Hello One Direction

46 19 6
                                    

"Selamat pagi, aku Charlene Wright. Aku akan menjadi asisten kalian dalam tiga hari ke depan sampai konser dimulai"
Anggota band yang bermata cokelat, Liam mengulurkan tanganku memberi salam.
"Senang bertemu denganmu. Kami senang dapat tampil di Indonesia"
"Terima kasih, Liam"
Anggotanya yang lain, si pirang dan si rambut keriting ikut memberiku salam. Semuanya memberiku salam kecuali anggota yang punya mata biru kehijauan yang tajam. Ia hanya memakai kaus tanpa lengan putih dan menampilan tato di dadanya. "It Is What It Is".
Ia tampak mengomel dan menggerutu tiada henti. Aku dapat mendengar ia mengeluh bahwa udara terlalu panas di sini.
"Kau ingin minum sesuatu yang dingin?" tanyaku menawarkan sesuatu padanya.
"Tidak, aku baik-baik saja" katanya agak ketus yang membuatku sedikit kesal.
Aku hanya tersenyum dan duduk menghadap anggota band ini dengan tenang. Jauh lebih baik karena aku tidak menggilai mereka, meski teman-temanku sudah memohon untuk bertemu mereka. Bukannya aku tidak mau menolong teman-temanku bertemu dengan tokoh idolanya, tapi karena ayahku melarang orang lain masuk ke rumah ini.
"Charlene, bukankah orang Indonesia tidak berbicara bahasa Inggris? Staff tour kami pernah bilang begitu" tanya Harry tiba-tiba.
Aku yang sedang melamun terkejut mendapat pertayaan dari Harry. Seorang selebriti terkenal.
Dengan tenang aku menjelaskan, "Oh, sebagian besar di kota besar seperti Jakarta, ibukota Indonesia dapat berbahasa Inggris begitu juga dengan Bali, pulau yang terkenal di Indonesia. Generasi muda bahkan lebih pandai berbicara dalam bahasa Inggris daripada Indonesia"
Harry, begitu juga dengan Liam dan Niall tampak terkesan dengan ceritaku. Kecuali si Louis. Ia memejamkan matanya di sofa tampak lelah. Apakah ia masih tidak dapat menyesuaikan waktu di Jakarta dengan di London?
"Tapi kau terdengar seperti orang Inggris" ujar Liam.
Aku mengangguk. "Ya, aku sebetulnya hampir orang Inggris. Ibuku lahir dan besar di Derby. Ia pindah ke Indonesia karena menjadi profesor bahasa Inggris di salah satu universitas di Indonesia. Ayahku setengah Inggris-Indonesia. Kakek dari ayahku, seorang diplomat yang menikahi orang Indonesia"
"Oh, jadi tak heran kau dapat bicara bahasa Inggris dengan lancar"
"Ya, kurang lebih begitu, tapi sebetulnya aku sekolah di..."
"Ayolah, siapa yang butuh ceritamu!" seru Louis tiba-tiba yang membuatku merasa tersakiti.
Ia tidak hanya memotong seseorang yang sedang berbicara, tetapi juga menghinaku. Seakan aku memang bukan manusia yang pantas hidup karena hanya seorang manusia biasa, sedangkan ia seorang selebriti terkenal.
Aku mengangguk. "Tentu saja. Maaf, aku menganggu kalian. Aku lebih baik keluar. Kau bisa pergi keluar jika membutuhkan sesuatu. Semoga harimu menyenangkan. Maaf jika Jakarta tidak sedingin yang kau bayangkan. Kita tinggal di negara tropis"
Louis menatapku setengah terkejut karena sadar aku sedang menyindirnya. Ia memberiku tatapan menusuk yang entah mengapa seolah mengancamku.

***

Hello Louis 👋🏻 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang