"Langit yang hampir membiru, kini kembali menjadi kelabu."-Leea
--
Di taman rumah sakit, Aleea mendudukkan tubuh bergetarnya. Ia menunduk lemah, menutupi wajahnya. Air matanya sudah jatuh tak terbendung lagi.
"Sudah Lee, semua udah lama terjadi. Lupakan." Ujar Rahel dari arah belakang. Aleea hanya terdiam, tak mampu menjawab di tengah isak tangisnya. Rahel pun mendekat, duduk di samping Aleea, dan mengusap punggung sahabatnya itu mencoba memberi ketenangan.
"Kamu tahu, justru ini kesempatan baik untukmu. Dia kembali. Seharusnya kamu bisa menunjukkan padanya kalau selama ini kamu itu baik-baik saja dengan kepergiannya."
"Aku nggak tahu Hel, entah bagaimana saat aku lihat dia lagi, entah kenapa aku sulit sekali menyembunyikan perasaan yang sudah hampir hilang. Rasanya terlalu sakit."
"Istighfar ya Lee, Allah pasti punya rencana di balik semua ini."
Tak lama setelah isak tangis Aleea mulai berhenti, tiba-tiba saja Ali datang, membuat Aleea dengan sigap langsung mengusap linangan air mata yang masih ada di ujung-ujung matanya. Rahel menatap kedatangan Ali dengan tatapan heran, sedangkan Aleea hanya menunduk.
"Ada apa kak?" tanya Rahel akhirnya.
"Tadi Dafa?" tanya Ali pada kedua adik kelasnya itu. Mata Aleea membulat kaget, lalu melemparkan tatapannya bergantian kepada Ali dan Rahel.
"Benar kan? Dia adalah Dafa teman kalian dulu dan dia juga adalah..." belum juga Ali menyelesaikan kalimatnya, Aleea sudah lebih dulu memotongnya.
"Dari mana Kak Ali tahu tentang Dafa?!" tanya Aleea dengan nada panik.
Rahel yang merasa bersalah, akhirnya pun berbicara dengan suara getarnya. "Ma-maaf Lee, aku yang ceritakan pada Kak Ali tentang Dafa."
Mendengar penuturan dari Rahel, hati Aleea tambah sakit. Dirinya sangat kecewa pada sahabatnya itu. Rahel pun langsung memeluk Aleea, memohon agar Aleea tak marah padanya.
"Sekarang dia sudah kembali Lee. Aku mohon, sebelum semuanya semakin dalam, abaikan perasaanmu terhadapku, dan kembalilah padanya."
'sret'. Hati Aleea serasa sudah tak berwujud lagi. Semuanya serasa hancur berkeping-keping, bahkan remuk. Kembalinya Dafa telah mengorek luka di hatinya lagi. Kekecewaannya kepada Rahel, dan kini apa lagi? Ali terang-terangan menyuruhnya untuk kembali lagi pada Dafa dan mengabaikan perasaannya? Konyol!
Aleea melepaskan pelukan Rahel. "Aku pulang dahulu. Assalaamu'alaikum." Tanpa memandang lagi kedua orang di hadapannya itu, Aleea dengan langkah gemetarnya pergi menghilang dari tempat itu.
Rahel menatap tajam ke arah Ali. "Nggak seharusnya Kak Ali ngomong kayak tadi ke Leea." Ujar Rahel sarkastis.
"Kak Ali nggak paham gimana perasaan Aleea."
"Kalau aku nggak paham gimana perasaan Aleea, bagaimana denganmu? Apa kamu paham tentangnya? Aku pikir kamu masih belum paham sebenarnya pada siapa hati Aleea memilih, iya kan?" tenang, namun terdengar menusuk. Kenapa Kak Ali justru malah jadi balik memojokkan Rahel?
Namun, perkataan Ali barusan, berhasil mengusik hati dan pikiran Rahel. Memang iya, sampai sekarang pun Rahel masih bingung dan tidak paham kepada siapa hati sahabatnya itu memilih. Bahkan untuk mengatakan bahwa dirinya sudah benar-benar melupakan Dafa pun, Aleea tak mampu. Malahan, hati Aleea kini kembali terusik dengan kehadiran Dafa kembali.
"Kakak nggak suka dijadikan pilihan. Apalagi jika dibandingkan dengan orang lain." Ujar Ali melemparkan pandangannya ke arah lain.
"Lalu apa kakak pikir Aleea juga mau dijadikan pilihan oleh kakak?" balas Rahel tak mau kalah. Ali terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abu-abu [END]
SpiritualYang abu-abu itu bukan seragam sekolahku! Terus apa yang paling terlihat abu-abu untukmu? Bagiku, dialah yang paling terlihat abu-abu di mataku. Kenapa abu-abu? Sebab dia selalu saja terlihat semu. Tidak memberi ketegasan seperti warna hitam, atau p...