8

2.1K 153 6
                                    

"Ketertarikan itu wajar, jatuh cinta itu normal. Namun, bagaimana kita menjadikan cinta itu sebagai sesuatu yang benar .-Leea

--

Kira-kira apa yang kau rasakan jika dia tahu tentang rasamu, namun seolah bungkam? Sakit bukan, namun sulit untuk dijelaskan. Seperti itu yang aku rasakan.

Kadang ingin kutanyakan, namun tak ada alasan untuk apa aku begitu penasaran.

Dirimu seolah tak tahu, diam membisu, bahkan menutup matamu.

Aku tahu bahwa sebenarnya kau sudah tahu tentang isi hatiku, bahkan walau aku tak memberitahu.

Tapi kau lebih memilih egomu. Kau mengabaikan aku, rasaku, bahkan hatiku.

Kau membiarkanku merasakan semua sendirian, tapi tak membiarkanku pergi perlahan.

--

"Tapi aku malu pada Allah, aku juga malu pada diriku sendiri. Penampilanku sudah berubah, orang-orang tahunya aku sudah hijrah, namun kenyataannya aku masih melakukan itu lagi. Aku masih saja kagum pada seseorang, bahkan aku hampir mendekati perbuatan itu lagi."

Aleea tak mengerti yang barusan Annisa katakan.

"Ali..." deg, jantung Aleea seolah berhenti berdetak ketika Annisa menyebutkan nama Ali. "Saat di kantin tadi Ali mengungkapkan perasaannya kepadaku. Aku juga heran kenapa lelaki seperti dia bisa melakukan ini. Tapi jujur aku senang, karena memang sudah lama juga aku menaruh hati padanya diam-diam. Tapi setelah dengar semua yang kamu katakan, aku sekarang sadar kalau aku dan Ali belum waktunya untuk berbicara tentang perasaan seperti ini. Justru, seharusnya aku dan dia harus menjaga jarak kan?"

Kaki Aleea seketika lemas, hatinya terasa sangat sakit dan perih. Air mata masih berusaha ia bendung. Aleea tak menyangka, Ali yang ia sangka lelaki sholeh dengan segala pesonanya bisa melakukan hal demikian.

"Kamu kenapa Lee?" tanya Annisa heran melihat Aleea yang kini justru malah terdiam, tatapannya terlihat kosong.

"Kak Ali. Bagaimana mungkin dia—"

"Aku juga nggak tahu, bahkan aku sendiri juga kaget saat dia mengungkapkan itu."

"Lelaki yang baik tidak akan pernah mengajak perempuan yang dicintainya ke dalam perbuatan-perbuatan yang Allah larang." Ujar Aleea mencoba menyadarkan dirinya sendiri dari lamunan.

"Tapi Ali tidak mengajak aku pacaran Lee. Dia hanya mengutarakan isi hatinya, dan aku pun juga. Kamu jangan salah paham pada Ali ya?"

Aleea menatap Annisa, menyunggingkan senyum yang bahkan sulit sekali ia lakukan. "Aleea yakin Kak Annisa pasti sudah tahu mana yang baik dan yang bukan." Aleea dengan lembut membenarkan khimar Annisa yang terlihat berantakan. Annisa manggut-manggut sambil memejamkan matanya.

"Ketertarikan itu wajar, jatuh cinta itu normal. Namun, bagaimana kita menjadikan cinta itu sebagai sesuatu yang benar, Kak." Lanjut Aleea lagi. Lalu keduanya sama-sama larut dalam pelukan.

--

Malamnya Aleea berdiri di depan rak bukunya, sekiranya ada buku yang bisa mengembalikan moodnya. Dilihatnya satu per satu buku-buku koleksinya, namun tak ada satu pun yang menarik hatinya. Hingga ia melihat buku abu-abu kecil terselip di antara beberapa barisan novel tebal miliknya. Pandangannya langsung terkunci, matanya langsung terlihat berkaca-kaca.

Buku abu itu adalah buku diary Aleea kala SMP dulu. Buku kesayangan lebih tepatnya. Ya, tapi itu dulu. Segala hal tentang seseorang selalu Aleea tuliskan dalam buku itu. Seseorang yang sempat mengisi hatinya.

Abu-abu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang