Stradivarius

46 11 14
                                    

🎵Seperti ada yang hilang...
Menjauh dan tak kembali...
Kuberjalan tanpa arah...
Saat kau tinggalkan aku....

Seakan menunggu hujan....
Tertarik awan yang terang....
Membasahi hati ini yang kering tanpa dirimu...

Semua telah sirna, kuhanya bisa terdiam...
Dan kini ku tak bisa...
Lupakan kisah yang pernah....
Kita...🎼🎶

Suara seorang pria nan merdu yang dikolaborasikan dengan alunan music piano yang begitu indah. Hanya kata 'Sempurna' yang mungkin bisa menggambarkannya saat ini. Perhatian dan fokus sang gadis bermata hazel itu terpaku pada lelaki bertubuh jakung dengan lesung pipit yang seakan mampu menghipnotisnya tanpa menggunakan mantera apapun.

Rathalia hanya menatap seseorang itu dari balik jendela. Keterpukauannya pada pria itu terlihat jelas dari sorot matanya.

Gadis itu masih terdiam membisu menyembunyikan dirinya dibalik dinding ruang musik sekolahnya. Perlahan mendengarkan lagu itu semakin dalam, dalam hingga ia menembus lamunannya. Ia tersentak kaget mengingat suara itu.

Tiga tahun yang lalu, ia pernah mendengarkan sosok suara yang jelas seperti ini. Saat segerombolan murid-murid baru masa smp-nya mengerubungi seorang pria tampan dengan gitar dan berbagai alat melukis dalam bag yang sering dibawanya.

Bagi sebagian orang menganggap Rathalia tidak tahu diri karena menyukai pria sesempurna itu. Ia tidak hanya pandai dalam bidang seni tetapi juga segala hal. Selain tampan, ia seorang pria baik hati namun juga sedingin es, sangat sulit untuk seseorang berada di dekatnya.

Dan gadis polos itu hanya menyukainya dari kejauhan, tanpa sosok yang disukainya tahu kalau Rathalia menyukainya. Terus seperti itu sampai tiga tahun berlalu dan akhirnya pria itu pergi menghilang meninggalkannya.

"Arlo?" Rathalia memundurkan langkahnya, membungkam mulutnya sendiri, menahan sesak nafas di dada.

Brukkk....
Tak disengaja ia menabrak kotak sampah di belakangnya, suara keras itu membuat pria yang sejak tadi memainkan pianonya berhenti seketika, dan Rathalia melarikan diri.

"Eh... Ra-" panggil Sandera parau sambil mengejar sahabatnya itu.
"Lo di tunggu Pak Wijoyo tuh di kelas!"

"Gue?" Rathalia bergedik bingung.

"Iyalah siapa lagi, lo kan yang kemarin bolos sama Erga? Udah cepet deh, ngamuk abis tuh guru. Kayanya bakal ada ledakan bom sarinah ntar di kelas"

"Ngayal aja lo, siapa juga yang bolos bareng tuh curut?! Udah ah, gue mau cabut aja"

"Mau kemana lo? Istirahat masih setengah jam lagi kali. Nggak usah cari gegara deh, Ra-!" Sandera menyerah ia memutuskan kembali ke kelas dari pada harus mengejar Rathalia yang endingnya justru membuat masalah semakin menjadi-jadi.

Brakkk!!!

"Aduh... Pala gue. Njirr geger otak trus mati muda nih bentar lagi. Sapa sih yang buka-buka pintu sembarangan?! Bego!" Rathalia mengumpat kesal karena menabrak pintu di depannya yang tiba tiba membuka lebar. Ia menendang pintu itu dengan penuh rasa dendam yang konyol, "Awhhh, sakit bego! Sapa sih yang naro nih pintu disini?!" Rathalia meringkih kesakitan sambil memegangi ujung kakinya.

"Maaf saya nggak liat ada orang, kamu nggak pa-pa?"

"Hah? Oh iya gue nggak pa-pa kok, cuma pintunya kurang piknik aja jadi ngeselin" Rathalia memasang senyum terpaksa diwajahnya. Terpaksa mengatakan kebohongan setelah mengetahui kalau orang yang membuatnya seperti ini adalah pria yang dihindarinya sejak tadi, Bintang.

AFFECTION ;Rathalia LiuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang