part 08

86 20 11
                                    

"Dek, pijetin punggung abang dong."

"Punya tangan kan? Pijet sendiri elah."

Jihoon buru-buru memukul ubun-ubun adiknya dengan sandal bulu-bulunya. Sejeong lantas mengaduh pelan.

"Oon lo. Mana bisa orang pijitin punggungnya sendiri? Buruan sini! Rasanya kayak rontok tulang gue." Sejeong yang mulanya duduk di karpet sedang menonton kartun kesukaannya sambil memakan cokelat dari Daniel langsung mengerucutkan bibir. Ia menaruh cokelatnya dan duduk di sofa bersama Jihoon.

Jihoon pun segera memposisikan diri. Sejeong mulai memijat punggung Jihoon.

Jihoon berdecak, "lo mijit apa gelitikin gue sih? Nggak kerasa banget."

Sejeong mencubit pelan pinggang Jihoon. "Yeu, ini juga mijitin kali. Lagian gue bukan tukang pijit tauk."

"Mama kemana sih, Dek?" tanya Jihoon.

"Kondangan sama papa." Jihoon hanya membulatkan bibirnya sambik mengangguk-angguk.

Keduanya saling terdiam. Menyisakan suara-suara lucu dari serial kartun di tv. Jihoon melek merem menikmati pijitan Sejeong.

"Dek."

"Hm."

"Guanlin pakabar?"

Yeu, mana gue tau anying.

"Nggak tau, gue nggak serumah."

Jihoon berdecak. "Emang lo nggak pernah ada komunikasi gitu?"

"Buat apa? Nggak penting."

"Idih, sok judes. Palingan lo juga kangen kan? Emang dasar, gengsian lo."

"Siapa yang kangen ih, enggak! Gue nggak sudi kangen sama dia."

Jihoon terkekeh.

"Emang kenapa tiba-tiba lo nanyain Guan?" Sejeong balik bertanya.

"Gue kangen bego-begoin dia pas main pe-es. Bocah noob." Jihoon terkekeh lagi mengenang yang dulu-dulu. Sejeong tidak menanggapi.

Jihoon tidak tau persis kenapa adiknya bisa putus dengan lelaki tampan itu. Kalau dipikir-pikir keduanya selalu baik dan Sejeong terlihat nampak terus ceria. Yang ia tahu dari Sejeong-yang sudah pasti hanya kibulan-mereka putus karena Guan yang ingin fokus dulu ke sekolahnya di sana. Alasan klasik memang. Sudah berbohong, menggunakan alsan klasik, Jihoon percaya saja pula. Tapi bagus, itu lebih baik.

"Bang."

"Paan?"

"Asal lo tau, Guan pindah ke sekolah gue."

Sontak Jihoon menoleh ke belakang dengan mata membelalak. Sejeong juga membulatkan matanya karena kaget. "Apaan sih, kagetin aja."

"Lo serius?"

Sejeong menyandarkan bahunya di punggung sofa lalu menghela napas. "Gue sih belum ketemu batang idungnya sama sekali. Tapi, karena denger dari desas-desus di satu sekolah, ya mau nggak mau gue percaya. Kalo Guan nggak ke sekolah, ngapain seantero sekolah rame?"

"Iya juga ya. Tapi, buat apa dia ke sini?" Jihoon ikut menyandarkan punggungnya.

Sejeong mengedikkan bahu, "itu dia yang gue bingung. Entah bener-bener mau cari gue atau ada maksud lain."

Jihoon menatap adiknya sekejap. "Dia udah putus sama Seri belum sih?"

"Kayaknya sih udah. Soalnya semua foto-foto mereka berdua udah di apus. Entah di sosmed Guan atau si Seri sendiri."

Jihoon terkekeh, "gini-gini lo stalker juga ya."

Sejeong hanya melamun. Matanya tertuju pada tv, namun pikirannya berkelana entah kemana.

One and Only Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang