Lagi-lagi pagi itu menjadi rutinas mereka berdua untuk sarapan. Violla menyiapkan makanan berat dan Axel membuat minuman. Semuanya sudah tak terasa kaku lagi. Walau Violla tetap saja dengan pembawaanya yang sedikit ketus dan judes.
"Lenganmu sepertinya sudah membaik?" Axel sudah berada lagi di sisi kanannya, wajahnya begitu dekat menatap tangan Violla yang tengah mengoles selai.
"Lukanya sudah mengering, tak perlu lagi di perban." Violla menjawab santai.
"Bibir dan dagumu juga sudah kembali seperti semula."'Wajah Axel semakin lebih dekat.
"Kau perhatian sekali." Violla sengaja menoleh, membuat wajah keduanya saling berhadapan dan hanya berjarak lima senti. Sialnya, ia tak bisa menahan degupan di dadanya.
Axel tak berkata apapun, matanya menatap mata wanita itu beberapa saat sebelum beralih ke bibirnya. Ia menyungging sedikit senyuman.
"Aku di sini memang untuk itu, Violla," jawabnya santai.
"Seharusnya tidak." Violla menyelesaikan kegiatannya, lalu menaruh beberapa roti bakar berselai itu di atas piring. Ia berbalik untuk meletakan piring itu di atas meja ketika kakinya selip.
Axel menangkap tubuh Violla dengan sebelah tangannya dengan mudah, seolah ia sudah bisa meramalkan itu. Violla pun tak jadi jatuh. Hanya dua buah roti berhasil mendarat di lantai.
"Salah satunya untuk ini," ujar pria itu santai, alasannya terkuatkan oleh kecerobohan Violla. Wanita itu mengutuk dirinya sendiri. Memang benar, akhir-akhir ini Axel banyak menolongnya ketika ia melakukan hal bodoh.
"Iya, baru kusadari itu." Violla membuang muka. Axel tersenyum lagi memperhatikan Violla yang segera beringsut dari lengannya. Axel kemudian membungkuk untuk meraih roti yang jatuh.
"Tak usah di ambil!"
"Belum lima menit, biar aku saja yang makan ini." Axel langsung menggigit dua roti itu sekaligus tanpa menunggu persetujuan. Violla hanya bisa menaut alisnya lalu menghela.
"Kau benar-benar aneh," ujar Violla sambil mengambil sebuah roti lalu ia gigit dua kali.
"Felona bilang kalian jarang masak, tapi kulihat kau cukup rajin, tiap hari bikin sarapan dan makan siang, apa dia salah bicara, ya?"
"Aku sedang mood saja. Kalau tidak ya tidak bikin." Entah kenapa wajahnya memanas. Axel terkikik.
Sial! Felona benar-benar banyak omong.
"Berarti mood-mu seminggu ini baik dong?" Axel kembali menggoda dan berhasil membuat wajah Violla semakin merona.
"Bisa jadi, tapi tak ada hubungannya denganmu." Violla langsung membuat tembok tebal-tebal. Ia tak ingin Axel berpikir lain. Diam-diam pria itu kembali tersenyum.
Violla mendapati Axel yang tengah menghabiskan dua roti tadi sambil menyesap teh hangatnya. Mimik wajahnya biasa-biasa saja.
"Sukurlah kalau begitu," ujar pria itu menyapa tatapan Violla.
Lagi-lagi Violla merasa ada yang salah dengan jantungnya. Selalu saja bereaksi setiap mereka beradu pandang. Aneh sekali.
"Besok Felona sudah kembali, begitu pula aku. Kupikir seminggu ini rasanya cukup menyenangkan," Axel berujar tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOLD ON ME
RomanceRaviolla atau Violla, seorang mantan model yang cantik dan ideal, harus terpaksa mengubur mimpinya dalam-dalam. Ia diberhentikan paksa dan diasingkan ke sebuah kota, atas pengawasan kakak perempuannya Felona, dan semua itu hanya demi mengikuti ambis...