Ciuman Axel yang lembut perlahan berangsur menuntut, genggamannya mengerat dan sentuhannya menguat. Satu lengannya memeluk tubuh Violla satunya lagi menjamah rahang wanita itu. Ia tahu jika itu Violla akal sehatnya seolah menguap, itulah yang membuatnya menyatakan perjanjian itu pada Felona, jadi sebenarnya bukan Felona tapi Axel lah yang mengajukan untuk memperingati dirinya sendiri. Violla tidak pernah tahu sekuat apa keinginan Axel untuk menyentuhnya, menikmati setiap inchi tubuhnya. Wanita ini tidak mengerti dan semua hal dibaliknya. Ia hanya selalu fokus pada dirinya sendiri, depresi dan rasa terpuruknya.
Violla, Violla dan Violla.
Desahan Violla membuat ciuman Axel beranjak ke arah telinga lalu turun ke leher jenjang itu. Ia merasakan jemari kecil Violla meremas bagian belakang kemejanya. Violla yang naif, Violla yang polos dan rapuh. Semakin lemah wanita itu semakin ingin ia memeluknya erat, melindunginya dari apapun. Tidak, sebenarnya ia juga ingin menyentuh, dan merasakan Violla seutuhnya. Axel seperti saint juga devil secara bersamaan walaupun sekuat tenaga ia menahan keinginannya.
"Axel ..." Violla menyentuh wajah pria itu dan menatapnya. "Sepertinya aku ... menyu..." Axel segera membungkam bibir kemerahan itu dengan ciumannya lagi seolah ia tak perlu lagi mendengar sisa kalimat tadi. Ia sudah tahu, sudah ia prediksi. Tidak mudah memang membuat semuanya berjalan sesuai rencana, tapi ia bersyukur mengetahui bahwa Violla ternyata perlahan mulai memiliki perasaan yang sama dengannya.
"I know, you don't have to tell me," ujarnya setelah melepas ciuman dan menatap wajah Violla yang bersemu.
"Aku selalu melakukan hal bodoh, dan juga selalu menyesalinya kemudian." Violla mendengus lalu mundur perlahan melepas rengkuhan Axel. "Kadang sampai saat ini aku tidak tahu apa yang sebenarnya kuinginkan." Kini sofa menjadi pendaratannya. Axel masih memperhatikan lalu berjalan mendekat dan duduk di samping wanita itu.
"Kamu menyesali perasaanmu sekarang?" Axel melirik Violla yang terdiam lalu tersenyum pahit.
"Entahlah, mungkinkah keadaan yang membuatku begini, stuck in this place and suddenly you came just like a saint."
Axel tersenyum hangat, hal yang diam-diam Violla kagumi. Axel membuat dirinya selalu goyah dan terbuai pesonanya, padahal ia tidak benar-benar mengenalnya, mungkin ia juga tidak perlu tahu selama Axel selalu berada di sekitarnya, itu sudah cukup. Aneh sekali.
"Aku gak tahu siapa kamu dan anehnya itu tidak menggangguku." Violla terkekeh lagi. "Ck! pikiranku kacau, sebaiknya aku tidur, dan kamu ..." Ia menatap Axel perlahan dengan sedikit keraguan, "kamu boleh pulang."
Axel hanya mengangguk dan mengikuti Violla yang berbalik dan langsung naik. Ia pun segera menarik jaket dan segera melangkah keluar. Dari luar ia menengadah ke atas menatap lampu kamar Violla yang menyala. Bibirnya tersenyum sepintas lalu kembali melangkah.
Di luar tak lama Jayden datang dengan motornya dan berhenti tepat di depan rumah Violla, melewati Axel yang sudah akan masuk ke dalam rumahnya.
Violla hampir memejamkan mata ketika ponselnya mendadak berbunyi. Ia langsung siaga mengambil, entah kenapa Axel menjadi tebakan pertama karena biasanya selalu pria itu, namun alisnya menaut ketika nama Jayden yang malah terpampang.
Ngapain sih dia?
"Violla? kamu sudah tidur?" Jay segera bertanya begitu Violla menerima panggilannya.
"Ada apa, Jay? yah aku baru saja akan terlelap." Violla menjawab malas.
"Aku di depan rumahmu, ada yang ingin kuberikan padamu, besok ternyata aku harus kembali lebih awal, mungkin kita bisa bertemu sebentar? please? just ten minutes."
KAMU SEDANG MEMBACA
HOLD ON ME
RomanceRaviolla atau Violla, seorang mantan model yang cantik dan ideal, harus terpaksa mengubur mimpinya dalam-dalam. Ia diberhentikan paksa dan diasingkan ke sebuah kota, atas pengawasan kakak perempuannya Felona, dan semua itu hanya demi mengikuti ambis...