13. Payung Hitam

2K 206 37
                                    

"Iya Ben gapapa santai aja. Kalo emang gak bisa dateng gapapa, nanti biar gue kabarin ke Radit soal bokap lo. Iya gapapa semoga bokap juga cepet sembuh ya. Kayaknya Radit juga gak bisa dateng soalnya kelar rapat tadi katanya nyokapnya dateng dari Jogja. Ah iya gampang, nanti kunci biar gue yang bawa. Oke. Bye."

Fay menutup telpon dengan napas panjang yang melelahkan. Kepalanya mendadak terasa berat seperti ditiban oleh puluhan batu bata. Sambil memijat pangkal hidungnya Fay menatap ke luar. Lampu-lampu jalanan sudah terang benderang.

Langit malam makin menghitam dan Fay sudah waktunya untuk pulang. Sudah tidak ada lagi pelanggan yang datang, dan tubuh kurus ini rasanya sudah berteriak meminta diistirahatkan.

Setelah memastikan semua rapi pada tempatnya, Fay keluar dan menemukan satu bungkusan plastik menggantung di gagang pintu.

"Siapa yang naro?" Fay buka bungkus itu dan betapa terkejut yang ia lihat adalah satu bungkus big burger dan sebotol soda.

Fay celingukan ke kanan dan kiri mencari siapa yang mungkin meninggalkan bungkusan ini. Ada satu post it menempel di kertas burgernya.

"Makan aku."

Dan satu lagi post it yang menempel di botol sodanya. "Minum aku."

Sekali lagi Fay mencoba melihat ke sekitar tapi tidak menemukan siapa pun. Akhirnya Fay menyelesaikan mengunci pintu lalu membawa bungkusan itu dengan pikiran mungkin Radit yang menaruh.

Thanks ya Dit, lo harusnya gak usah repot-repot begini.

Sent.

Satu pesan terkirim ke Radit. Fay mulai menikmati isi bungkusan tadi karena kelaparan. Gara-gara siang tadi debat sama Danish, dia jadi terpaksa meninggalkan makanannya yang belum habis itu.

Fay mencabik burgernya dengan kasar saat pikiran tentang Danish melintas lagi. Matanya memicing kesal seolah di depannya ada Danish.

Persetan dengan Danish! Berhenti mikirin dia Fay.

"Uhuk-uhuk!!" Fay tersedak kunyahan burgernya karena makan sambil menggerutu. Ditenggak kasar air soda miliknya demi melancarkan potongan burger yang menyangkut.

Mata Fay sampai memerah dan berair menahan pedihnya tersedak. Lamat-lamat Fay mengerjap dan ia melihat titik-titik hujan turun dan perlahan semakin deras.

"Ah shit!" Fay berdiri terlonjak. Memastikan matanya tidak salah liat dengan hujan deras di depannya. Ditepuk asal wajahnya memelas. "Gimana gue mau balik kalau hujan deres begini?"

"Lo bisa pake payung ini."

Fay berbalik dan melihat Danish yang berdiri menyodorkan satu patung hitam padanya. Satu tangannya tenggelam dalam saku celana. "Lo bisa pake payung ini," ulang Danish.

"Gak perlu," tolak Fay cepat.

Danish mendekat dan memaksa Fay menerima payung di tangannya.

"Lo boleh marah sama gue. Lo boleh gak suka sama gue. Tapi lo gak boleh sakit."

Fay terdiam menatap hampa payung hitam yang kini berpindah di tangannya.

"Lo tuh bisa gak sih? Gak usah repot-repot ngurusin hidup gue?"

"Lo juga boleh untuk ngusir gue terus dari hidup lo. Tapi gue gak akan pergi."

"Nish!"

"Gue bakal pergi sekarang kalo lo emang gak pengen liat gue di sini. Tapi lo harus pake payung itu untuk pulang," tutup Danish yang kemudian menutup kepalanya dengan tudung jaket abu-abunya.

Hi, Danish! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang