Jimin Pov--
Aku mulai bekerja hari ini di perusahaan yang sama dengan paman Namjoon, kita berangkat bersama pukul 7 pagi setelah selesai sarapan dirumah. Aku harus bersyukur karena diseberang gedung kantor ini terdapat sebuah penitipan anak, jadi mulai hari ini aku menitipkan Yoonbae disana selama aku bekerja. Dan aku akan menjemputnya lagi nanti saat aku sudah pulang.
"Kau karyawan baru disini?" tanya seorang perempuan paruh baya yang kurasa adalah pemimpin petugas kebersihan disini.
"I-iya noona. Annyeong. Park Jimin imnida." aku mencoba menghilangkan rasa gugupku karena ini memang hari pertamaku bekerja di Seoul setelah 2 tahun menetap di Busan.
"Aku Hyerin. Baiklah, mari kita berkumpul di loby utama. Kita akan melanjutkan pekerjaan nanti" ucapnya ramah.
Aku berdiri dibarisan paling belakang. Aku tidak bisa melihat dengan jelas seorang pria yang berbicara di depan sana. Jadi aku hanya mendengarkan apa yang dibicarakannya, yang aku tau dari kawan-kawanku disini, ia adalah pemimpin baru yang mulai memimpin hari ini.
Setelah beberapa menit akhirnya pria itu selesai bicara, kami pun bubar. Dan entah kenapa aku tidak mendengar orang tersebut memperkenalkan diri atau menyebut namanya. Ataukah karyawan disini semuanya sudah mengenalnya? Atau aku yang tidak fokus mendengarnya tadi. Ah sudahlah apa peduliku.
Mungkin benar, pagi ini aku memang kurang fokus sepertinya. Tanpa kuduga aku malah bertabrakan dengan seseorang saat terburu-buru kembali untuk mengambil alat kebersihan. Entah mengapa aroma tubuh orang ini tidak asing bagiku, aroma yang beberapa tahun lalu sempat menjadi favoritku. Oh yang benar saja. Min Yoongi. Mata kami bertemu saat aku mendongakkan wajah. Dan entah kenapa rasa sakit perlahan menjalar diseluruh bagian tubuhku saat menatap mata kelam itu. Rasa sakit yang semakin menusuk urat urat di jantungku. Aku benar benar merasa kehilangan nafas sekarang. Peluh dingin mengalir dipelipisku. Tanganku terkepal dan mataku membola menatapnya. Aku benar-benar menyesal telah bekerja ditempat yang salah. Aku selama ini berusaha menghindarinya. Dan takdir malah sepertinya bermain-main denganku saat ini.
"Maaf Tuan." aku tersenyum masam ke arahnya karena ada beberapa karyawan yang menatap kearah kami. Aku hanya berusaha menghormatinya karena dia adalah atasanku.
"P—park Jim—in" suara beratnya bergetar hebat lalu tangan kekarnya memegang lengan kecilku. Mata kelam itu tak melepaskan tatapan matanya sedikitpun dariku. Mata yang telah membuat luka begitu dalam di hatiku.
"Maaf Tuan. Apakah kita pernah mengenal sebelumnya?" aku berusaha menahan air mataku yang sudah ingin pecah disini dengan berusaha tidak membuang mukaku dari arahnya. Entah sejak kapan tubuhku terasa begitu lemas. Dunia benar benar seperti menyedotku ke dalam sebuah lubang besar sekarang.
"Park Jimin. Apakah kau sudah melupakanku? Aku Min Yoongi" suara pria pucat itu masih bergetar dengan hebat, tangannya mencengkeram erat lenganku yang kini mulai terasa sakit. Aku yakin pasti nanti akan meninggalkan bekas memar disana.
"Maaf saya benar tidak mengenal anda Tuan. Tapi saya rasa anda adalah pria yang berdiri di depan tadi dan memberikan pidato untuk kami. Permisi." aku masih berusaha sebisa mungkin menahan agar air mataku tidak tumpah disini, namun gagal. Sebulir air mata sudah lolos dan aku benar benar muak dan harus segera pergi dari sini. Aku menghentakkan tanganku kasar kemudian berlalu meninggalkan Yoongi brengsek itu.
Aku melihat paman Namjoon yang berdiri di dekat lift dan mungkin dia melihat kejadian tadi.
Aku berlari sekuat yang kubisa menuju kamar mandi. Meninggalkan lelaki pucat yang biadab itu yang berdiri mematung di tempatnya. Aku sudah tidak peduli lagi. Aku sepertinya harus segera pindah kerja dari sini. Meskipun ini hari pertamaku bekerja. Namun semua ini demi Yoonbae. Aku tau betul siapa Min Yoongi. Dia benar-benar berbahaya dan bisa melakukan apapun yang dia mau. Aku membenci fakta itu.
Aku melanjutkan pekerjaanku untuk membersihkan ruangan demi ruangan yang sudah diberitahu oleh seniorku. Aku kembali keruang kebersihan untuk meletakkan alat-alatnya. Dan aku berniat duduk untuk sekedar menghilangkan rasa penatku untuk beberapa menit. Namun sialnya aku dipanggil dan disuruh menghadap pria biadab itu. Ya tentu saja Min Yoongi selaku Direktur Umum disini dan mungkin juga pemilik perusahaan ini.
Dengan langkah gontai aku memasuki ruangannya saat seorang wanita bernama Bella membukakan pintu untukku dan tersenyum ramah padaku, dia sekretaris Yoongi kurasa.
"Ada apa?" ucapku datar dan tanpa minat menatap Yoongi.
"Duduklah." Yoongi dengan intonasi baritone nya menyuruhku duduk. Dan sialan. Dia menatapku seperti singa yang kelaparan. Aku benar-benar membenci hal itu.
"Jadi?" ucapku datar.
"Park Jimin. Aku benar-benar merindukanmu. Kemana selama ini kau pergi? Sudah 2 tahun aku mencarimu diseluruh kota, namun aku tidak menemukanmu juga." ucap Yoongi dengan tatapan menahan emosi di matanya. Suaranya masih bergetar, dan aku benci mendengarnya.
"Apa aku tidak salah dengar?" ucapku datar tanpa memperhatikan kearah Yoongi sedikitpun.
"Jiminnie. Aku serius. Aku selama ini mencarimu kemana mana dan-"
"DAN APA TUAN MIN YOONGI YANG TERHORMAT?! BERHENTI MENGUCAPKAN OMONG KOSONGMU ITU. AKU TIDAK TERTARIK SAMA SEKALI MENDENGARNYA. AKU BENAR-BENAR MUAK BERADA DISINI. TOLONG BIARKAN AKU KELUAR DARI RUANGAN INI. RUANGAN INI RASANYA SEPERTI MENCEKIKKU !!!!" aku berteriak dan berdiri dari tempat dudukku hendak beranjak meninggalkan ruangan laknat ini. Tapi sialan, tangan kekar itu menahanku dan menarikku kedalam pelukannya.
Aku memukul keras dadanya dan itu berhasil membuatnya sedikit terdorong menjauh dari tubuhku.
"CUKUP TUAN MIN YOONGI !! AKU SUDAH TIDAK SUDI LAGI BERADA DALAM PERMAINANMU. JANGAN BERANI-BERANI MENYENTUHKU. OH YA. HARI INI JUGA. TANPA MENGURANGI RASA HORMATKU PADAMU, AKU MENGUNDURKAN DIRI DARI PERUSAHAANMU" kali ini aku berteriak lebih kencang dari sebelumnya, aku tidak peduli lagi jika ada orang lain yang mendengar, tapi yang kutau diruangan ini hanya ada kami berdua. Tidak ada siapapun. Dan kuyakin ruangan ini juga kedap suara sehingga suaraku tidak akan keluar dari ruangan ini. Masa bodoh dengan telinga Min Yoongi yang akan tuli setelah mendengar teriakanku.
Aku segera menghentakkan tangan Min Yoongi yang mencoba memegang lenganku kembali dan segera berlari keluar dari ruangan itu. Sekali lagi, meninggalkan Min Yoongi yang berdiri mematung di tempatnya dengan emosi meluap-luap yang aku sendiri tidak tau apa sebabnya. Aku tidak peduli lagi. Yang ku pikirkan saat ini adalah segera mengemasi barangku dan pergi dari kantor biadab ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOONMIN : Desire Becomes Surrender
FanfictionJimin harus mengubur mimpi-mimpinya saat sebuah kehidupan baru mulai tumbuh di dalam perutnya. Sebuah keistimewaan yang tidak dimiliki namja lain, namun sekaligus menjadi sebuah kenyataan pahit karena ayah dari janin tersebut tidak mengakuinya. Keny...