Greg memang teman yang agak brengsek. Kukira pesta yang ia sebut semacam pesta biasa di rumah salah satu temannya, layaknya film-film Amerika yang sering kutonton.
Bukannya pesta yang dibenakku, pesta yang dimaksud Greg memang pesta sungguhan. Letaknya ada di klub malam yang sangat penuh sesak dan berisik.
Aku menyukai musik beraliran EDM, tetapi aku tidak pernah menyukai klub malam. Tidak di Indonesia maupun di Inggris. Semuanya sama saja."Greg, aku akan membunuhmu habis pesta ini usai!" teriakku berusaha berbicara mengalahkan suara lagu yang begitu keras.
Kurasakan lantai di klub ini bergetar karena musik yang keras dan anak-anak muda yang terlalu bersemangat menari di lantai dansa.
Greg tertawa. Ia menyalakan rokok dan mulai menghisapnya. Ia mengeluarkan asap rokok ke arah wajahku, dan aku tidak segan untuk memukulnya dengan tas tanganku."Hello, mate!"
Aku menoleh melihat dua pemuda yang cukup tampan datang dari belakangku. Ia menyapa Greg, dan Greg memberinya tos ala cowok.
"Tim, Finn, bagaimana kabar kalian, mate!"
"Baik! Bagaimana denganmu?"
"Eh, sebelumnya perkenalkan ini temanku, Charlene Wright. Kau bisa memanggilnya Carly. Dan kalau kalian tahu dia adalah mantan kekasih si anggota band terkenal"
Baik Tim maupun Finn tidak ada yang mengerti maksud Greg. Tentu saja siapa anak cowok yang mendengar lagu One Direction kalau bukan seorang banci?
"Carly"
"Hai, Carly" sapa Tim yang punya rambut cepak pirang. Hidungnya sangat mancung hingga membuatku agak iri.
Yang satunya, Finn, wajahnya tidak begitu tampan, tetapi badannya sangat bagus. Ia tinggi tegap dan tubuhnya bidang.
Hebat juga Greg punya teman seperti mereka."Lads, tolong bantu Carly. Ia sedang patah hati" kata Greg melempar pandangan jahil ke Tim dan Finn.
Aku tersentak kaget melihat Tim dan Finn berseru semangat. Mereka berdua tiba-tiba menarik tanganku dan aku diseret ke lantai dansa. Aku berteriak kepada mereka sambil meronta-ronta, tetapi Finn sangat kuat. Aku tidak berdaya dan ikut mereka menari di lantai dansa.
"Aku tidak suka menari!" teriakku kepada mereka berdua.
Seolah mereka berdua tiba-tiba saja menjadi tuli, mereka memegang tanganku lalu mengajakku berdansa tango.
"Kau satu kuliah dengan Greg?" tanya Tim.
"Ya, kami kuliah di UCL. Bagaimana dengan kalian? Darimana kalian dapat kenal Greg?"
Mereka berdua mendengus. "Ia teman SMA kami di CLS"
"CLS?"
"City of London, darling"
"Oh"
Finn tiba-tiba menarik tanganku dan kali ini, aku berdansa dengannya. Aku mengerjapkan mata karena merasa janggal juga berdansa dengan dua cowok bule yang tidak jelek. Satu hal yang kusukai berada di Inggris adalah, lebih dari rata-rata cowok di sini lebih tinggi dariku. Sementara di Indonesia, tidak begitu banyak cowok yang dapat mengalahkan tinggiku.
Well, tapi tetap saja di Inggris aku mendapat cowok yang tingginya sama denganku. Mantan kekasih.
Tim datang membawa tiga gelas minuman. Aku menerimanya dengan terpaksa."Jangan bilang kau tidak bisa minum?"
Aku mengangguk. "Yeah, aku agak payah soal minum"
"Greg bilang kau dari Indonesia?"
"Ya"
"Aku pergi ke Bali, liburan lalu. Banyak orang yang minum di sana, mengapa kau tidak?" tanya Tim.
Aku mendengus. "Well, pertama Indonesia bukan terdiri dari Bali saja, Tim. Aku tinggal di ibukota Di sana kau tidak bisa sembarangan mabuk dan lebih tepatnya jarang sekali yang mabuk"
"Wah terdengar membosankan sekali tempat asalmu"
Aku menggeleng. "Tidak juga. Aku memang tidak suka minum" kataku menyesap sedikit minuman yang diberikan Tim.
Tim membuatku minum lebih banyak. "Jangan jadi pecundang, Carly. Minum adalah pelarian terbaik ketika kau sedang patah hati"
Aku menghela nafas, memang aku tidak setuju dengan mereka, tetapi aku memang tidak punya pelarian lain selain melalui zat kimia.
Dengan pasrah, aku meneguk habis gelas pertamaku. Kepalaku sontak terasa ringa, jantungku berdebar-debar kencang, dan badanku terasa sangat hangat. Perasaan serupa ketika aku menginjakkan kaki di bar setelah Louis memutuskanku."Bagus! Percayalah kami dapat menghiburmu"
"Kami suka menghibur orang!" teriak Finn.
Bulu kudukku berdiri ketika Finn berkata seperti itu. Rasanya ia seakan ingin menghiburku dengan cara yang tidak sepantasnya. Apalagi ini di negara bebas.
Refleksku dikalahkan dengan aksi nekat Finn yang tiba-tiba mencium bibirku. Aku langsung mendorongnya, tetapi tidak sekuat itu sampai ia terjatuh di lantai.
Beberapa orang menoleh kaget melihat kami melakukan semacam kekerasan fisik.
Tanpa berkata apa-apalagi dan mencari Greg, aku meninggalkan lantai dansa. Aku berlari menuju pintu keluar. Pandanganku mendadak terhenti kearah seorang cowok yang sangat kukenali.
Ia sangat berantakan. Aku yakin ia tidak mandi berhari-hari dilihat dari wajahnya yang kusam. Ia memakai jaket bertudung untuk menutupi wajahnya. Dan aku tahu persis ia sengaja memilih tempat yang terasingkan karena tidak ingin dikenali siapapun.
Bersama dengan dua temannya yang tidak kukenal, ia meneguk bir langsung dari botolnya. Di mejanya terdapat asbak yang sudah penuh dengan puntung rokok. Segerombolan perempuan dengan pakaian minim menghampiri tempatnya, dan aku terkejut ketika mata kami saling bertemu.
Namun, aku membuang wajahku dan berlari keluar dari klub yang penuh sesak ini.
Aku sengaja memilih rute ke flatku yang lebih jauh, tetapi melewati jalan yang lebih sepi.
Kepalaku terasa pening karena mendengar musik keras, minum minuman keras, dan dibuat marah pula. Benar-benar aku tidak akan berteman dengan Greg lagi. Bukannya aku merasa terhibur, aku semakin sedih karena melihatnya lagi.
Secepat itukah ia mendapat penggantiku? Tentu saja karena idola jutaan gadis remaja di seluruh dunia. Aku hanya beruntung karena pernah merasakannya sebentar."Tunggu"
Aku tersentak merasakan sentuhan yang sangat kukenal. Aku berhenti karena merasa ini tidak mungkin terjadi.
"Charlene"
Aku menundukkan kepalaku, tidak berani menatap si pemilik suara parau yang sangat kurindukan.
Ia mengangkat wajahku yang sudah penuh derai air mata, lalu menghapusnya dengan tangannya sendiri."Mengapa kau masih mencariku?" tanyaku berusaha terdengar tangguh, tetapi malah terdengar lebih menyedihkan dari yang kubayangkan.
Louis memelukku dan mengusap rambutku. Aku dapat mencium bau khasnya. Alkohol dan rokok. Ia tidak bisa keluar dari kencanduannya itu. Jika sampai ia mulai mencoba narkoba, aku benar-benar akan memusuhinya seumur hidup.
"Aku membuat kesalahan, dan aku ingin minta maaf"
"Untuk apa? Memangnya kalau kau mengaku salah, apa jadinya kita sekarang?"
Louis menoleh sekitar kami, dan menyadari ada beberapa orang yang berlalu-lalang.
"Ayo kita bicara di mobilku"
Seolah dihipnotis, aku menuruti Louis menuju mobilnya yang diparkir di sebuah lahan parkir kosong dekat klub malam.
Setelah ia mengunci mobil, ia kembali melanjutkan pembicaraannya. "Aku ingin kita kembali. Aku bisa gila, Carly. Aku masih mencintaimu"
"Mengapa kau berubah pikiran?"
Louis menghela nafas. "Aku tidak berpikir jernih waktu itu, oke?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Louis 👋🏻
FanficCharlene Wright, 18. Seorang gadis asal Jakarta, Indonesia yang ditugaskan oleh pamannya menjadi asisten boyband terkenal asal Inggris yang akan mengadakan konser di Jakarta. Hampir semua personel boyband tersebut ramah kepadanya, namun hanya Louis...