FALL

1.4K 54 2
                                    

Malam itu karena baju keduanya basah, Axel memutuskan untuk langsung mengantar Violla pulang dan memberi ide delivery makanan saja. Violla sendiri tidak masalah. Mood-nya hari ini dari skala satu sampai sepuluh, mungkin di delapan koma lima. Sepanjang jalan hatinya begitu tenang. Rasa kesal dan lainya bisa banyak terlupakan. Ia sendiri sebenarnya merasa sedikit aneh. Padahal ia pergi dengan seseorang yang baru saja dikenalnya, pergi berdua ke pantai sepi, menghabiskan sepanjang hari, lalu pulang kembali bersama, namun rasanya entah kenapa begitu nyaman.

Axel meminjamkan kaosnya karena pakaian Violla yang basah, sedang dia sendiri akhirnya bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana selutut yang juga basah. Violla tidak memungkiri, bahwa Axel cukup gentlement, ia memilih menahan dingin daripada melihat Violla yang menggigil. Violla juga mengakui diam-diam, bahwa tubuh Axel nampak begitu menawan. Perutnya padat dan lengannya terbentuk tak berlebihan. Cukup untuk menganggu jantung dan konsentrasinya beberapa kali.

Tapi Violla pun tak menyadari, bahwa Axel melakukan itu, karena ia ingin menghindari hal yang tak diinginkan. Baju Violla yang basah mencetak tubuhnya begitu jelas dan itu juga jelas dapat mempengaruhi dirinya. Lagipula beberapa kejadian sudah dapat membuatnya menarik kesimpulan, bahwa wanita ini kurang hati-hati. Low self defense. Jika pria itu bukan dirinya, ia tak tahu apa yang akan terjadi. Untung saja ia masih bisa berpikir jernih dan kesepakatannya dengan Felona pun menjadi batasan dalam dirinya bertindak.

***

Mereka sampai agak malam, jalanan yang padat membuat mereka kelelahan. Violla lagi-lagi tertidur setelah beberapa kali mengeluh lapar dan begitu sampai ia malah sudah terlelap.

Kali ini Axel memilih untuk mengangkat tubuh wanita itu tanpa membangunkan. Ia tidurkan wanita itu di sofa bawah, lalu kembali keluar untuk mengunci kendaraan dan pintu rumah.

Entah kecapaian, Violla tetap terlelap hingga kembali mendengkur. Kaos milik Axel yang besar cukup baik membungkus tubuhnya, namun tak mampu menyembunyikan keindahan kaki jenjang milik wanita itu, yang lagi-lagi membuat Axel teralihkan. Sambil berdecak, ia mengambil bantal disekitar sofa untuk menutupinya dan setelah selesai berbenah, ia menelepon layanan pesanan makanan, sambil menunggu mungkin wanita itu akan terbangun karena kelaparan.

Beberapa jam berlalu, tepat pukul sepuluh malam, Violla akhirnya tersadar, perutnya yang sudah protes berbunyi membuatnya segera bangkit dari sofa. Namun ia berhenti ketika melihat Axel yang berada di seberangnya sudah terlelap. Dua paket burger tergeletak rapih di meja
antara keduanya. Milik Axel hanya tinggal minuman, selebihnya sudah dimakan habis menyisakan bekas kertas. Milik Violla masih lengkap. Namun perhatian Violla mendadak terfokus pada bungkus burger itu.

Crispy Fillet Fish?

Dari mana ... dia ... tahu?

Violla kini menatap lekat pria yang nampak lelah itu. Tak hanya wajah, tapi seluruhnya, tubuhnya masih topless itu kembali membuat Violla berdebar.

Sial kau, Felona!

Setelah selesai makan, Violla perlahan merapihkan bekas makan di meja. Ia agak mengendap agar tak membangunkan. Melihat Axel yang pulas ia beranjak ke atas berinisiatif mengambil selimut. Agak terburu-buru ia menaiki anak tangga, lalu menarik selimut dari dalam lemarinya dan kembali turun.

Axel terbangun ketika mendengar derap langkah di tangga kayu itu, ia sadar Violla sudah tak lagi di tempatnya.

Sedikit khawatir ia beranjak bangkit dan bermaksud untuk menyusul, namun kemunculannya seketika di dasar tangga membuat wanita yang tengah kembali turun itu terkejut.

"Hati-hati, Violla!"

Terlambat. Violla menginjak juntaian selimut yang ia pegang sendiri dan tubuhnya terpeleset dan meluncur dengan indah menuruni tangga.

Dengan panik Axel bergegas menangkap tubuh Violla dan mereka jatuh dengan keras. Violla tahu Axel menahannya tepat ketika ia hampir mencapai dasar. Tangannya mantap mencengkram, lengannya kuat memeluk, dan Violla kini berada tepat di atas tubuh pria itu. Posisinya tidak bagus. Tubuh mereka benar-benar menempel dan Axel masih memeluknya erat. Ia berada lekat dengan tubuh menawan itu dan jujur tak merasa sakit sama sekali.

"Ka-kau tak apa-apa?" suara Axel terengah, ia terdengar sesak.

"I-iya aku tidak apa-apa." Violla perlahan menarik mundur tubuhnya, dan menatap Axel yang tergeletak di bawahnya. Wajahnya begitu dekat dan ia nampak agak kesakitan.

"Kau ... tidak apa-apa?" Violla menatap pria itu, lalu menaruh salah satu tangannya di dada pria itu. Hangat kulitnya dapat ia rasakan. Axel hanya tersenyum.

"Aku baik-baik saja, kau cukup berat, ya?"

"Eh, sorry!" Violla lekas bangkit buru-buru.

"Tidak aku hanya bercanda." Axel terkekeh sambil bangkit terduduk.

"Aku memang berat, kuakui itu." Violla ikut duduk dan tersenyum tipis.

"Maaf aku keburu terbangun." Axel sedikit tak enak melihat selimut yang telah dibawa.

"Kau bisa memakainya nanti malam."

"Kau ingin aku menginap?" Keduanya saling bertatapan, Violla nampak bingung.

"Bukannya kau menginap sejak kemarin?" Axel kembali terkekeh, ia lalu menggeleng.

"Rumahku berada di sebelahmu, terlalu dekat untuk menginap."

"Oh, baiklah, aku baru tahu hal itu." Wanita itu pun bergegas bangkit dan membuang muka karena malu. Kembali ke sifat aslinya yang angkuh. "Jangan salah paham." Axel ikut bangkit berdiri dan tersenyum diam-diam.

"Aku yakin sudah mengatakannya sejak hari pertama bertamu."

"Benarkah? aku tak ingat, tuh." Wanita itu pun beranjak menjauh sambil menarik selimut. Sialnya ia sebenarnya ingat. Tentu saja ia mengingatnya. Tapi ia bersumpah menyangka Axel memang menginap dan keadaan ini menjadi salah paham. Benar-benar menyebalkan.

"Baiklah, kalau begitu aku pulang dulu, tidak apa kutinggal? kau bisa menghubungiku jika ada sesuatu yang mencurigakan."

"Apa maksudmu mencurigakan?" Violla menoleh menatap sinis pria itu.

"Aku tak yakin, ini hanya perumpamaan." Violla berdecak kesal, dan Axel menangkap itu manis. Ia tahu wanita itu mendadak khawatir.

"Hentikan menggodaku, aku sudah terbiasa sendiri." Axel pun tersenyum. Sebenarnya ia ingin tertawa. Wanita ini memang keras kepala.

"Baiklah kalau begitu." Axel memutar tubuh dan beranjak ke pintu keluar. "Besok pagi aku kembali." Ia menoleh dan menatap Violla yang tengah menatapnya.

"Ya, bebas, terserah padamu." Wajahnya kembali sinis.

"Kalau begitu kunci baik-baik pintunya." Violla pun menghampirinya, Axel tersenyum ketika Violla mendekat. Tapi wanita itu tak membalas.

"See you tommorow." Pintu pun segera ditutup. Violla terdiam di sana. Jantungnya berdegup dan ia masih menatap kunci rumahnya sendiri.

"Ck! ada apa sih denganku?!" diputarnya kunci itu sekenanya.

Semua gara-gara kakak!

***

HOLD ON METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang