HURT

1.3K 51 4
                                    

Axel kembali dan menemukan rumah itu kosong membuatnya menghela kesal. Mau tak mau ia harus melacak keberadaan Violla yang entah berada di mana. Ia tahu mungkin seharusnya tadi tidak meninggalkannya. Kini di kepalanya hanya ada satu-satunya kemungkinan ke mana Violla pergi. Ia mengambil ponsel dan mengetik pesan menanyakan keberadaan wanita itu, padahal ia tahu Violla mungkin tidak akan membalasnya.

***

Jayden tengah di makeover wajah juga rambutnya. Sesekali ia melirik ke arah Violla memastikan temannya itu tetap berada di tempatnya dan baik-baik saja.

Beberapa kursi memang disiapkan untuk para crew, tepatnya di belakang kamera. Studio itu cukup luas untuk menampung lebih dari 50 orang. Ada beberapa orang model di sana, dan tidak ada satu pun yang ia kenal, cukup membuatnya lega. Jay benar, hanya dia yang senior, walaupun ia tidak menjamin di tengah-tengah nanti siapapun bisa datang dan Violla kenali.

"Halo, kamu temannya Jay?" seorang pria dengan usia matang tiba-tiba menghampirinya. Wajahnya ramah dan ia langsung duduk tanpa sungkan sambil mengulur tangannya. "Gua Freza, manager baru Jay." Violla sempat enggan namun akhirnya menjabat perlahan tangannya, dan Freza menyalaminya cukup lama sebelum melepas.

"Saya cuma ikut menemani Jay saja sebentar." Violla menjawab sambil kembali menarik tangannya.

"Oh, begitu, kok gua kayak pernah liat elo ya?" Pria itu seperti mencoba mengingat-ingat. "Boleh tahu siapa nama lo?"

"Raviolla." Violla menjawab dengan sedikit helaan, dan benar saja mata pria itu mendadak melebar, seolah baru saja menyadari sesuatu. Yang Violla tahu dulu Jay tak pernah punya manajer, mungkin sekarang berbeda.

"The one famous Raviolla?!" Freza bergeser satu kursi dan kini dia tepat di sebelahnya. Violla bisa mencium aroma white musk yang cukup menusuk dari pria itu, membuatnya menahan napas. "Salah satu brand ambassador G**ci, dan A**ner Indonesia, oh kamu juga anak dari pemilik United Parfume Company dan ...

"Bicara apa anda." Violla segera memotong sambil tersenyum kecil, berharap pria di sebelahnya ini berhenti bicara.

Ah, dia benci situasi ini, bertemu seseorang yang mengenal statusnya juga ternyata tidak baik.

"Jay tidak bilang dia ketemu elo, kalau tahu dari awal kenapa gak sekalian gabung, wah sayang banget!" Freza menoleh Jay yang juga menatapnya.

"Frey, jangan ganggu dia!" Jay berteriak dari tempatnya dan Freza hanya terkekeh.

"I'm not! just casual chat."

"I warn you!" Kali ini Jay mengacung jarinya, membuat Freza berdecak dan mengedik menatap Violla.

"Dia tetap segalak biasanya, tapi gak pernah segalak ini masalah cewek, apa kalian pacaran?" Pria itu menatap Violla penasaran.

"Hell no." Violla tersenyum tipis.

"Great!" Freza nampak puas dan ia pun segera bangkit dan pergi ke arah Jay.

Jay menceramahinya sesuatu sebelum kembali menatap Violla dan memberi tanda ok. Violla hanya memutar matanya dan kembali menatap ke arah beberapa model yang tengah berpose.

Beberapa menit berlalu tiba giliran Jayden untuk difoto. Setelah didandan dan tatanan rambutnya berubah pria itu mendadak terlihat lebih baik. Tidak hanya itu, Violla sempat sulit mengalihkan mata ketika Jay berpose maskulin dengan wajahnya yang bisa 100 persen berubah jika sudah di depan kamera, jantungnya berdebar.

Hampir satu jam akhirnya pemotretan Jay selesai. Violla merasakan sesuatu yang membuatnya kembali mengingat masa lalu, ketika Jay masih bersamanya saat itu lalu semua yang tiba-tiba berebut keluar untuk ia ingat sukses membuat kepalanya semakin pusing. Belum lagi perasaan anehnya. Ia ingin kembali di profesinya dulu tapi juga membenci keputusan sepihak mama dan ia juga kesal dengan dirinya sendiri.

Sial! kenapa harus berhadapan dengan dilema seperti ini lagi? Ia tidak mau perasaannya balik seperti hari pertama Felona membawanya pindah ke rumah itu! menyebalkan sekali!

"Violla? are you ok?" Jay ternyata sudah duduk di sampingnya dan Violla yang sibuk memijat kening tak menyadari itu.

"Bawa aku keluar dari tempat ini." Violla langsung bangkit dan Jay segera mengangguk walau bingung.

"Sorry apa aku membuatmu menunggu lama? tahu begitu kamu gak perlu ikut." Ia menghela kesal walaupun Violla tak bicara apapun sejak tadi.

"Mungkin sebaiknya aku pulang saja." Akhirnya ia membuka mulut dan jelas membuat raut wajah Jay terlihat kecewa. "Kepalaku sakit, aku gak bisa menikmati apa-apa sekarang."

"Bagaimana jika kita beli minuman dingin atau makanan manis dulu, aku yakin tempat tadi membuatmu merasa ..."

"Just take me home." Violla memotong Jay tak sabar. "Please." Tatapan merana Violla membuat Jay sedikit terdiam lalu mengangguk dan menarik lengan wanita itu mengikutinya.

Sepanjang perjalanan Violla tidak bicara apa-apa. Jay mulai merasa tidak enak, tapi juga tahu bertanya pada wanita itu akan percuma saja.

Sampai di depan rumah Violla langsung turun. Jay masih menatapnya khawatir. Tapi ekspresi Violla tak mampu ia tebak. Wanita itu hanya terdiam dan wajahnya sedingin es.

"Violla aku minta maaf jika ada sesuatu yang membuatmu gak nyaman. Mungkin Freza mengganggumu? atau pemotretan tadi terlalu lama dan membosankan? aku ..."

"Jay, aku hanya ingin pulang dan istirahat, ok. Thanks sudah antar aku pulang." Violla memberi senyuman tipis sebelum berlalu meninggalkan pria itu tanpa menjawab apapun.

Jay tetap berdiam di tempatnya hingga Violla masuk ke dalam rumah dan menghilang. Wanita itu bahkan tak menoleh padanya barang sekali pun. Ia menghela lalu menutup kaca helmnya sebelum pergi.

Setelah menutup pintu Violla melepas sepatunya begitu saja dan berputar untuk berjalan masuk, tapi ia terlonjak ketika menemukan Axel sudah berdiri tepat di belakang, menjulang menghadapnya.

"A ... Axel?"

"Kamu dari mana?" Violla yang enggan menjawab melipat bibir dan langsung memeluk pinggang Axel begitu saja. Ia menempelkan kepalanya erat di dada pria itu, air matanya pun tumpah.

"What's happen?"

"Just hold me!"

Axel yang bingung langsung memeluk balik tubuh wanita itu erat. Ia juga mengecup puncak kepala Violla bahkan menghirup harumnya rambut wanita itu. Violla masih menangis dan tubuhnya bersengguk. Axel membiarkan sejenak hingga wanita itu tenang. Ia sudah banyak belajar menangani mood swing Violla.

"Give me that, please, Axel."

"What?" Axel menunduk melihat wajah Violla yang seketika menengadah sambil menatapnya dengan memelas. Belum pernah ia melihat ekspresi wanita itu selemah ini, seolah ada sesuatu yang membuatnya rapuh.

"You know what ..." Violla masih berlinang air mata ketika bibirnya perlahan tergigit.

Axel yang terdiam sejenak menatap lekat wajah Violla yang entah kenapa membuat dadanya pun ikut merasa sesak. Ia merasa cengkraman tangan Violla di pinggangnya menguat.

"Violla ..."

Axel pun menekan bibir Violla saat itu juga.

***

HOLD ON METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang