Go and Leave

22 1 0
                                    

Kenyataan pahit yang terdengar di telinga suci tak berdosa itu, menusuk dirinya perlahan-lahan.
Setelah kematian ayahnya, Rathalia mendengar pembicaraan antara ibu dan tantenya di sebuah ruangan tertutup sehelai kain horden transparan motif tulip.

"Mbak, kalo kamu sekarang seperti ini, lebih baik dari dulu kamu nggak usah ngambil anak haram dari wanita itu! Kalo akhirnya mbak nggak bisa ngganggap dia layak jadi seorang anak yang pantas bahagia bareng keluarga kita, seharusnya nggak usah angkat dia jadi anak sekalian. Mbak tau? Thalia menderita.... Menderita karena ibunya yang nggak tau diri itu, ibunya yang ternyata cuma selingkuhan ayahnya, menderita karena ibunya yang selama ini dia anggep ibu kandungnya sendiri, ternyata bukan...", ucap tante Fanila yang sedari dulu sangat peduli terhadap Rathalia.

"Kamu nggak akan pernah tau! Kamu nggak bisa ngomong semua itu ke saya, kalau pada kenyataannya kamu itu nggak pernah tau apapun tentang Mas Suho. Kamu tau? Dia nyelingkuhin saya!!! Dan setelah itu, saya cuma bisa diem layaknya wanita bodoh. Kalau kamu tanya kenapa saya ambil anak sialan itu, kamu salah besar. Seharusnya kamu tau semua alasan itu dari awal. Sekarang kamu pikir, kalo saya nggak ngambil anak haram itu, Mas Suho justru akan menemui wanita itu sesering mungkin dibelakang saya karena dia merasa bertanggung jawab atas anak dari selingkuhannya itu. Seenggaknya setelah saya mengadopsi anak itu, Mas Suho janji nggak akan ninggalin saya, anak-anak saya, dan dia akan meninggalkan wanita selingkuhannya itu." Jawab ibunya.

"Aku nggak tau lagi harus gimana. Terserah mbak mau ngapain, yang jelas dia masih punya hak. Walaupun ibunya cuma selingkuhan dari ayahnya, tapi dia tetap anak kandung ayahnya sendiri. Dan Mbak Nadia nggak punya hak sedikitpun atas anak itu", ucap tante Vanila, kemudian pergi meninggalkan kakaknya.

Rathalia yang mendengar hal itu sontak terkejut dan hanya bisa terdiam bersembunyi di balik tirai berwarna perpaduan warna coklat dan tosca.

Baginya,  awal yang baru harus segera dimulainya.  Ia tak bisa hidup terus menjadi dirinya sendiri saat semua keadaan sudah berubah menjdi kacau. Ia ingin pergi dan meninggalkan segalanya.

***

Sekarang adalah waktunya Rathalka memulai apa yang telah ia rencanakan sejak lima tahun terakhir ini. Diambilnya beberapa setel pakaian, dompet, handphone, buku-buku, serta benda-benda kesayangan lain miliknya, kemudian ia masukan semua itu kedalam koper kecil berwarna hitam diselingi putih keabu-abuan. Gadis itu pun membawa ransel kecil dipundaknya yang penuh dengan buku catatan-catatan kecil berisikan agenda yang akan dilakukannya setelah misinya ini mulai berjalan, tak lupa juga sekaleng coklat warna-warni kesukaannya sejak masih kecil.
Segera ia langkahkan kakinya keluar dari rumah yang selama delapan belas tahun ini ia tinggali. Tujuan pertama, bank. Ia mengambil semua uang tabungannya, berharap ada keajaiban saldo yang tiba-tiba bertambah banyak, tapi sudah pasti nihil. Ya kalau saja ia menunggu waktu dua minggu lagi, mungkin ia akan membawa lebih banyak uang dari neneknya yang akan berkunjung kerumah, tapi ia tidak bisa lagi menundanya.

***

Bandara Soekarno Hatta, benar-benar terlihat seperti pulau manusia dibandingkan dengan bandara. Ini sangatlah ramai dari biasanya. Mungkin karena hari ini adalah hari libur nasional yang cukup panjang, jadi banyak orang yang memanfaatkan waktu ini untuk berpergian jauh menaiki pesawat.

"Dis... Adista...", panggil Rathalia melalui telephone, lima menit sebelum pesawat take onn.
"Lima menit lagi gue take onn nih. Lo tungguin di bandara Icheon ya. Pliss dis, ini pertama kalinya gue ke luar negri, apalagi ke Korea. Lo harus udah ada dibandara sebelum pesawat gue take off ya. Oke?"

AFFECTION ;Rathalia LiuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang