Charlene POV
Aku duduk di sebelah Louis memandangnya dengan tatapan sedih. Ia melihatku dengan ekspresi serupa. Ia memakai topi untuk menutupi wajahnya. Agar kami dapat kencan diam-diam tanpa tertangkap wartawan. Louis bahkan mengangkat tudung jaketnya sebagai pengamanan ekstra.
"Aku minta maaf" bisik Louis kepadaku.
Sambil bersandar di bahu Louis, aku memegang lengannya yang cukup berisi itu, "Tidak apa-apa. Ini menyenangkan"Aku dapat menghirup wangi sabun yang dipakainya. Mawar. Ia pasti memakai sabun dariku.
Mungkin bagi Louis ini kencan yang sangat payah. Tetapi, bagiku asal bersama Louis, aku merasa senang. Tidak peduli walau kami hanya duduk di tangga di jalanan. Kami mungkin terlihat seperti gelandangan, tapi ini cara terbaik untuk kencan tanpa ketahuan wartawan yang tidak berhenti mengejar Louis.
Aku tahu betapa ingin tahunya fans tentang kehidupan Louis. Akan tetapi, setelah menjadi bagian dari kehidupan Louis sendiri, aku ingin ia berhenti diburu oleh wartawan. Seharusnya mereka memberi Louis privasi walau hanya seminggu saja. Atau mungkin sehari.
Louis mengeluarkan dua botol bir dan memberikannya kepadaku sebotol. Aku menerimanya dan meminumnya pelan. Kulihat pemandangan kota London di malam hari yang masih ramai. Meskipun ini kencan sederhana, aku tidak mau malam ini berlalu."Does it ever drive you crazy, just how fast the night changes? Everything that you've ever dreamed of, disappearing when you wake up, but there's nothing to be afraid of, even when the night changes, it will never change me and you"
"Kau jauh lebih bagus menyanyi daripada Harry" puji Louis.
"Yang benar saja" kataku mendongak melihat wajah Louis.
Louis tertawa. "Kau tahu, Carly, aku minta maaf, tapi aku harus merokok"
Sontak aku mengerucutkan bibirku menahan emosi. Satu hal yang paling kubenci darinya adalah rokok. Oh ya, dan tatonya yang banyak. Untung saja ia belum pakai anting dan pakaian eksentrik seperti boy band korea.
Ia mengeluarkan bungkus rokok dari saku celana, mengeluarkan satu batang, lalu segera menyulutnya dengan api. Asap rokok mengepul keluar dari mulutnya."Ada kalanya aku ingin memutar balik waktu dan tidak pergi audisi"
"Mengapa?"
Louis menghela nafas panjang. "Kau tahu jawabannya. Aku muak menjalani hidup seperti ini. Aku bahkan tidak dapat pergi kencan dengan cewek"
"Lalu aku cowok begitu?"
"Tidak. Aku minta maaf, Carly. Aku harap kita bisa kencan lebih baik daripada ini..."
Aku dapat mendengar suara lirih Louis.
Kalau ia cewek, mungkin ia sudah menangis tersedu-sedu di pundakku. Tetapi, ia hanya memandang hampa puntung-puntung rokok yang terbakar. Ia tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Louis yang kuketahui dulu bukan seperti ini. Ia terlihat usil, bahagia sepanjang masa, sarkastis, dan biang onar. Sekarang ia menunjukkan sisi lemahnya.
Aku tidak dapat mewujudkan keinginannya untuk memutar waktu. Yang dapat kulakukan hanyalah memberinya dukungan.
Kupeluk bahu Louis, sambil menepuk punggungnya pelan."Ini hidup, Louis. Tidak ada yang enak. Kau punya banyak uang, terkenal, dan dipuja anak cewek di dunia, tetapi kau kehilangan privasimu. Hal yang sama terjadi juga kepada orang biasa. Kau tidak tahu betapa berat perjuanganku hanya untuk kuliah di London"
"Mengapa kau kuliah di London?"
"Aku menggilai kota ini. Aku sangat suka Eropa"
"Kau bisa kuliah, dan aku tidak padahal aku mampu membiayai diriku kuliah sampai S3 pun"
Aku terkekeh. "Memang ironis, kan hidup ini"
"Tidak juga, asal kau bersama orang yang kau cintai, aku tidak keberatan"
Louis tiba-tiba saja mencodongkan tubuhnya kearahku, lalu belum sempat kami berciuman, Louis langsung menjauhkan sendiri badannya. Louis langsung berdiri dan mencengkram lengan seorang wartawan.
Aku kaget melihat si pria berjaket tebal dengan topi kupluk itu memegang kamera kearah kami berdua. Bagaimana Louis dapat mengetahui ada yang mengambil foto? Aku tidak mendengar apapun, bahkan suara klik sedikit pun."Enyalah kau dari sini, keparat. Jangan ganggu aku" teriak Louis kepada si wartawan.
Segera aku menarik Louis berusaha menahannya sebelum keadaan semakin memanas. Bagaimana jika ada wartawan lain yang melihat situasi sekarang? Bisa-bisa Louis jadi sasaran empuk tabloid selebriti.
"Louis, jangan. Sudah ayo kita pergi saja" kataku berusaha melerai antara Louis dan si wartawan.
Seharusnya mereka menghentikan perkelahian tidak bermutu ini, tetapi nyantanya si wartawan melayangkan tinju kearahku. AKU.
Karena tidak siap, aku jatuh tersungkur di trotoar. Untung saja refleks Louis bagus. Ia segera menopang tubuhku dengan menggenggam erat lenganku. Rasanya sakit dicengkram erat oleh seorang laki-laki, meski aku termasuk cewek perkasa. Lebih sakit lagi ketika kau dihantam oleh seorang pria."Jesus Christ, kau tidak apa-apa, Charly?"
Aku mengangguk sambil memegang pipiku yang nyeri. Louis menatapku cemas lalu tiba-tiba ia menghantam si wartawan lagi.
Aku tahu kenapa.
Darah menetes kecil dari bibirku. Pantas bibirku terasa perih.
Aku hanya dapat menonton Louis ketika ia memaki si wartawan dengan kata F. Ini tidak baik.
Semua kata kotor dilontarkan oleh Louis. Ia benar-benar terlihat sangat marah."Jika kau mau foto dariku, tidak perlu sekarang! Tidak perlu menghajar pacarku bodoh"
Aku menarik Louis, kali ini ia menurut. Kami berdua segera pergi berlari malah menghindar dari si wartawan.
Louis memarkirkan mobilnya di basement sebuah hotel, jadi kami berjalan sekitar dua blok untuk ke hotel itu. Aku mengelap darah dari bibirku dengan tisu, Louis mengelus rambutku."Dasar wartawan bajingan. Pasti ia dari tabloid gossip"
"Sudahlah. Aku hampir menonjok balik wartawan itu"
Louis berhenti lagi. Ia menarik tanganku masuk ke sebuah gang sempit. Sempat aku merasa panik dan kaget melihat reaksi mendadak Louis.
Ia memelukku erat."Mengapa?"
"Ada yang mengikuti kita" bisik Louis di telingaku.
Sontak aku mendekat kearah Louis lebih dekat lagi. Bersembunyi dari kejaran wartawan.
Selama beberapa menit kami hanya dapat menahan nafas agar dapat bersembunyi tanpa ketahuan. Apa kesalahan yang kami lakukan? Kami bukan pencuri atau penjahat, tetapi kami sudah seperti kriminal yang mencoba lolos dari kejaran polisi. Tidakkah hidup menjadi selebriti itu ironis?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Louis 👋🏻
FanfictionCharlene Wright, 18. Seorang gadis asal Jakarta, Indonesia yang ditugaskan oleh pamannya menjadi asisten boyband terkenal asal Inggris yang akan mengadakan konser di Jakarta. Hampir semua personel boyband tersebut ramah kepadanya, namun hanya Louis...