Felona pulang tanpa mengabari Violla siang itu. Ia dan satu koper besarnya sudah berada di depan pintu, tepat setelah supir taksi membantu membawanya turun.
Gerakannya terhenti ketika menatap sepasang sepatu yang dikenalnya. Bibirnya melengkung tipis.
"Aku pulang." Ia mendorong pintu depan yang tak terkunci, lalu menarik koper besarnya masuk.
Violla hanya menoleh sesaat, lalu ia kembali memasak. Axel menyapa, lalu menghampiri temannya itu.
"Kau belum pulang?" Felona menatap Axel heran. Seharusnya hari ini Axel sudah berangkat. Pria itu terkekeh lalu menggeleng pelan.
"Nanti malam, ku pending tadi." Felona menaut alisnya bingung.
"Dan, adikku, Violla benarkah itu kau?" Felona hampir menganga menatap Violla yang asik dengan masakannya, "kau benar masak? tanganmu bagaimana?" Felona bergerak mendekat untuk benar-benar memastikan penglihatannya.
"Berhenti mengangguku." Violla menyikut kakaknya agar menjauh. Felona pun tertawa kecil lalu sedikit menyingkir, matanya berbinar. Nampaknya ia takjub melihat perubahan yang tak wajar pada adiknya.
"Oh, ini sangat langka, aku baru tahu kau suka masak, Violla, apakah Axel yang membuatmu begini?" Felona menatap adiknya dan pria di seberang sana bergantian. Wajahnya tersenyum penuh arti.
Axel hanya mengedik lalu terkekeh, sedang Violla bergeming. Ia menumpahkan hasil masakannya ke dalam sebuah wadah, asapnya mengepul, aromanya menyeruak menggugah selera.
"Wah harumnya, kau masak apa ini?" Felona kembali mendekat, lalu mengintip ke dalam wadah besar itu.
"Silahkan ambil piring dan sendok masing-masing jika ingin mencoba. Jangan banyak komentar." Violla menyendok supnya dengan sendok kecil yang ditiup sebentar lalu ia cicipi. "Not bad."
"Axel, bisa kau jelaskan, sejak kapan ia suka memasak?" Axel mengedik lagi.
"Justru aku yang butuh penjelasan darimu, kau bilang kalian tak pernah masak?"
"Yah memang benar seperti itu!" Felona kembali menatap Violla yang tetap berekspresi datar, tengah menyajikan sup itu ke dalam beberapa mangkuk.
"Lebih baik makan sup ini dan berhenti bertanya, Kak, memang kenapa kalau aku jadi senang memasak? mungkin adikmu ini sudah terlalu stress berdiam diri." Felona terdiam, lalu bibirnya melengkung tipis.
Axel memberi isyarat kepada Felona untuk ikut duduk bergabung dengan adiknya, dan dua mangkuk yang telah tersaji itu mereka ambil, lalu makan dalam diam.
"Ini enak." Axel meletakan sendoknya rapih di atas mangkuk. Ia menoleh menunggu reaksi Violla, tapi wanita itu bergeming, tak seperti biasanya, wajahnya datar, dan ia tetap asik mengaduk-aduk supnya yang tinggal sedikit.
"Thanks." Akhirnya ia membalas, namun tanpa menatap balik. Felona yang berada di antara mereka hanya diam memperhatikan.
Setelah selesai, Violla memutuskan untuk meninggalkan kakaknya dengan pria itu. Rasa kesalnya masih bersisa terhadap Felona, seminggu menelantarkannya dengan seorang pria.
Apa kakak tak bisa memprediksi ini? semua terjadi karena ulahnya!
Felona bangkit, matanya mengikuti arah adiknya pergi lalu menghela.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOLD ON ME
Roman d'amourRaviolla atau Violla, seorang mantan model yang cantik dan ideal, harus terpaksa mengubur mimpinya dalam-dalam. Ia diberhentikan paksa dan diasingkan ke sebuah kota, atas pengawasan kakak perempuannya Felona, dan semua itu hanya demi mengikuti ambis...