Aku baru bertemu lagi dengan One Direction di hari kedua mereka di Jakarta. Hari ini kami akan membahas secara singkat tentang konser di Jakarta. Bagaimana jadwal mereka besok. Aku yang harus menyosialisasikan secara langsung di depan manajer tur serta One Direction sendiri.
Sama seperti kemarin, hanya Louis yang tampak tidak menaruh perhatian kepadaku sama sekali. Ia memberi tatapan seakan ia sudah tahu segalanya. Seakan aku tidak layak untuk didengar.
Setelah selesai menyampaikan jadwal mereka, aku menghalang jalan Louis sebelum ia keluar dari ruang hotel yang sudah disewa satu lantai untuk kru One Direction.
Louis terkejut melihatku berani mencegahnya keluar. Ia tampak tertantang mendengarku.
"Jangan mentang-mentang kau selebriti internasional, aku tidak berani untuk menegurmu karena sikap tidak pedulimu, Mr Tomlinson. Aku di sini berusaha untuk membuatmu nyaman sebelum kau harus bekerja. Kita seharusnya saling bekerja sama, tapi kau menghalangiku"
"Kau yang menghalangi jalanku" katanya lalu menepis tanganku begitu saja.
Aku hanya dapat mengerjapkan mata karena kaget merasakan sentuhan tangan Louis. Tangannya tidak sekasar yang kukira, tetapi sangat hangat.
Dan bodohnya, aku ingin merasakan sentuhan itu lagi. Dengan kesal, aku keluar dari kamar hotel itu dan turun ke lobi.
Lebih baik aku pulang ke rumah.
***
Louis POV
Aku merebahkan diri di tempat tidur sambil memejamkan mata. Aku tidak siap harus konser esok hari. Kupegang keningku dan merasakan suhu tubuh yang tidak normal. Jadi, aku memang sakit. Kenapa aku harus sakit disaat kami sedang tur di negara-negara yang baru pertama kali kami kunjungi?
Kubuka koper dan mengambil parasetamol di kotak obat. Untung saja Mum menyiapkan obat-obatan untukku. Aku selalu mengira tidak akan pernah sakit selama melakukan tur. Kurasa, kami terlalu banyak berpergian hingga aku lelah.
Setelah minum obat, aku kembali tiduran di kamar. Liam dan Niall sedang 'berjemur' di kolam renang di lantai paling atas. Sementara, Harry yang kutahu pergi ke gym untuk olahraga.
Aku menyalakan TV dan melihat saluran TV dalam bahasa alien. Wajah-wajah yang terpampang pun menunjukkan ras yang jarang sekali kutemui. Mereka bukan seperti orang Asia yang kukenal. Bukankah orang Asia harusnya punya mata sipit dan kulit putih susu? Mengapa orang-orang ini punya kulit cokelat dan mata yang lebar? Apa jangan-jangan orang Indonesia punya semacam spesies sendiri?
Karena mulai merasa pening mendengar bahasa-bahasa yang tak kumengerti, aku mengganti ke saluran TV internasional. Aku menghela nafas lega melihat BBC. Well, walau harus menonton berita, setidaknya lebih baik daripada harus mendengar orang berbicara dalam bahasa aneh.
Seseorang mengetuk pintu kamarku sambil memanggil namaku. "Louis"
"Masuk saja, aku tidak mengunci" teriakku.
Aku tersentak melihat si gadis promotor masuk ke dalam kamarku. Ia tampak was-was melihat kamarku. Wajahnya tegang.
"Ada apa?" tanyaku malas-malasan.
Cewek itu mendekat kearahku lalu berkata, "Apa yang kau inginkan untuk makan malam? Aku akan siapkan"
"Well, aku biasa makan pizza satu loyang"
"Sungguh? Aku bisa belikan sih" katanya dengan nada yang kurang meyakinkan.
Aku mendengus memandang remeh si gadis ini. Ia masih terlalu kecil untuk jadi seorang pegawai di promotor. Sering aku merasa tidak percaya ia dapat melakukan segalanya dengan baik. Berapa umurnya?
Hanya melamun sebentar, gadis itu meraih obat yang kuletakan di meja. "Kau sakit?"
"Bukan urusanmu" ujarku merasa ia sudah melewati batas privasiku. Aku tahu ia pengurus konser di Jakarta, tapi ia tidak perlu sejauh ini mengurusiku. Aku bukan seorang bayi.
Gadis itu yang gantian mendengus memandangku sengit. "Louis, seharusnya kau bilang kalau kau sedang sakit. Apa yang harus kukatakan kepada atasanku? Bagaimana jika kau tidak bisa tampil besok? Fans-mu sudah banyak yang kecewa karena Zayn tidak dapat datang, ditambah lagi kalau satu personil-nya tidak bisa menyanyi karena sakit, tamatlah konser besok. Jika kau kemari lagi, tidak akan ada yang mau menonton konsermu lagi"
Well, andai saja ia tahu apa alasan Zayn tidak dapat datang kemari. Tapi, tidak ada yang boleh tahu ia keluar sampai besok pihak menejemen sendiri yang mengumumkannya.
"Dengar yah, kau tidak tahu apa-apa tentangku atau band-ku. Kami orang profesional dan tidak akan melalaikan tanggung jawab kami. Jadi, kau tidak perlu bersikap berlebihan"
Gadis itu terkejut mendengar responku. Ia tampak kehilangan kata-kata, tetapi masih mampu berkata, "Maafkan aku. Lebih baik kutinggalkan kau sendiri"
"Jangan lupakan pizza-ku. Peperoni keju"
"Oke"
Ia keluar dengan terburu-buru. Dalam hati ada rasa kasihan kepadanya karena aku agak sedikit kelewatan...
'Kau bodoh, Louis'
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Louis 👋🏻
FanfictionCharlene Wright, 18. Seorang gadis asal Jakarta, Indonesia yang ditugaskan oleh pamannya menjadi asisten boyband terkenal asal Inggris yang akan mengadakan konser di Jakarta. Hampir semua personel boyband tersebut ramah kepadanya, namun hanya Louis...