part 12

77 15 15
                                    

Seminggu berlalu begitu lamban dan membosankan.

Itu yang Daniel pikirkan sekarang ini. Dan selama seminggu inilah Sejeong serta Ong semakin jauh darinya. Sebaliknya, Daniel makin dekat dengan Somi.

Akhir-akhir ini Sejeong dan Ong lebih sering hangout bersama Guanlin. Juga saat di kelas, mereka berdua lebih sering berkumpul. Saling tertawa menceritakan bagaimana hari-hari yang mereka lalui bersama kemarin. Dengan Guanlin juga tentunya.

Ternyata Ong hanya teman musiman.

Ong lebih memilih hangout dengan Guanlin daripada membantunya mengurus kafe seperti dulu.

Yah, apalah daya Daniel yang hanya punya kafe kecil-kecilan, ketimbang Guanlin si anak pemilik sejumlah pabrik elektronik besar dan seorang dari anggota kemiliteran negara yang disegani. Jelas Ong lebih memilih berteman dengan manusia yang sederajat (re: sama-sama kaya).

Mana yang katanya dulu mendukung Daniel?

Mana yang dulu suka menyemangati Daniel untuk maju mengejar Sejeong?

Nyatanya ia malah memilih Guanlin—yang secara tak langsung mendukungnya dengan Sejeong untuk bersatu lagi.

Ong melupakan Daniel.

Daniel yang suka meyadarkan dirinya ketika sedang mabuk.

Daniel yang sering mencari Ong di warnet tengah malam, mengajaknya pulang ke rumah.

Daniel yang kerap memberinya tumpangan tidur, makan, dan meluapkan keluh kesah.

Dan Daniel yang sayang dan peduli padanya selama ini.

"Woy!" pekikan sekaligus tepukan keras di pundak Daniel membuat lamunannya buyar begitu saja.

"Ngagetin aja lo tusuk cilok," Daniel memutar mata. Sejeong nyengir.

Sejeong duduk di bangku depan Daniel yang merupakan bangku Ong. Sekarang ini Ong sedang tidak masuk sekolah. Alasannya? Bolos bersama Guanlin.

Yah memang, Ong menjadi lebih berandal sejak kenal Guanlin. Padahal sebelumnya Ong selalu rajin masuk sekolah meski ketika di kelas kerjaannya hanya tidur dan mengganggu temannya yang lain. Sejauh ini sudah ketiga kalinya Ong pergi bolos dengan Guanlin.

"Eh, Niel, gue mau minta saran dong."

Daniel menoleh, "saran apa?"

"Itu ... seminggu lagi kan Guanlin ulang tahun, nah gue bingung mau kasih kado apa." Sejeong terlihat menerawang ke atas.

Daniel menghela napas. Hatinya sensitif mendengar kata Guanlin disebut-sebut. Terlebih lagi, setelah lama mengacuhkannya, Sejeong tiba mengajaknya bicara lagi, membahas Guanlin. Topik yang sangat ingin Daniel hindari.

"Kesukaannya apa?" tanya Daniel coba membantu.

"Kesukaannya ayam sih. Tapi masa iya gue mau kado nasi ayam? Kan kesannya nggak elit," jawab Sejeong.

"Kenapa nggak coba lo kasih ayam warna-warni? Beliin dah satu keranjang itu. Katanya byeongari?"

"Yakali ayam warna-warni? Nggak ah." Sejeong menolak.

"Ya terus apa dong?" tanya Daniel kesal.

Kemudian mereka sama-sama diam. Dari luarnya mereka terlihat sedang berpikir. Sejeong memang sedang berkelana mencari ide. Namun Daniel tidak. Ia malah melamun.

Dua tahun kenal, dua kali Daniel ulang tahun, tidak pernah Sejeong bingung mencarikan kado untuknya seperti ini. Memang sih, Daniel tidak pernah merayakan ulang tahun setelah kehilangan orang tua. Tapi ya sepertinya Sejeong memang tidak peduli Daniel ulang tahun atau tidak. Bukan urusannya, mungkin ia pikir begitu.

One and Only Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang