Gorgeous - 23

1.6K 101 3
                                    


"Jangan jadi egois, Nash!"

"Sekarang kau juga ikut menyalahkanku?"

"Ya! Jelas kau salah di sini!" Daniella menaikkan suaranya karena sudah tidak tahan dengan sikap kekanakan Nash. Nash menatap Daniella tak pecaya bahwa wanita itu baru saja menyalahkannya. Hampir saja ia mengucapkan bantahan yang pasti akan menyakiti gadis itu. Untung lidahnya tidak selemas pembawa acara gosip di televisi.

Nash menghembuskan napas, menyerah untuk berdebat dengan Daniella. Emosinya sedang tidak baik dan berdebat adalah hal yang tak ingin ia lakukan saat ini. Hubungannya dengan Daniella akan semakin memburuk.

Pria itu mengulurkan tangan pada Daniella yang duduk di undakan tangga.

"Mau jalan-jalan sebentar?" Tawarnya dengan senyum membujuk. Lagi-lagi ia harus melihat kefrustasian Daniella menghadapi sikapnya. Dengan malas Daniella mengulurkan tangannya lalu berjalan mengukuti kekasihnya itu. Andaikan saja ia bisa selalu seperti ini dengan Nash. Nash yang bersikap lebih dewasa darinya.

"Parkiran di sebelah sana, Nash." Daniella nyaris mendesis dengan suara kecil, takut akan memancing emosi pria itu lagi. Ia mengikuti Nash, namun berbeda arah dari ia memarkirkan mobilnya.

"Aku mengajakmu berjalan-jalan sebentar di sekitar sini. Di belokan setelah lampu merah di seberang ada taman kota." Daniella mengangguk saja. Mereka memang sedang membutuhkan tempat untuk menenangkan pikiran.

Hanya membutuhkan waktu beberapa menit, Daniella sudah bisa melihat taman dengan air mancur di tengah-tengahnya. Nash menuntunnya untuk bersantai di sana. Duduk memandangi pancuran air menari-nari di antara diamnya mereka selama beberapa menit.

Daniella jadi bingung sendiri namun disamping itu terasa nyaman baginya saat memandangi genggaman jari Nash di antara jemarinya.

"Aku minta maaf."

Daniella menoleh. Permintaan maaf yang menyapa indra pendengarannya terasa asing. Wanita itu mulai khawatir dengan apa yang akan Nash ucapkan setelahnya. Ketika ia mendengar Nash berdehem untuk melanjutkan kata-katanya, ia segera menghentikannya.

"Kau tidak berencana mengakhiri hubungan kita kan?" tanyanya was was. Demi Tuhan, hatinya sudah jadi milik Nash sejak pertama kali bertatapan dengan pria itu. Nash adalah cinta pertama dan kekasih pertamanya. Ia bukan lagi remaja yang memilik kesempatan jatuh cinta berkali-kali.

"Nash! Aku tidak akan bisa." Daniella berucap lagi, membuang pandangan pada pepohonan. Genangan air mata membendung di pelupuk matanya. Pandangannya mengabur. Sekali saja ia berkedip maka air matanya akan jatuh. 

Genggaman Nash mengencang kemudian menariknya mendekat, merangkul pundaknya kemudian mengusapnya pelan.

"Aku minta maaf karena sifat kekanakanku. Siapa yang ingin mengakhiri hubungan, Ell?" ucap Nash seraya mengusap air mata wanitanya yang pada akhirnya jatuh juga. "aku hanya selalu merasa bersalah setiap kali kau harus menghadapi sikapku. Termasuk hari ini." Jelasnya.

Daniella mengangguk mengerti.

"Tidak apa-apa, Nash." Ia mengulas senyum. "kadang-kadang aku suka saat kau bersikap kekanakan. Saat pertama kali mengenalmu, aku lebih bersikap kekanakan." Daniella tertawa renyah. Nash menuntun kepalanya untuk bersandar pada bahunya. Sepasang sejoli itu kembali terdiam.

"Apa yang harus kulakukan dengan Nagita dan Rios?" tanya Nash. Tangannya masih dengan setia mengusap punggung Daniella dan terkadang berpindah membelai surai wanita itu.

Daniella berdehem. Dalam hati ia takut bahwa pendapatnya yang berlawanan dengan Nash akan memancing emosi pria itu lagi.

"Aku berada di pihak mereka, Nash." Setelah kata-kata itu terucap, Daniella bisa merasakan lengan Nash jatuh ke samping, tak lagi merangkulnya. "Hmm, aku tahu mereka salah. Tapi untuk sekarang apa yang bisa kamu lakukan selain menerima Rios untuk menggantikanmu menjaga Nagita? Kau sudah lama mengenal Rios. Dan aku yakin kau pasti tahu kalau dia mampu menjaga Nagita."

GorgeousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang