya, aku hanya duduk di luar mendengar semuanya. Aku mendengar betapa Yua ingin saudaranya dibantu untuk bersekolah. Itulah kenapa Yua unnie terus ada di samping Teo oppa, karena mereka kelompok yang mengedarkan narkoba"

Suaranya semakin terisak. Tak terbendung betapa lama semua cerita ini dia tutup rapat. Anak-anak yang mendengar celoteh 2 orang yang baru menginjak dewasa, dengan bodohnya memberi luka.

"kau tahu apa narkoba? Benda sialan itu! Teo oppa pemakai dan... dan.. dia menghamili gadis itu! Itulah kenapa mereka bertengkar hebat! Kakakku yang sialan tak mau bertanggung jawab dan ingin pergi dari kota karena polisi sudah mencium sindikatnya. Unnie memohon sampai berlutut agar dia tak pergi dan menikah dengannya. Dia mengatakan sudah berusaha mencegah kakakku untuk tak berbuat lebih lanjut tapi dia dipaksa! Aku jijik memanggilnya oppa"

"2 hari setelah keributan itu, aku tak pernah melihat unnie datang ke rumah. Polisi datang ke rumah mengatakan bahwa Teo oppa tertangkap dan sekarang dia sedang dipenjara. Sedang unnie.. dia bunuh diri"

"aku berhutang nyawa pada keluarga itu. Perasaan bersalahku seperti mencabik kebahagianku sendiri dan mengatakan bahwa aku baru bisa bahagia kalau Yoongi oppa bahagia. Dia tak pernah mau pulang ke rumah. Di rumah itu kakaknya gantung diri. Dia terus diliputi rasa bersalah saat tahu kakaknya mengandung saat bunuh diri. Terus bermimpi buruk dan mengigau sepanjang malam. Itulah kenapa aku ingin dekat dengannya. Dia tak tahu aku adik dari keparat yang membunuh kakaknya. Aku takut dia mengantarku ke rumah"

"yoongi oppa, aku ingin menolongnya. Tapi rasanya otakku tak bisa berputar dengan cara apa aku bisa membuatnya bahagia. Hanya dengan dia bahagia, aku juga bisa bahagia. Rasanya seperti hutangku lunas"

---

To: Jimin

Sepertinya aku ingin menginap di tempat temanku. Jangan tunggu di rumah.

Yuna berdiri di depan studio dengan tubuh seperti baru saja masuk ke kolam yang dingin. Semua hal yang pernah dia pikirkan seperti menampar dirinya sendiri. Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Yuna untuk membantu Sui memilih. Dia ingin menolong Yoongi, namun dia mencintai Jin. Tapi kesalahn terbesar Sui adalah membiarkan dirinya sendiri jatuh pada rasa bersalah yang besar. Kejadian itu bukan salahnya, bahkan tak ada sangkut pautnya dengannya.

"kenapa kau kembali?"

Yuna bagai kelu. Menatap tubuh Yoongi yang berdiri di depannya dengan tubuh kurusnya. Wajahnya sedikit pucat dengan mata cukup lelah menatapnya. Rambutnya terlihat berantakan, mungkin sedikit banyak hasil dari bantal sofanya yang bergeser atau apa. Yuna hanya melihatnya sebagai rasa prihatin. Manusia yang tak pernah disangka pernah membantunya kembali ke kampung halamannya tanpa ada keraguan dalam nada bicaranya saat itu. Membayar seluruh akomodasi ke Aussie menggunakan uang pribadinya. Manusia yang tak pernah dimengerti oleh Yuna. 

Bagaimana caranya menambal retak yang telah terukir di hidup laki-laki ini? mengungkapkan saja tak berani. 

"Kau mau pergi denganku?" Kata Yuna membuka suara. Tak menginginkan untuk menjawab pertanyaan Yoongi tadi

"aku sedang tak ingin pergi kemanapun. Kenapa?" Tubuh Yoongi membelakanginya. Duduk kembali pada kursi yang selalu ditempatinya di dalam ruangan ini. 

Yuna menghela nafas begitu dalam. Tak ingin mencampuri urusan ini, namun terlalu lama dia membiarkan saja dan menutup mata, sampai kapan juga manusia kecil keras bernama Yoongi akan tidur di ruangan ini?

"aku merindukan Hoseok" 

Entah apa yang membuatnya mengeluarkan kalimat itu. Namun hal itu berhasil mengalihkan perhatian Yoongi sebentar dari monitor, memutar kursinya dan menatap Yuna heran. 

"saat itu aku mengajakmu melihatnya untuk yang terakhir kalinya bukan?" 

Yuna mengangguk. Duduk di sofa yang tergeletak disitu - yang Yuna pikir adalah tempat tidur Yoongi selama ini-. Kepala gadis itu bergerak kecil, meneliti ruangan kecil ini. Cukup dingin karena peralatan mahal disini tidak boleh sedikit pun terkena matahari atau lembab. Matanya kembali pada sosok Yoongi yang masih menatapnya. 

"aku hanya pergi ke cafe Hoseok dan menemui Hoseok disana. Tapi tak ada Hoseok disana"

"tentu saja dia tak ada disana bodoh. Dia ada berkilo kilo -" 

"-aku tahu Yoongi. Aku tahu" entah kenapa saat Yuna memotong bicara Yoongi, ada rasa kalut di nada suaranya. Khawatir akan laki-laki yang ada di depannya saat ini? Sungguh Yuna tak ingin mengerti. 

Yuna hanya ingin Yoongi tidur dengan layak. 

"Bisa kau bawa aku pergi dari sini?" 

Keheningan itu mulai terasa di tengkuk Yoongi. Yuna menatapnya dengan tatapan yang tak ingin segera dia tahu kenapa. Entah sudah berapa lama gadis itu menatapnya dalam sayu. Yang Yoongi tahu, beberapa menit setelah keheningan itu, mereka ada di dalam mobil Yoongi. Membawa mereka berdua pergi. 

---

Crack the Diamond (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang