Ali menatap tajam sosok lelaki di depannya. Lelaki itu sempat mendaratkan pukulannya di pipi kanan Ali, sehingga membuat pipi Ali lebam.
"Jauhi Annisa!" ujarnya begitu mengancam. Ali menggertakkan giginya, geram.
"Untuk apa kamu menyuruhku untuk menjauhi Annisa?! Apa haknya kamu?!" Ali tak terima, matanya semakin tajam menatap lawan bicaranya itu.
"Aku masih mencintainya!"
"Cinta?! Jika cinta, kamu dulu tidak akan menyakitinya!"
Adrian. Iya, lelaki yang kini berdiri berhadapan dengan Ali adalah Adrian, mantan pacar Annisa.
Sudah sekitar dua bulan ini, entah apa yang membuat Adrian berbuat nekat dengan mengancam Ali supaya menjauhi Annisa. Dia selalu mengatakan bahwa dirinya masih mencintai Annisa, dirinya menyesal dengan perbuatannya di masa lalu. Menyesal? Pantaskah seorang Adrian mengatakan itu? Jika Annisa tahu, sungguh Ali tak dapat membayangkan bagaimana nanti rapuhnya hati Annisa.
Adrian terdiam, tak mampu menanggapi lagi pertanyaan Ali yang selalu saja bisa memojokkannya.
"Aku mencintainya Al, tolonglah, menjauhlah darinya." Berbeda dengan tadi, Adrian kini bersikap seolah memelas pada Ali. Sungguh aneh sikapnya akhir-akhir ini.
"Kalau kamu memang mencintainya, aku lebih mencintainya." Ucap Ali tanpa berpikir lebih lama lagi. Namun hatinya justru malah sakit sendiri dengan ucapan yang baru ia katakan.
"Mau aku dekat dengan Annisa atau tidak, itu bukanlah urusanmu." lanjut Ali sarkastis. Mata Adrian kembali memerah, menatap Ali begitu tajam. Tangannya mengepal, sudah siap mendaratkan pukulannya di pipi kanan Ali. Namun, "Ah!"
Ali terhenyak. Ia yang semula memejamkan matanya, bersiap menerima pukulan Adrian, kini terdiam melihat sosok di depannya yang sedang meringkuh kesakitan. Ya, pukulan itu mengenai Aleea. Aleea tiba-tiba saja muncul, hendak melindungu Ali.
"Aleea!" Ali mendekat, namun ia tak mampu melakukan apa-apa, menyadari bahwa Ali dan Aleea masih memiliki batasan. Ali melemparkan tatapannya pada Adrian, tangannya kini yang mengepal. Wajahnya merah padam, kobaran api seolah membara di hatinya.
Satu pukulan keras pun akhirnya mendarat di pipi kiri Adrian. Hingga di daerah sekitar mulut Adrian pun mengeluarkan darah segar.
"Kak Ali! Istighfar Kak!" teriak Aleea histeris. Rasa sakitnya setelah dipukul tadi pun mendadak terabaikan, berganti menjadi rasa sesak di hatinya melihat sosok Ali yang begitu menakutkan sekarang.
Mendengar perkataan Aleea, Ali pun langsung berhenti, mengusap wajahnya kasar, dan beristighfar. Dia sepertinya sungguh menyesali perbuatannya.
"Aleea, ayo kita pergi! Tinggalkan orang seperti dia." Ali pun langsung berjalan meninggalkan orang seperti Adrian yang sedang meringis kesakitan. Sebelum pergi, Aleea sempat menatap Adrian penuh selidik.
--
Di UKS, Aleea mengompres lukanya dengan air hangat, begitu pun dengan Ali. Kini posisi duduk mereka di tempat tidur UKS yang berbeda, namun bersebrangan. Keduanga dari tadi sama-sama terdiam, namun saling mencuri pandang. Hingga akhirnya, "Kak."
Mendengar suara lembut itu memanggilnya, hati Ali mendadak berdesir hebat. Matanya tak berani menatap ke arahnya walau sebentar, namun jika tidak itu sungguh sangat tidak sopan.
"Kakak ada masalah apa sama orang tadi?"
Ali terdiam sebentar, "Biar itu menjadi urusanku." Jawabnya dingin.
"Yasudah, nggakpapa kalau memang kakak nggak mau cerita. Tapi, apa pun masalahnya kakak harus percaya bahwa Allah nggak mungkin menimpakan suatu ujian kepadanya hamba-Nya emlebihi batas kemampuan hamba itu sendiri. Selesaikan semuanya dengan kepala dingin kak, Insyaa Allah pasti kakak akan menemukan jalan keluarnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Abu-abu [END]
SpiritualYang abu-abu itu bukan seragam sekolahku! Terus apa yang paling terlihat abu-abu untukmu? Bagiku, dialah yang paling terlihat abu-abu di mataku. Kenapa abu-abu? Sebab dia selalu saja terlihat semu. Tidak memberi ketegasan seperti warna hitam, atau p...