Bagian 13 : Tower Yang Sama

144 13 0
                                    

Ponselku berdering beberapa kali dan menganggetkanku yang sedang bersantai dengan membaca novelku.

"Halo kenapa ma?" tanyaku.

Kemarin aku akhirnya pindah ke apartemen dan hari ini aku izin lagi untuk tidak masuk sekolah karena aku kecapekan.

"Kamu ke rumah mama nanti sore bisa, 'nggak?" tanya mama langsung.

"Hah? Memang ada apa, ma?" tanyaku bingung. Aku menutup novelku dan meletakkan ke depan meja.

Aku berjalan ke arah balkon dan membukanya. Hawa panas langsung menyinari wajahku.

"Pokonya kamu harus datang kesini dengan Deven. Jangan lupa ya! Mama tunggu," dan dengan itu panggilan terputus begitu saja.

"Halo? Ma?" aku mencoba memanggil mama, namun hasilnya nihil.

"Mama kebiasaan deh. Suka banget matiin telepon padahal kitanya belum selesai ngomong," gumamku kesal.

Aku meletakkan ponselku di atas meja balkon dan kemudian berdiri didepan pagar pembatas. Dari sini aku bisa melihat padatnya jalanan Ibukota.

"Apa mama sudah bilang ke kak Jeje?" gumamku.

Aku berbalik dan mengambil ponselku kembali yang tergelatak di atas meja. Mengetikkan pesan singkat untuk kak Jeje.

Aku bangkit berdiri dan segera masuk ke dalam karena hawa semakin panas dan bisa saja membuat kulitku sedikit memerah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku bangkit berdiri dan segera masuk ke dalam karena hawa semakin panas dan bisa saja membuat kulitku sedikit memerah.

"Lapar..." gumamku.

Aku meletakkan ponselku dan mengecek kulkas, siapa tahu ada makanan instan yang dapat aku masak. Dan hasilnya nihil. Dan aku baru ingat jika aku dan kak Jeje memang belum berbelanja untuk makanan instan.

"Ahh.." aku berteriak kesal.

Aku mengambil ponselku, hendak memesan makanan online saja. Tapi aku baru ingat jika di bawah ada sebuah kafe.

"Oke mending aku turun dan mencari makanan disana," aku mematikan ac, tv, dan juga lampu. Tidak lupa juga mengunci pintu.

Lift membawaku turun hingga ke lantai dasar. Kafe yang aku maksudkan ada di ujung. Aku berjalan tanpa memperdulikan tatapan orang - orang. Hingga aku menabrak sebuah bahu yang bisa dikatakan lumayan kokoh.

Tentu saja dengan badanku yang lumayan kurus ini ditabrak oleh sesuatu yang kokoh, pasti akan terjatuh.

"Auuw.." aku mengusap pantatku yang sakit karena jatuhnya lumayan kencang.

"Maaf.. Maaf.." orang itu mengulurkan tangannya hendak membantuku berdiri dan aku langsung menerima uluran tangannya.

Aku seperti pernah mendengar suara orang itu. Tapi, dimana aku pernah mendengarnya ya?

"Maaf aku tadi terburu - buru hingga tidak melihatmu," ucapnya.

"Enggak apa - apa," aku membersihkan celanaku dari debu - yang kemungkinan besar akan ada disana -.

Under 20Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang