Menikah

1.4K 70 1
                                    


***

Hari ini rumah Putri nampak begitu ramai. Dekorasi indah beraksen warna peach dan putih terlihat begitu anggun, banyak juga orang yang berlalu lalang disini dan terlihat sibuk.
Namun, tidak bagi Putri.
Ia kini terlihat begitu cantik dengan polesan make up yang natural namun mempesona tak lupa hijab yang menjuntai indah dengan hiasan mahkota kecil diatas kepalanya.
Ia kini sedang dikelilingi oleh para wanita yang terlihat bahagia, tak seperti dirinya yang terus terdiam melamun kejadian seminggu yang lalu saat papah nya masih dalam rumah sakit.

***

"Putri," panggil Azmi yang kala itu menjenguk Papah Putri, bukan kala itu saja namun hampir setiap hari. Dan seiring berjalannya waktu, Putri mulai bersikap baik pada Azmi tak seperti sebelumnya.

"Iya?" jawab Putri.
"Kamu dipanggil Papah kamu."
"Baiklah." ucap Putri kemudian mwngikuti Azmi masuk kedalam ruangan yang sudah ada Papahnya yang masih terbaring diatas ranjang rumah sakit dan juga ada mamahnya.

"Papah," panggil Putri membuat Papah menoleh
"Put," ucap Papah.
"Iya Pah?"
"Apa boleh Papah meminta sesuatu?" tanya Papah.
"Iya Pah."
"Nak.. Kamu anak papah satu-satunya. Kamu pun perempuan, papah nggak mau kamu salah ambil jalan. Papah ingin kamu mwnjadi wanita sholehah. Maukah kamu menikah dengan Nak Azmi?"

Deg.

Dua hati itu sama sama terkejut. Bagaimana bisa Papah Putri meminta itu lagi? Padahal Azmi sudah tak pernah mengungkitnya kembali.

"Tapi Pah, Putri kan masih kuliah," ujar Putri mencoba untuk mengelak.
"Tak apa nak. Lebih cepat lebih baik. Jadi bagaimana?"
"Huft.. Iya Pah,Putri mau." jawab Putri dengan sangat terpaksa karena jika tidak, papah nya bisa saja kembali sakit setelah keadaannya berangsur membaik.
"Alhamdulillah...." ucap Papah dan Mamah bersyukur.

Rasanya Putri ingin lenyap saja daripada harus menikah dengan Azmi. Kenapa harus Azmi? Kenapa?! Arghh...!!!

***

"Aku membenci mu Azmi! Aku membencimu!" teriak Putri dalam diamnya.

Tak berselang kemudian, acara ijab qobul pun dimulai. Jabat tangan telah Azmi lakukan tak lupa dengan ucapkan ikrar janji suci yang ia katakan dari hatinya dengan penuh kemantapan hingga terjawab kata "SAH" oleh para saksi.

Putri pun diperkenankan turun menuju tempat seseorang yang kini telah menyandang status sebagai imamnya setelah doa sudah diucapkan oleh sang penghulu.
Dengan langkah anggun Putri melangkah tak lupa senyum indah ia pancarkan walaupun itu senyum dusta sebenarnya. Ia duduki tempat duduk disamping Azmi yang kini kenakan kemeja putih yang berbalut tuxedo hitamnya juga celan yang selaras warnanya dengan tuxedonya, tak ketinggalan songkol hitam pun juga hiasi kepala Azmi menambah aura ketampanannya.
Kemudian tukar cincin pun mereka lakukan. Setelah itu, Putri cium tangan Azmi yang Azmi balas dengan mencium kening Putri.

***

Setelah acara ijab qobul selesai, acara resepsi pun dilaksanakan di salah satu hotel ternama.
Banyak sekali tamu yang hadir membuat Putri semakin jengkel karena harus terus menyalami mereka semua. Azmi yang tahu kalau Putri kelelahan pun berucap. "Kamu kalau capek duduk aja, iQstirahat dulu,"
"Nggak usah sok peduli deh. Kalau pun elo peduli,nggak mungkin pernikahan ini terjadi." sewot Putri berbisik.

"Tapi kamu udah kelihatan pucet banget,kamu juga kayaknya keringet dingin." ucap Azmi lembut.

"Udah deh diem aja." ketus Putri namun tak berselang lama,

"Bruk.."

"Maa Syaa Allah!"

"Putri!!"

***

Remang-remang mata itu membuka. Menyipit tuk coba sesuaikan cahaya pada retinanya.
"Gue ada dimana?" tanya Putri. Ya. dia adalah Putri, ia kini berada tergelatak di atas ranjang miliknya setelah ia kelelahan hingga tak sadarkan diri saat resepsi pernikahan berlangsung. Dan untung saja semua tamu memaklumi keadaan Putri.
"Kamu sekarang ada dikamar kamu sendiri." jawab Azmi yang baru datang sambil membawa nampan berisi sepiring nasi dengan sayur dan segelas air putih.
"Kenapa bapak juga disini?" tanya Putri dengan tampang 'sok' polosnya. Huft.. Sepertinya ia alami amnesia sementara, padahal pernikahannya kan baru berlangsung beberapa jam tadi. Lalu sekarang, kenapa ia bisa lupa? "Apa dia memang lupa atau pura-pura lupa sih?" batin Azmi agak greget.
"Saya kan sudah SAH menjadi suami kamu. Jadi, apa salahnya saya disini? Lagipula saya kan harus menjaga kamu juga yang tadi habis pingsan, yang notabennya sudah menjadi ISTRI saya. Dan, ohya jangan panggil saya bapak lagi." jawab Azmi dengan menekankan kata 'sah' dan 'istri'.
"Jadi kita bener udah nikah?! Huft.. Mimpi apa gue bisa nikah ama situ. Terus kalo nggak manggil bapak mau dipanggil apa?" tanya Putri malas.
"Hehe.. Mungkin kemarin kamu mimpi ketemu Azmi yang vocal syubband itu, kan nama kita sama. Terserah kamu bisa panggil saya apa aja, asal sopan. Kak juga boleh." ucap Azmi sambil mengambil sesendok nasi dengan sayur.
"Iya in aja deh."
"Aaa.." ujar Azmi sambil menyodorkan sendok berisi nasi dan sayur ke hadapan Putri.
"Gue bisa makan sendiri kali." ketus Putri.
"Kamu masih lemes, sudah nurut saja ama saya. Lagian kan enak toh disuapin jadi nggak capek-capek nyendok. Ayo, aaa.." jawab Azmi. Putri pun mau memakan suapan dari Azmi hingga nasi dan sayur itu sudah bersih tandas.

"Saya tinggal dulu ke belakang." ucap Azmi setelah Putri selesai makan.
"Nggak perlu izin kali.." sewot Putri.
"Entar kalo saya nggak izin, nanti kamu rindu. Kan kata Dilan rindu itu berat dan kamu nggak akan kuat, biar aku saja."
"Serah deh.. Serah." ucap Putri menyerah.
"Eh? Btw, perasaan tadi gue masih pake gaun pernikahan deh, kenapa sekarang gue udah pake gamis ama kerudung biasa?" batin Putri bertanya-tanya saat Azmi masih keluar kamar.

Setibanya Azmi dikamar. Azmi langsung duduk disamping Putri. Lalu menempelkan tangannya diatas kepala Putri.
"Eh,mau ngapain nih pegang kepala gue?" tanya Putri.
"Saya cuma mau mendoakan atas pernikahan ini untuk kamu dan diri saya sendiri, dan ini pun salah satu sunnah dalam pernikahan." tutur Azmi membuat Putri diam saja dan menurut saja kali Azmi ucapkan doa diatas ubun-ubunnya yang dimana otomatis Putri menundukkan kepalanya.
Setelah selesai, Putri pun bertanya perihal bajunya.
"Oo tentang itu. Tadi Mamah kamu yang gantiin soalnya saya sendiri juga sedang ganti baju."
"Syukurlah.." lega Putri.
"Memangnya ada apa?" heran Azmi.
"Pokoknya awas aja kalo situ sampe pegang-pegang gue. Dan kalo tidur gue nggak mau se ranjang." ucap Putri sambil memicingkan matanya kepada Azmi.
"Tapi tadi kan saya sudah pegang kamu."
"Itu kan tadi, selanjutnya nggak usah tanpa izin gue."
"Iya deh. Tapi kalo nggak se ranjang, saya masih boleh kan untuk tetap se kamar."
"Boleh aja sih, tapi.. Mau tidur dimana?"
"Tuh.." jawab Azmi sambil menunjuk sofa kecil yng dekat ranjang itu.
"Yakin tidur disitu? Nggak nyaman lho., nanti badannya pegel semua lho."
"Cie.. Khawatir kalo saya pegel terus sakit ya. Nggak akan kok saya kan laki-laki kuat, dan saya lebih baik tidur disitu daripada diluar. Nanti apa kata Papah dan Mamah kalo kita baru menikah sudah pisah kamar."
"Nyesel gue ngomong gitu tadi. Tapi, iya juga sih. Yaudah nih bantalnya." ucap Putri sambil memberikan bantal pada Azmi.
"Kita sholat isya' berjamaah dulu." ujar Azmi mengajak.
"Nanti aja gue udah ngantuk." jawab Putri enteng.
"Nurutin ngantuk, keburu meninggal. Lagian apa beratnya sholat berjamaah yang cuma beberapa menit aja, masih banyakan tidurnya kamu itu. Kamu kan juga baru siuman, nggak capek apa tidur terus? Nanti kalo tidurnya keterusan gimana?" omel Azmi.
"Doa in cepet mati nih? Mau jadi duda dadakan nih ceritanya? Terus tp-tp ke perempuan atau mahasiswi cantik lainnya iya? Atau mau nikah lagi? Iya? Hm?" tanya Putri tak sadar dengan ucapannya membuat Azmi tertawa.
"Haha.. Cie, cemburu nih ceritanya? Tenang aja, saya ini laki-laki yang setia dengan satu wanita aja kok."
"Capek deh ngomong ama situ. Udah gue mau wudlu dulu daripada debat." ujar Putri kemudian mengambil wudlu dan disusul dengan Azmi. Setelah itu mereka laksanakan sholat isya berjamaah. Sehabis sholat isya mereka pun tidur dengan Putri diatas ranjang empuk yang nyaman dan Azmi diatas sofa dengan berselimut dingin.

***

Hijrahku Samaraku [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang