"Teman-temanmu bilang orang ini mirip denganmu ?"
Hana menunjukan foto itu pada Billy untuk yang kedua kalinya dan kali ini ia ingin mendengar jawaban pria itu, "bagaimana bisa perempuan itu dibandingkan denganmu, tentu saja dia lebih cantik darimu."
"Yak! Aku tidak memintamu untuk menilaiku!"
Billy tertawa terbahak-bahak, ia tidak tahu Hana akan bereaksi seperti itu, "wah bagaimana bisa ada wanita secantik ini di zaman dulu."
Hana menatapnya sinis dengan mencibir pria itu, tapi Billy terlihat tidak peduli, lalu Hana menanyakan sesuatu yang membuatnya penasaran semalaman, "kau tahu darimana kakekmu mendapat buku ini?"
"Aku sendiri juga tidak tahu, karena kakek tidak pernah menyinggung soal itu.
"Tapi kenapa judulnya 'Pray'?"
"Mungkin penulis buku itu ingin mendoakan seseorang yang ia cintai dan menuangkannya dalam buku itu."
"Ogh?! Mendengar kata-katamu sepertinya buku ini sangat menarik tapi setelah aku membacanya sendiri rasanya benar-benar membosankan."
"Kalau begitu, kau harus membacanya pelan-pelan."
Hana benar-benar tidak berniat membaca buku itu karena ceritanya benar-benar membosankan, tapi Hana merasa buku itu terus menarik dirinya dan rasa penasaran tentang buku itu juga terus mengganggunya.
Rasanya Hana harus membaca buku itu sampai selesai agar semua rasa penasarannya ini juga cepat berakhir dan agar ia juga bisa mendapat jawaban tentang foto yang ia temukan dari buku itu.
Sampai di rumah, Hana langsung membuka buku itu dan mulai membacanya sambil menunggu Lia dan Meka kembali dari berkeliling desa. Hana bertekat untuk mulai dari halaman pertama. Hana akui awalnya memang membosankan, tapi semakin jauh halaman yang ia baca, rasanya ia semakin tertarik pada buku itu.│▌♫ █ ♪│▌♫ █ ♪│▌♫ █ ♪│▌♫ █ ♪ ♪│▌♫ █ ♪│▌♫ █ ♪│▌♫ █ ♪│▌♫ █ ♪│▌♫ █ ♪│▌♫ █ ♪│▌♫ █ ♪│▌♫
"Seharusnya anak dibawah umur, tidak boleh datang kemari."
"Aku bukan anak dibawah umur, aku sudah menikah dan asal kau tahu, aku ini adalah istri Dirman."
Meka tersenyum dengan penuturan gadis itu, "apa kau mau memberi tahu semua orang kalau kau istrinya Dirman. Apa bagusnya jadi istri Dirman, kalau suamimu tidak pernah mencintaimu."
"Tutup mulutmu."
Membuat Utari marah adalah kesenangan bagi Malik, karena itu rasanya ia tidak bisa berhenti menggoda gadis itu.
"Hai Malik." tiba-tiba seorang wanita cantik yang biasa berada di tempat itu, menghampiri Malik dan langsung mencium pipi pria itu. Utari hanya melihat interaksi keduanya dengan senyum masam.
Gadis itu merebut minuman milik Malik saat pria itu sibuk dengan wanitanya. Tanpa sepengetahuan pria itu, Utari meminumnya. Tapi karena tidak terbiasa akhirnya ia memuntahkan minuman itu.
Malik yang baru melihatnya merasa terkejut, "kenapa kau minum itu?!"Utari tidak mengatakan apapun, gadis itu hanya beranjak dari duduknya lalu pergi. Malik yang khawatir akhirnya mengikuti gadis itu pergi.
gadis itu terlihat sempoyongan saat berjalan dan mengaku pada Malik kalau kepalanya sangat pusing, "sudah tahu tidak bisa minum kenapa masih kau minum juga."
Malik berdiri di depan Utari dengan badan sedikit merendah, lalu meminta gadis itu naik ke gendongannya. Utari tidak menolak ia langsung naik ke punggung Malik, membiarkan pria itu menggendongnya.
"Apa aku berat?"
"Hmm, kau sangat berat." jawab pria itu apa adanya, tapi malah mendapat pukulan di kepalanya oleh gadis itu. Malik meringis kesakitan, ia mengancam akan menurunkan Utari kalau gadis itu berani memukulnya lagi. karena itu Utari malah mempererat pelukannya.
"Aku sangat pusing."
"Kalau begitu tidurlah, aku akan membangukanmu kalau sudah sampai."
"Terima kasih."
Malik tertegun dengan apa yang baru di dengarnya. Utari yang ia kenal tidak akan pernah mengatakan terima kasih, tapi ternyata gadis itu bisa mengatakannya juga. Tanpa sadar Malik tersenyum, sambil menoleh kearah Utari yang sudah tertidur di punggungnya, "tidur yang nyenyak Utari."
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAY
Historical FictionUPDATE : SETIAP JUM'AT dan SABTU Tiba-tiba malam menjadi semakin gelap dari sebelumnya. Hati Hana ikut menjadi tidak tenang, bayang seorang pria yang tak ia kenal selalu muncul dalam benaknya, Hana mulai mengingat-ingat siapa, tapi selalu tidak mend...