Bagian 1 : The Beginning

288 20 2
                                    

Aku selalu berharap bahwa aku bisa bangun dengan cantik seperti putri dalam buku dongeng.

Namun, selalu ekspetasi tak seindah realita.

Aku bangun dengan rambut seperti wewe gombel, kusut dan tak beraturan. Bahkan mungkin saja wewe gombel masih lebih cakep.

"BANGUN DEK! DASAR KEBO!" teriakan kakakku terdengar membisingkan.

"Berisik kak! Kepala gue pusing tambah pusing denger suara lo!" teriakku kesal.

"MAMA SUDAH MASAK DI BAWAH, CEPETAN!" teriaknya lagi namun kali ini di selingi tawa.

"Diem deh tuan Daniel Douglas yang terhomat!" kesalku.

Aku juga berharap jika saat aku bangun, tidak ada teriakan kakakku yang gila. Dan itu hanya ekspetasiku saja!

Aku memilih untuk masuk ke dalam kamar mandi sebelum teriakan orang gila itu terdengar lagi.

"Pagi ma.." sapaku ketika aku sudah siap dengan seragamku.

"Pagi sayang.. Duduk sini. Kamu mau makan apa?" tanya mama antusias.

Kalian jangan kaget dengan keluargaku. Mama memang seperti ini, maklum mama menikah dengan papa saat usia mama baru saja dua puluh satu tahun dan papa sudah dua puluh sembilan.

"Aku makan roti saja ma.." aku mengambil roti dan mengolesinya dengan selai stroberi.

"Diet lo dek?" ejek orang gila itu.

"Berisik lo," gerutuku kesal.

"Kak.. Xavier bareng kakak ya?" tanya adikku.

"Motormu kemana?" aku balik bertanya. Aku menatapnya yang kebetulan duduk di seberangku.

"Dia kemarin habis nabrak tiang pembatas di depan kompleks. Gila itu anak!" celetuk kakakku. Ia memakan nasi gorengnya dengan tenang.

"Hari ini kakak bareng kak Fefe.." ucapku.

"Yaa.. Terus Xavier harus bareng siapa?" tanya Xavier pelan.

"Tuh orang masih kosong mobilnya. Bareng dia aja," ucapku sambil menunjuk kak Daniel dengan daguku.

"Kakak harus.." belum selesai itu orang ngomong, mama sudah menyelanya.

"Antarkan atau mama potong uang bulanan kamu.." ancaman mama sukses membuat kak Daniel menelan ludahnya takut.

"I-iya kakak anter kamu.." aku tertawa saat melihat wajahnya. Ini suatu kebahagiaan tersendiri bagiku.

"Bebe.. Ayo berangkat.." teriakkan Fefe menghentikan tawaku.

Aku dan Fefe memang punya panggilan sendiri. Dia memanggilku Bebe dan aku memanggilnya Fefe.

"Eh mama.. Pagi ma.." sapa Fefe antusias.

Mama mengizinkan Fefe untuk memanggilnya dengan panggilan "mama". Begitu pula dengan mami Fefe.

"Pagi juga Fey.. Kamu sudah sarapan?" tanya mama.

"Sudah ma tadi di rumah. Mami membuat pancake," jawab Fefe.

"Bentar ya Fe. Gue mau habisin susu dulu," ucapku. Aku meminum susu cokelat dihadapanku.

"Santai aja kali Be," Fefe tertawa. Terdengar renyah di telinga siapapun yang mendengar.

"Papa kemana ma?" tanya Fefe.

"Oh papa.. Lagi ke Portland untuk mengurusi cabang perusahaanya," jawab mama.

"Ohh.." Fefe hanya ber-oh- ria. "Oh iya Xavier.." dia beralih pada Xavier yang asyik dengan nasi gorengnya.

Under 20Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang