16. Panggilan

1.9K 199 80
                                    

"Lu ngapa murung banget? Kayak si Danish aja lu dari pagi diem aja." Kenzie datang membawa nampan berisi dua mangkok bakmie pesanannya dan Andra. Menaruhnya di meja dan mulai menyantapnya untuk pengisi perut.

Siang ini cerah seperti biasanya. Tapi tidak dengan suasana wajah Danish dan Irfan.

"Tau nih, lo berdua kenapa dah?" tanya Andra dengan mulut penuh bakmie.

Arga dengan tidak begitu perduli masih mencoba menyahut. "Danish mah jelas karna Fay gak sekolah hari ini."

"Lebay lo Nish, elah. Cewek kayak Fay doang. Apa bagusnya sih dia?" cela Kenzie menambahkan bersendok-sendok sambal ke mangkuknya. Dan nyaris saja sambal itu tumpah karena lengannya dipukul pakai buku LKS oleh Narda.

"Bisa gak sih lo tuh gak nyela orang aja? Tau apa soal Fay sampe ngomong begitu?"

"Apaan sih lo, Da! Satu sekolah ini juga tau kalo Fay itu anak pe—" mulut Kenzie penuh oleh roti sobek milik Arga yang dijejalkan paksa oleh Narda. Mata cowok itu menyala marah.

"Lo terusin kalimat lo, kaos kaki nanti uang masuk nanti ke mulut sampah lo itu. Udah sih makan mie aja gak usah ngocehin orang."

Kenzie memukul-mukul dadanya melancarkan potongan besar roti ke tenggorokan sambil dibantu oleh air. Mata Kenzie berubah merah bahkan dari kelopak matanya merangkak air bening yang kemudian saling berbalapan turun.

"Gila lo Da apaan sih? Ngajak ribut?" Kenzie mengamuk tidak terima.

"Eh udah udah apaan sih kalian ribut aja!" potong Arga melihat Kenzie yang lagi-lagi memulai masalah. Iya, meski sebenarnya Narda yang bikin Kenzie jadi naik pitam. Tapi Narda tidak akan begitu kalau Kenzie tidak sembarangan bicara.

Narda paham betul sorot mata Danish yang kosong. Entah itu karena ketidak hadiran Fay di sekolah atau apa, yang jelas tatapan itu tidak bagus menurut Narda, ada masalah yang sedang Danish tutupi dari mereka. Dan Narda takut kebiasaan Kenzie yang suka bicara seenaknya, akan menimbulkan masalah yang lebih parah.

Pernah dengar pepatah, jangan meremehkan sabarnya orang yang diam? Iya, meski Danish bukan masuk dalam katagori orang diam. Tapi sepanjang mereka bersahabat Danish tidak pernah marah. Bukannya akan lebih menakutkan menyaksikan orang yang tidak pernah marah sebelumnya, kemudian menjadi marah?

"Lo tuh tau sikon dikit lah, Ken!" Andra mulai bicara ketika suasana sudah sedikit tenang. Kenzie fokus pada makanannya. Masih kesal dengan Narda dan merasa dirinya tidak melakukan kesalahan.

"Jadi lo kenapa, Pan?" Arga mencoba bertanya. Entah karena tidak tahan dengan raut mengenaskan dua sahabatnya atau karena tidak ada topik yang bisa mereka buka.

"Gebetan gue," jawab Irfan lesu.

"Siapa?"

"Itu anak kelas sebelah. Masa lo gak tau?"

"Kenapa sama dia?"

Irfan menutup gawainya. Menaruh benda persegi itu telungkup di atas meja. Raut wajahnya jauh lebih mengenaskan dari sebelumnya. Semua mencoba memasang telinga untuk mendengarkan. Sementara di pojok kursi, Danish masih diam menatap layar gawainya.

"Si Selin tiba-tiba cuekin gue. Padahal sebelumnya perhatian banget. Kalo chat tuh beuuhhh," Irfan melebihkan. "Baik banget. Gue gak tau kenapa sekarang dia malah kayak ngehindar. Kayaknya dia selama ini cuma phpin gue deh."

"Itu mah elonya aja yang baper," sahut Kenzie asal. Masa bodo kalau dia bakal kena omel lagi.

"Keeeen!!!"

Kenzie melengoskan wajah tidak perduli, dan menutup mulutnya dengan satu suapan besar mie ke dalam mulut.

"Tapi gue kali ini setuju sama Kenzie," sahut Arga tiba-tiba. Membuat Kenzie mengacung-acungkan garpu dengan alis bertaut membanggakan diri.

Hi, Danish! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang