Perpisahan?

26 3 0
                                    

Ketika cinta memilih untuk tetap bertahan saat jiwa ini rapuh dan hati mengatakan untuk menyerah.  Akan ada saatnya kita mencoba diam untuk menemukan sebuah jawaban tanpa kepastian.  Mungkin jika tuhan mengizinkaninilah akhir sesungguhnya yang paling indah.

***

Arlo tertidur dilengan Rathalia yang masih terbalut selang infus,  gadis itu belum tersadar sejak dua hari yang lalu. Sementara Adista,  ia berhasil kabur kembali namun masih dalam kejaran polisi.

"Zhen...", Rathalia mengigau, perasaan bersalahnya masih menghantuinya. Kini ada seseorang yang selalu ia harapkan untuk berada disisinya, namun ia tak bahagia dan ia tak tahu mengapa. Ia hanya memandangi Arlo dan sesekali mengusap rambut pria itu dengan lembut, "Gue tau gue salah.  Gue salah karena udah jatuh cinta sama cowok sesempurna elo.  Seharusnya gue dari awal sadar diri kalo gue nggak cukup layak untuk bisa milikin hati lo. Kalo gue bisa milih,  gue akan milih mencintai dia dibanding lo yang cuma bisa diem saat hati lo bilang untuk bergerak,  dibanding lo yang bahkan gak bisa milikin diri lo sendiri seutuhnya.  Tapi lo curang,  kenapa gue cuma bisa cinta sama lo?"

"Ra? ", Arlo terbangun dari tidurnya yang lelap. "Ada yang sakit? Kamu butuh apa biar saya ambilin?"

"Gue butuh elo,  Bintang", lagi dan lagi pria itu hanya tersenyum menampakan lesung pipit di wajahnya. "Gue mau ngelakuin semua hal bareng lo,  Bi.  Semua hal yang dulu nggak pernah bisa gue lakuin karena lo masih jadi milik orang lain"

"Oke, kamu mau kemana? Apa harus kita liburan ke Bali?"

"Boleh tuh,  nanti ajarin gue berenang ya, trus kita main flying fox,  abis itu dinner..... " dan sekian daftar panjang liburan yang akan mereka planing bersama.

Seminggu Rathalia dan Arlo menghabiskan waktunya bersama di Bali,  di sebuah pantai yang romantis,  tetapi ini tidaklah cukup untuk membalas apa yang mereka pendam selama delapan belas tahun.

"Kalo kita nikah nanti,  Lo jangan ikut perang lagi ya. Kan nggak lucu kalo gue baru umur dua limaan udah jadi janda", canda Rathalia dibawah sunset,  dalam senderan bahu Arlo. "Bintang? "

Tes.. tes.... Darahnya mengalir di sela-sela hidungnya,  menetes diatas tangannya yang sedang menggenggam jemari Rathalia.
"Bintang,  lo kenapa?", gadis itu panik,  pria disampingnya kini sudah tak sadarkan diri,  "Tolong!!! Somebody help me please!!! "

***

Arlo itu tentara,  sebenarnya dia tidak bisa masuk militer karena memiliki penyakit jantung yang lemah. Tetapi karena ayahnya adalah seorang jendral,  karena itu ia lolos.

Dan kini semua rasa bangga itu menjadi tangis yang menyiksakan bagi orang-orang disekeliling Arlo,  untuk Rathalia maupun Ryan, sahabat Arlo.

Rathalia menatap mata Ryan frustasi ketika menunggu Arlo yang masih sekarat di ruang UGD, "Nggak mungkin dia punya penyakit separah itu.  Dia tentara,  kan?  Lo juga bahkan tau kalo nggak akan ada seorang tentara kemiliteran yang boleh punya penyakit separah itu"

"Tapi lo juga nggak lupa kan kalo Arlo itu anak jendral?  Kalo cuma masukin anaknya sendiri ke militer trus jadi tentara,  itu bahkan terlalu mudah,  Ra", ucap Ryan mengingatkan.

Gadis itu menutup pendengarannya, "Berenti!  Gue gak mau denger apa apa lagi.  Gue cuma mau denger,  dia pasti sembuh,  dia pasti bisa bertahan yan"

Mungkin takkan pernah ada yang mampu mengerti perasaan Rathalia. Perasaan seorang wanita yang mencintai seorang pria selama lebih dari dua belas tahun,  dan ketika ia bisa mendapatkan cinta itu kembali, sang bintang pergi hanya dalam hitungan waktu.  Sudah cukup baginya mengalami berbagai macam rasa sakit karena seorang pria,  ia tak ingin lagi menambah rasa sakitnya karena kehilangan Arlo seutuhnya.

AFFECTION ;Rathalia LiuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang