Part 1.1 - Julian's House

8.9K 276 0
                                    

Memulai aktivitas pagi haruslah dengan segelas air hangat.

Hehe,

Part 1 ku luncurkan beranak-anak karena tak sanggup aku mengetik banyak di hp.

Gaya penulisannya aku pakai 'orang ketiga yang tau segalanya' wkwk.

•••••••••••••••••••••

Kehingan berbicara sangat keras

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kehingan berbicara sangat keras

-

RM

=========

Hujan semakin deras diikuti terpaan angin kencang yang memporak-porandakan debu-debu di jalan. Selokan pun ikut penuh oleh air kekuningan yang menggenanginya.

Suasana di luar benar-benar menakutkan, sejak dulu Zelda membenci hujan. Kebisingan tetes-tetes hujan membuat ia tidak bisa tidur. Ia masih menatap keadaan luar sana dari sela tirai yang menghalangi cahaya dari luar, sungguh ia makin membenci hujan..

Traackk...

Dan guntur

Zelda sontak menutup telinga dengan kedua tangan, matanya tertutup rapat. Ia benci gemuruh yang selalu mengejutkannya itu.

Perlahan lahan Zelda melonggarkan kepalannya dari telinga, tidak ada suara guntur lagi. Cepat-cepat ia menggulung dirinya dalam selimut.

Terlalu banyak yang terjadi dalam sehari. Puncaknya saat ia memutuskan membantu pria itu di mini market tadi, hingga ia rela membahayakan tubuh mungilnya sendiri. Yah pria bernama Julian itu.

Terpaksa Zelda turut katanya saja, yaitu ikut kerumahnya demi keselamatannya. Meski sebenarnya ada untungnya juga ia ikut lelaki itu. Rumah Julian sangat luas, bak istana. Bangunan bernuansa abu-abu ini sungguh luar biasa. Sebelum Julian menunjukkan kamarnya, Zelda memperhatikan setiap sudut rumah Julian. Zelda sampai mengerjap-ngerjap kagum dalam hati melihat isi rumah Julian. Sungguh, di luar perkiraannya. Ia pikir Julian adalah anak muda tampan gelandangan dan sebentar lagi akan di keluarkan dari kampus perihal tak pernah hadir kuliah. Bagaimana Zelda bisa tau itu?

 Bagaimana Zelda bisa tau itu?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mudah saja, Zelda sering dan bahkan tak pernah absen berbelanja di mini market tempatnya bekerja. Pria itu hanya duduk di kursi luar dengan telinga yang tersumpal headset. Setiap pagi, siang dan sore bahkan malam -terkadang.

Traacckk..

Kembali deru guntur terkutuk itu mengejutkan Zelda. Ia benar-benar takut sekarang. Bayangan aksi tembak tadi terus berdengung di pikirannya. Pria yang terkapar itu seolah terus menyuarakkan dendam pada dirinya. Ia benar-benar tidak mengerti dengan keadaan yang terjadi, mengapa pria bernama Julian itu membunuhnya?

Zelda baru sadar bahwa sejak tadi air matanya menetes.

Ia menangis.

°°

Zelda terbangun pukul sepuluh pagi, setelah semalaman ia tidak bisa berkonsentrasi untuk tidur dikarenakan suara di luar sana. Ia berjalan gontai menuju kamar mandi. Ternyata hujan sungguh berpotensi membuatnya begadang.

Ditambah lagi semalam ia terus merindukan Daddy-nya. Matanya dipastikan sembab karena menangis semalaman. Ia bukan anak yang cengeng, sungguh. Tidak mungkin selama ini ia bisa bertahan setelah kabur dari rumah kalau ia manja. Ia berhasil menabung sendiri meski tidak seberapa, ia bisa mencuci bajunya tanpa mesin cuci, mencuci piring, menyapu, mengepel, dan masih banyak pekerjaan rumah lainnya yang bisa ia kerjakan. Meski belum terlalu maksimal, setidaknya cukup untuk memuaskan diri sendiri.

Setelah selesai membersihkan diri, ia keluar dari kamar mandi sambil mengelap rambutnya. Entah darimana Julian mendapatkan pakaian yang pas untuknya, dan juga dalaman. Kemarin Julian sendiri yang pergi membelikan pakaian dalam untuknya, ia bahkan tidak mengijinkan Zelda ikut. Meski sedikit bra yang ia pilih sedikit longgar, Zelda tetap memakainya. Ia menghargai usaha Julian..

Benar, ia menghargai usaha Julian

Seruak Zelda pada diri sendiri. Di sisi lain tidak mungkin ia berkeliaran tanpa memakai bra. No! Sama sekali bukan dirinya.

Setelah mengeringkan rambutnya dengan hairdryer yang entah milik siapa -yang jelas ada di kamarnya saat itu- ia keluar kamar dengan stelan celana kulot hitam, atasannya baju kaos abu-abu bercorak putih di lengan kanan. Sungguh style favoritenya, untung saja Julian memberikan pakaian seperti ini. Pekik Zelda dalam hati.

Zelda mencari-cari sosok Julian di sepanjang koridor dan tidak menemukan pria itu. Perasaannya mulai gusar, tidak mungkin pria itu meninggalkannya, bukan? Bagaimana jika teman atau keluarga pria bersiluet kemarin mencarinya? Ah benar! Ia memiliki bukti kuat di ponselnya, bisa mereka mengejar Zelda karena hal itu. Hatinya mulai gusar mencari keberadaan Julian.

"Julian! Julian!" seru Zelda, ia mencoba memasang wajah setenang mungkin.

Zelda melenggang menuruni anak tangga dengan hati-hati dan terus mencoba tenang. Perasaannya kembali steril setelah pria yang dicarinya masih bergeming dengan alat fitness yang tersedia di rumah itu.

Zelda mendesah lega.

"Sedang apa kau?" Tanya Zelda hati-hati sembari mendekat ketempat Julian berada. Julian mengacuhkannya.

Zelda mendengus melangkah menuju dapur, percuma berbicara dengan dinding. Pria seperti Julian seharusnya diciptakan bisu saja, diluar sana banyak orang yang ingin berbicara tapi mereka punya keterbatasan fisik sehingga menyulitkan mereka untuk berinteraksi dengan orang lain. Sementara Julian yang normal-normal saja, memilih pura-pura tuli dan lebih suka berbahasa tubuh.

Zelda merasa sentosa seketika melihat isi kulkas Juluan, hal yang selama diiming-imingkan dan selaly mendesis memenuhi pikirannya tengah terpampang rapi di freezer.

Oh indahnya.. celetuknya dalam hati.

Ia mulai mempersatukan mangkuk dan sendok diatas meja bagai dua sejoli yang tak bisa terpisahkan dan mulai mengamit kesukaannya dari kulkas. Dengan wajah berbinar-binar ia menuang sedikit demi sedikit isi benda tersebut dalam mangkuknya. Zelda membelalak sedikit terkejut melihat Julian yang sedang memandanginya dari pojok pintu dengan bahu kiri bersandar di pitu. Dengan tatapan, geli.

"Bahagia sekali?" ledeknya.

Zelda menetralkan kembali sembraut wajahnya sembari menarik kursi lalu duduk dengan kedamaian. Ia berusaha mengabaikan Julian yang pasti sedang tertawa terbahak-bahak dalam hati. Dengan tenang ia melanjutkan aktivitasnya. Ia sedikit kikuk karena Julian belum juga pergi dan masih memandanginya.

"Berhenti memandangiku! Yah aku suka ice cream, salahmu sendiri menaruh benda itu di kulkasmu. Apa kau juga gemar?" kalimat terakhirnya diucapkan Zelda dengan konotasi mengejek. Dan pria di depannya hanya menunjukkan smirk.

"Es krim kodratnya pendingin, bukan oven." jawab Julian sinis kemudian berlalu menggapai air mineral.

Zelda merutuki kebodohan kalimat pertamanya, ia tadi hanya reflek mengatakan itu. Fyuh!

====


Huft! Lega

Kalau ada penulisan kata dan kalimat atau kekeliruan lainnya. Mohon dimaafkan ..

MAFIA [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang