Berhubung untuk peneropongan benda langit di planetarium Jakarta mulai jam 18.00 Danish jadi mengajak Fay untuk berjalan-jalan dulu ke tempat lain. Dan sudah hampir satu setengah jam Danish cuma muter-muter kota Jakarta tanpa tujuan. Sampai akhirnya Fay kesel sendiri dan mukul helm Danish berulang.
"Lo mau bawa gue ke mana sih sebenernya? Lo mau culik gue ya!" teriak Fay karena harus mengalahkan bisingnya deru angin.
"APA?" balas Danish berteriak dari depan.
"LO MAU CULIK GUE YA? TURUNIN GUE SEKARANG!" Fay berteriak lebih keras lagi. Kali ini bukan karena suara angin yang kencang. Tapi Fay curiga Danish rada sedikit torek, jahat sih emang. Tapi biarin aja, Fay nggak ambil pusing.
"JANGAN TERIAK-TERIAK. KITA JADI KAYAK SUAMI ISTRI LAGI RIBUTIN UANG BELANJAAN TAU GAK?"
"ORANG GILA! TURUNIN GUE, ATAU GUE LOMPAT!"
"EH JANGAN. LO MAU AKROBAT?"
"DANISSSSHHH!"
Oke kali ini Danish tidak lagi mampu menahan gendang telinganya yang sedikit berdenging berkat teriakan panjang Fay, entah lah padahal sudah pakai helm, tapi suara Fay tetap merambat ke telinga.
Danish mengambil jalan di belokan depan dan membawa Fay ke salah satu warteg yang kebetulan adalah tempat langgannya.
Fay turun dengan muka kesal. "Lo beneran mau culik gue ya?"
Danish melepas helm. Mengusap-usap kupingnya. Mengepalkan kedua tangan ia tiup lalu ditempel lagi ke kuping. Entah untuk apa, yang jelas Danish percaya itu bisa mengurangi sakit di gendang telinganya.
''Kalo gue mau culik lo, gak bakal gue bawa ke sini," kata Danish melepaskan helmnya dan ditaruh di atas motor. Fay mulai mengedarkan pandangan memperhatikan tempat sekitar apa ada yang mencurigakan atau tidak.
"Gak usah mikir aneh-aneh. Sebelum gue bawa lo ketemu Mars, gue mau ajak lo ke tempat penemu Android dulu."
Oke kali ini Fay semakin memasang wajah kesal. Tapi Danish malah nyengir kuda lalu menarik tangan Fay masuk.
"Taraaaa!" ucapnya ala-ala seperti memberi kejutan ulang tahun. "Ini dia, warung layar sentuh." Danish tersenyum lagi. Tapi tanggapan Fay hanya datar. Kalau aja ini ada di film, mungkin akan ada efek suara jangkrik untuk menemani lawakan garing Danish.
"Ngapain lo ajak gue ke sini?"
"Ya mau ngajak makan lah masa mau macul. Emang lo gak laper? Dari pagi lo belom makan, kan?" Danish mulai duduk di kursi panjang kayu depan etalase dan menarik Fay untuk duduk di sebelahnya. Dengan judes, Fay menarik kembali tangannya meski tetap ikut duduk.
"Gue kira orang kaya kayak lo bakal ngajak makan di tempat makan mewah," gerutu Fay. Sebenarnya bukan karena tempat makannya. Fay sih biasa makan di tempat murah gini. Fay cuma sebel sendiri aja, maksud Danish mengajaknya makan di sini apa? Mengejek?
"Lo mau ngejek gue karna gak bisa makan makanan mewah?" ketus Fay.
Danish menggaruk kepalanya sambil ketawa kecil. Mungkin Danish berpikir, ini cewek kenapa galak banget gitu kan.
"Enggak kok. Gue emang suka makan di sini."
"Bohong aja! Mana mungkin orang kaya kayak lo mau makan di tempat kumuh dan murahan begini." Masih dengan gaya angkuhnya Fay melipat kedua tangan di depan dada.
Danish hanya mengembus napas dan tersenyum. Berbarengan dengan itu, penjaga warteg muncul menyapa.
"Mau makan apa-ehh Danish rupanya. Nasinya setengah, sama terong dan tempe, sambelnya dibanyakin, kan?" ucap ibu itu dengan ramah. Danish tersenyum lebih ramah lagi membalasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Danish!
Teen FictionTentang ada, tapi tidak dilihat. Tentang bertahan, tapi hancur. Tentang mencoba, tapi gagal. Tentang tertawa, tapi menangis. Tentang bahagia, tapi terluka. Dan manusia adalah kumpulan jiwa egois. Egois untuk tetap ingin terlihat baik-baik saja...