Bagian 10 : Apartment

208 20 0
                                    

Setelah acara pernikahan yang hanya diadakan upacara pemberkatan saja, keluargaku dan keluarga kak Jeje langsung membawa kami ke sebuah restoran. Katanya sih acara kecil - kecilan gitu.

Setelah dari restoran - dan itu sudah sangat malam -, kami semua memutuskan untuk tidur di rumahku.

Ya dan keesokkan harinya aku bangun kesiangan dan berakibat aku tidak masuk sekolah. Padahal hari senin, yang lebih tepatnya hari ini, aku ada ulangan matematika.

Fefe juga tidak masuk sekolah. Alasannya sih karena capek. Padahal kemarin dia sewaktu di acara pemberkatan pernikahan, dia hanya duduk memperhatikan aku dan kak Jeje yang gugup membacakan janji pernikahan itu.

Dan sekarang aku bingung akan melakukan apa. Karena aku saat ini sedang duduk dan melihat kak Jeje mengerjakan pekerjaan kantornya yang menumpuk karena mengurus pernikahan ini.

"Kak.." panggilku akhirnya setelah sekian lama hanya diam dan hanya melihatnya saja.

"Kenapa?" tanya kak Jeje tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.

Aku hanya diam saja sambil memainkan selimut yang sedari tadi yang menutupi pahaku.

"Ada apa Kath?" tanya kak Jeje lagi. Aku menatapnya dan dia membereskan pekerjaannya. Kemudian berjalan ke arahku dan duduk di hadapanku.

"Kath bosan," ucapku. Aku menghela nafas.

"Memang kamu mau kemana?" tanya kak Jeje.

"Entahlah kak.. Kath ingin ke mall tapi nanti takut ketemu anak lain dan ketahuan kalau Kath membolos bukan karena ada acara keluarga," ucapku.

"Ehm.. Kalau gimana kita ke apart saja?" usul kak Jeje. Aku berpikir sejenak.

"Ke apart? Mau ngapain?" tanyaku.

"Kakak sudah lama enggak bersihin apart. Sekalin kita isi kulkas," jawab kak Jeje.

"Kenapa di isi? Kita kan bakalan masih disini sampai aku lulus kan?" tanyaku.

"Enggak Kath. Kita akan pindah ke apart karena kakak enggak mau merepotkan kedua orang tua mu lagi," ucap kak Jeje dengan senyuman.

"Tapi Kath enggak bisa melakukan pekerjaan rumah seperti mama ataupun mami," ucapku.

"Kath.. kita bisa mencari asisten rumah tangga untuk urusan itu. Kakak tidak memaksamu untuk melakukan itu semua," kak Jeje mengusap pipi kananku. "Kamu istri kakak, bukan seorang pembantu Kath..." lanjutnya.

Aku tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih kak sudah mengerti.." aku langsung memeluk kak Jeje erat.

"Berangkat sekarang?" tanya kak Jeje ketika aku melepaskan pelukannya.

"Iya kak.. Kalau kelamaan nanti macet soalnya bentar lagi jam pulang sekolah," aku melihat jam dinding yang menunjukkan pukul tiga sore.

"Naik motor saja," ucap kak Jeje. Kemudian ia berdiri dan berjalan ke arah laci meja kerjanya - yang entah sejak kapan di letakkan disana -.

"Tapi Kath enggak bisa naiknya kak.. terlalu tinggi," ucapku dengan nada merajuk.

Sepeda motor kak Jeje itu termasuk motor sport yang kalian tahu sadel motornya sangat tinggi.

"Mobil kakak sedang di bawa adikmu," ucap kak Jeje sambil memasang jaket kulitnya.

"Xavier bawa mobil kakak?!" tanyaku setengah berteriak.

"Iya. Kenapa memangnya?" tanya kak Jeje antara bingung dan kaget mendengar suaraku.

"Kak.. Xavier bawa motor saja menabrak tiang pembatas depan komplek apalagi mobil. Bisa - bisa mobil kakak bonyok dimana - mana," ucapku.

Under 20Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang