Seharian ini Violla lebih memilih untuk istirahat. Kakinya masih terasa pegal dan sejak malam ia juga sulit terlelap. Sesuatu yang dikerjakannya bersama Jay akhirnya tak ia gubris sedikit pun. Rasa lelah dan rencananya untuk merangkum hasil data membuatnya malah merasa pusing dan stuck sesaat.
Ia juga hampir tidak percaya apa yang sebenarnya kemarin ia lakukan bersama Jay. Hanya demi data ia rela memakai pakaian yang membuat Axel menatapnya aneh, bahkan hingga menjemputnya pulang hanya untuk menjauhkannya dari temannya sendiri.
Felona juga belum memberi kabar kepulangannya. Ia berdecak mengetahui kakaknya yang super sibuk itu membiarkan begitu saja adiknya dengan orang lain. Untung saja orang itu adalah Axel. Ia berjengit membayangkan pria lain yang menjaganya selain Axel.
Hei ada apa dengan Axel?!
Ia menggelengkan kepalanya berulang mencoba menampik pikirannya sendiri.
Jangan mulai lagi Violla, there was nothing beside that he only gave you a favor ...! No heart feeling, nothing!
Violla menarik napas dan memilih untuk turun dan memasak apa pun yang bisa memenuhi perutnya siang ini. Setelah makan malam yang Axel bawakan semalam menemaninya terjaga, siang ini ia kembali lapar dan mulai sedikit mengantuk.
Violla berhenti melangkah di anak tangga terakhir ketika ia menemukan Axel yang tengah berada di dapur, membelakanginya dan terlihat menyeduh sesuatu.
Tak ingin ambil pusing ia berdehem sebelum kembali melangkah mendekati pria itu. Axel menoleh mendapati Violla dengan rambutnya yang terurai sedikit berantakan, baju terusan tidur yang belum diganti dan wajah bangun tidurnya yang polos dan sebenarnya sangat terlihat manis.
Ia tersenyum menyapa membuat Violla agak terkejut dan mau tak mau membalas senyuman pria itu walau hanya sekilas dan segera berpaling ke arah kulkas. Axel menyadari pipi Violla yang bersemu dan itu membuatnya kembali tersenyum kecil.
"Tidak pergi hari ini?" tanya Axel memecah keheningan dan Violla menggeleng tanpa menjawab. "Hot chocolate?" Ia menawarkan sambil menyesap kopi hitamnya perlahan.
"Boleh." Tangannya sudah meraup dua butir telur yang akan ia masak omelet simpel setelah tidak menemukan apa pun yang menarik di sana. "Dari pukul berapa kau datang?" Ia mengambil sebuah pan dan diletakannya di atas kompor, setelah itu mengambil mangkuk, garpu dan mulai memecahkan telur, menuangkan susu lalu mengocoknya.
"Dua jam yang lalu. Kupikir kau akan pergi, tapi ternyata tidak juga turun." Ia mengaduk susu hangat itu lalu berjalan ke arah meja dan meletakkan gelas itu di sampingnya. Violla mengangguk sekilas menatap segelas susu miliknya yang akhir-akhir ini selalu diseduh Axel.
"Aku berpikir untuk tidak melanjutkan pekerjaan itu dulu, kepalaku penuh." Violla menuang hasil kocokan telur yang sudah halus itu ke dalam pan dan ia mulai memasaknya, menaburkan garam, merica, dan sedikit penyedap. Axel memperhatikan gerak-gerik wanita itu tampak samping.
"That Jay won't look for you?" Axel terkekeh dan memalingkan wajah. Violla menghela dan memutar matanya. Ia tidak ingin membahas temannya karena ia juga tidak tahu apa yang akan ia lakukan setelah ini. Jay yang flamboyan memang banyak membantunya, jadi sebenarnya ia tidak terlalu kesal juga.
"Maybe he will, let see." Ia membalas pertanyaan Axel yang menurutnya sedikit menyentil entah kenapa, dan pria itu kembali menatapnya tapi tidak berbicara apa pun. "I kiss you just for your care last night, don't get that wrong."
Ia tersenyum kecil sebelum mengangkat alisnya. "Aku tahu." Axel kembali menyesap kopinya dengan tenang. "Aku senang kau melakukannya."
Hah?
Violla tak bisa menahan ketika debaran itu muncul setelah Axel mengatakan kejujurannya begitu saja. Begitu santai dan damai, dan Violla menyadari perasaannya tetap tidak mampu berbohong.
"Whatever," ujarnya setelah menghela napas lalu mengambil dua buah piring dan ia letakan masing-masing omelet di atasnya.
Axel menarik kursi di sampingnya beberapa detik sebelum Violla berniat menariknya sendiri, dan pria itu hanya tersenyum mempersilahkan sebelum kembali menyesap kopinya.
Violla tidak membalas senyuman itu, tapi ia meletakan dua piring itu di hadapannya dan satu lagi di depan Axel, pria itu kembali tersenyum.
"Thank you," ujarnya dengan nada tenang dan sopan. Violla tak bisa menampik rasa simpatiknya setiap Axel melakukan itu.
He's really polite, mature, not like her pervert friend, Jay.
"This is suprisingly delicious." Violla memutar matanya atas pujian tiba-tiba Axel. "Aku serius, simpel tapi enak." Violla hanya terkekeh sebelum mengambil satu suapan besar.
"Enak karena perutmu lapar, jangan berlebihan, aku tahu kau cuma ingin menghibur." Axel menatap Violla yang masih mengunyah makanannya, lalu ia melirik Axel. "What?"
"Tidak, kupikir kau sangat manis saat ini." Violla menaut alis dan menoleh menghadap Axel.
"Kau benar-benar berusaha ya?" Axel mengedik dan Violla menghela. "Hentikan, aku tahu penampilanku berantakan, jangan memuji, rasanya terdengar aneh."
"Kau tidak menyadarinya, tapi siapa pun akan setuju denganku. You look very beautiful with this appearance."
"Apa sih maksud ..."
Violla terhenti ketika Axel begitu saja meraih dagunya dan menempelkan bibirnya, bergerak perlahan menciumnya dan rasanya seperti omelet, tapi entah kenapa Violla menikmatinya. Ia merasa sesuatu tumbuh di dalam dirinya. Ia membuka mulut dan membalas ciuman itu dan tangan Axel naik meraih wajahnya.
"Don't ... stop." Violla menyela dan Axel kembali menangkap bibirnya.
"Why?" Axel melepas ciuman itu tapi Violla malah merangkul leher Axel dan mengambil inisiatif untuk menekan bibir Axel lebih dahulu.
Violla tidak tahu apa yang sedang terjadi di dalam dirinya, satu sisi ia bersyukur Axel selalu ada di sekitarnya, dan di sisi lain mereka tidak seharusnya melakukan ini. Siapa sebenarnya mereka dan jika Felona tahu ditambah perjanjian yang entah apa hingga membuat Axel selalu berlaku aneh, seharusnya tidak ada yang perlu terjadi.
Tapi Violla merasakan hal itu, entah sejak Axel muncul untuk pertama kali di hadapanya, atau ketika menemani dan menghiburnya, sampai ketika pria itu menyentuhnya, memberikan pengalaman yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Mungkin ia memang sudah gila.
Axel kembali mundur menarik tubuhnya, memberi sedikit jarak antara ia dan wanita menarik di hadapannya. Ia ingin melakukan apa pun, hal-hal lain yang selalu ia bayangkan terhadap Violla, tapi sebagai pria dewasa dan berakal sehat sekali lagi ia perlu konsisten dengan ucapannya, walau begitu sulit, walau beberapa kali telah ia langgar.
"Violla ..." Axel menatapnya lagi dengan tatapan yang sama. Seolah ia begitu tersiksa.
"Aku tahu. Mari kita hentikan dan lanjut makan." Violla tersenyum pahit, ia kembali menghadap ke arah makanan tanpa berbicara apa pun dan memotong omeletnya. Axel masih terdiam, ia menatap Violla yang bertingkah seolah baik-baik saja.
"Belajarlah dengan rajin dan kuliahlah dengan baik," ujarnya tiba-tiba. Violla menoleh bingung. "Tiga tahun itu bukan waktu yang sebentar, aku tidak tahu bagaimana aku bisa bertahan." Axel pun bangkit dengan wajah yang abstrak dan berjalan meninggalkan Violla yang membuka mulutnya namun tanpa sepatah katapun.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
HOLD ON ME
RomantikRaviolla atau Violla, seorang mantan model yang cantik dan ideal, harus terpaksa mengubur mimpinya dalam-dalam. Ia diberhentikan paksa dan diasingkan ke sebuah kota, atas pengawasan kakak perempuannya Felona, dan semua itu hanya demi mengikuti ambis...