Hari ini Davikah menerima surat pengunduran diri dari Nash. Masih melirik sebuah amplop putih yang baru saja diserahkan Nash, Davikah memutarkan kursinya seraya memandang Nash dengan bertanya-tanya.
"Secepat ini? Kamu baru bekerja beberapa bulan, Nash." Katanya dengan nada tak habis pikir.
Nash menunduk, memainkan jarinya di atas paha. Ia pun merasa tak enak dengan pengunduran dirinya secepat ini. Untung saja tidak ada persyaratan kontrak yang mengharuskannya mengganti rugi atau semacamnya. Dan sebenarnya ia pun tak punya cukup alasan yang pantas kenapa ia mengundurkan diri.
"Apa ini ada hubungannya dengan Ell?" Tanya Davikah menaruh curiga dan reaksi Nash telah menjawab kecurigaannya. Wanita itu mengangguk-anggukkan kepala dengan masih menatap Nash yang kini telah menegakkan kepalanya. "aku sudah menduganya sejak awal. Temanku yang satu itu pasti merasa terancam dengan keberadaanku di sekitarmu." Lanjutnya,
Nash mengerutkan kening.
"Dia pernah menyukai pria di sekolah kami dan pria itu malah menyukaiku." Davikah berucap, tersenyum seakan kembali pada masa-masa itu. "aku pun tidak tahu jika saat itu Ell juga menyukai anak laki-laki itu. Sebelum Ell menjauhiku beberapa waktu setelah aku menerima anak laki-laki itu jadi kekasihku. Kamu pasti pahamlah perasaan anak remaja dan cinta monyet." Jelas Davikah panjang lebar.
Meskipun itu adalah masa lalu yang mungkin Daniella sendiri pun sudah lupa namun Nash sedikit terganggu dengan kenyataan ini. Jika itu memang benar, itu artinya Daniella masih mengingat-ingat masa lalu itu. Bisa saja bahkan masih menyimpan perasaan itu. Kebanggaan dirinya yang menjadi pria pertama yang memperkanalkan Daniella pada rasa cinta terhempas ketikan mendengar penjelasan Davikah.
Hmm ...
Davikah berdehem untuk membasuh tenggorokannya.
"Kau sudah yakin dengan surat pengunduran diri ini?"
Nash menganggu pasti. Ia mengambil berkas pribadinya yang diserahkan oleh mantan bosnya itu. Selanjunya ia berjabat tangan untuk basa-basi sopan santun formal.
"Terimakasih atas kerjasamanya, Nash. Kuharap kau bisa bersabar menghadapi Ell." Salam Davikah untuk terakhir kalinya tepat saat Nash meraih gagang pintu. Tanpa disangka-sangka pria itu berbalik.
"Dia yang harus bersabar menghadapiku." Nash berlalu setelah mengatakannya. Meninggalkan seorang wanita yang terhenyak dengan jawaban Nash.
Nash mengabaikan tatapan-tatapan oleh wajah-wajah yang sudah dikenalnya ketika ia memasuki pintu utama dan berjalan pasti mendekati lift. Ia berdiri gusar menunggu lift turun dari lantai atas. Ketika panah berwarna merah berganti mengarah naik tepat saat terbuka di hadapannya, pria itu segera masuk dan menutupnya. Meninggalkan seruan sekumpulan orang yang berusaha menyuruhnya untuk menahan pintu lift.
Nash mengamati lorong luas setelah keluar dari lift. Ia sudah sangat hapal tempat ini dan ruangan orang yang akan ditemuinya sedang tertutup rapat. Sea pun sepertinya tengah pergi untuk makan siang dengan mejanya yang terlihat tak berpenghuni dengan beberapa kertas yang belum dirapikan.
"Aku perlu memberitahumu sesuatu." Nash mendorong pintu di hadapannya dan langsung berkata to the point. Daniella akan melemparkan ponselnya pada Nash karena kaget. Wanita itu menahan napas sekejap lalu menaikkan kacamatanya ke atas kepala.
"Sekarang apalagi?" tanyanya.
Nash berdiri pongah menatap serius pada Daniella.
"Aku sudah mengundurkan diri."
Kini Daniella benar-benar melemparkan pulpen di tangannya pada Nash.
"Masalahnya dimana?" Tanya Nash kebingungan setelah berhasil mengelak dari lemparan pulpen dari Daniella. Ia meringis memperhatikan wanita itu memijat pangkal hidung. Dengan sabar menunggu penjelasan yang tepat akan kemarahan wanita itu lagi. Apakah wanita seumuran Daniella memang suka membuat orang bingung? Rasa-rasanya Davikah tidak seperti itu. Oke, sekarang Nash mulai membanding-bandingkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gorgeous
RomanceAda aturan dalam perusahaan yang dipimpin Daniella yaitu tidak diperbolehkan adanya hubungan asmara yang terjalin antara karyawan perusahaan, tanpa terkecuali. "Nash," "Iya?" "Jika seandainya kita yang memiliki hubungan, apakah saya harus memecat ka...