Kita tidak bisa memilih dengan siapa kita akan jatuh cinta, tapi kita bisa memilih dengan cara apa kita mencintainya. Kalau memang dengan pergi adalah cara terbaik dari bentuk mencintai dia yang kita cintai, why not?--Dafa
--
Langkah Akmal berubah menjadi lebih perlahan ketika tanpa sengaja berpapasan dengan Aleea di lobby sekolah. Mereka berdua saling bertatapan, namun tak saling menyapa. Tatapan Akmal mengunci mata Aleea.
Saat jarak antar keduanya tinggal sejauh dua langkah, Aleea menarik bibirnya, tersenyum pada Akmal, menghormati sebagai kakak kelasnya. Namun, Akmal hanya terdiam. Aleea mengerutkan dahinya, heran.
Akmal mengembuskan nafasnya kasar setelah Aleea sudah pergi berlalu dari dekatnya. Ia melihat sebentar punggung Aleea yang kian menjauh darinya.
--
Hari ini Annisa pulang tak menggunakan motornya. Bannya kempes. Ia berdecak sebal saat mengingat kejadian tadi sewaktu dirinya baru saja tiba di parkiran, ia melihat ban motornya kempes. Bukannya selalu berburuk sangka, namun kejadian seperti ini pernah dialami beberapa siswa-siswi yang lain, dan ini juga adalah kali kedua Annisa mengalami hal ini.
"Ck. Pasti ulah anak-anak bandel itu lagi nih."
Annisa kemudian menghubungi Mang Jojo—tukang bengkel depan sekolahnya. Annisa meminta Mang Jojo mengambil motornya di parkiran sekolah, kemudian menambal bannya.
Dafa menghentikan mobilnya tepat di sebelah Annisa. Annisa yang sedang berdiri menunggu angkutan umum menoleh ke arah mobil Dafa.
"Tumben nggak naik angkutan?" tanya Dafa sambil menyembulkan kepalanya di jendela mobil. Sedangkan Akmal yang ada di dalam mobil juga, hanya melirik malas. Sejak tadi Akmal terus saja diam tanpa berbicara sepatah kata pun. Hal itu membuat Dafa sedikit heran, namun ia lebih memilih mengabaikan saja.
"Bannya kempes, mungkin bocor."
"Yaudah masuk yuk, ikut kita aja." Ajak Dafa. Awalnya Annisa sempat tak enak hati untuk menerima tawaran tersebut, namun setelah dibujuk lagi oleh Dafa, akhirnya Annisa pun menerima tawaran tersebut dan duduk di kursi belakang.
"Kamu mau sampai kapan minta antar jemput Dafa, Mal?" tanya Annisa membuka suara setelah dari tadi dia memperhatikan Akmal yang terus saja diam.
"Bukan aku yang mau, tapi mama." Jawab Akmal singkat. Annisa mengangguk-angguk, walau dalam hatinya bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Akmal, sehingga Akmal terlihat begitu cuek padanya.
"Daf, ntar loe anterin gua dulu ya, baru anterin Annisa. Gua capek, pengen buru-buru istirahat." Ujar Akmal tanpa mau menatap Dafa.
"Tapi Mal..." Annisa hendak menolak karena ia tak mau berduaan saja dengan Dafa di dalam mobil, hal itu tentu tak baik. Namun, sebelum ia menolak, Akmal sudah buru-buru menutup telinganya dengan earphone miliknya, menunjukkan ekspresi ogah.
"Akmal kenapa sih?" tanya Annisa sendiri dalam hati. Dafa pun sempat menoleh ke belakang sebentar, tersenyum kecil pada Annisa untuk memberinya kode supaya menuruti dulu apa yang Akmal mau.
--
Dafa menghentikan mobilnya tepat di depan pagar rumah Annisa. Setelah mengantar Akmal duluan, Annisa berpindah ke kursi depan, tepat di samping kursi pengemudi.
"Udah sampai Nis." Dafa memberitahu Annisa yang sejak tadi terdiam sambil menatap keluar lewat jendela mobil. Namun Annisa masih saja terdiam. Dafa menghela nafas, ia sepertinya paham bahwa Annisa sedang larut dalam lamunannya. Lamunan kesakitannya. Dafa pun akhirnya memutuskan untuk ikut diam, memberi waktu sebentar pada Annisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abu-abu [END]
SpiritualYang abu-abu itu bukan seragam sekolahku! Terus apa yang paling terlihat abu-abu untukmu? Bagiku, dialah yang paling terlihat abu-abu di mataku. Kenapa abu-abu? Sebab dia selalu saja terlihat semu. Tidak memberi ketegasan seperti warna hitam, atau p...