[Selamat Membaca]
==========
Tuhan memang baik. Tuhan tidak seburuk itu. Tidak ada neraka di dunia, tidak ada surga di dunia, yang ada hanya dunia saja. Karena dunia adalah jembatan, dunia adalah pilihan. Dan kita adalah peran utamanya.
Pertanyaannya, siapa Tuhan?
Julian percaya.
Ia tidak paham apa yang diajarkan agamanya, bagaimana Nabi Muhammad itu ada, bagaimana Allah menciptakan bumi, dan bagaimana Allah mengatur ribuan umat. Ia sama sekali tidak paham. Apa masih sanggup ia mengakui bahwa ia umat muslim?
Tidak rasanya. Ia tetap atheis. Ia tidak percaya Tuhan, ia hanya percaya pada apa yang dilihat matanya. Yah anggap saja tuhan jtu roh. Roh yang mengatur segalanya.
Sungguh ia begitu takjub pada takdir yang selalu memunculkan hal baik setelah buruk, begitu pula sebaliknya. Ia sangat heran pada kuasa takdir.
Setelah melihat Jennie dalam keadaan sehat tak bercacat ia mengucap syukur entah pada siapa di langit sana. Sekiranya adik kesayangannya, adik satu-satunya, bayi kecilnya masih bisa tertawa luwes. Namun melihat itu semua justru menciutkan niatnya. Ia terlalu takut untuk muncul dihadapan Jennie sebagai seorang pembunuh bayaran dan mafia tak bertuan.
Ia begitu pengecut untuk mengakui dosanya di hadapan sang adik. Nyalinya semakin hilang ketika melihat sang adik tadi mengenakan kerudung dan berdakwah. Satu hal yang membuat air mata Julian berhasil menetes. Ia terharu.
Ia mendesah berat dalam kegelapan. Terlalu banyak yang mengganggu pikirannya akhir-akhir ini. Dan sekarang ia musti membendung tinggi rasa rindu pada sang adik.
Tidak lama kemudian terang bohlam menyilau mata Julian. Kamar gelap kemudian berubah terang.
"Astaga kupikir tidak ada orang. Betah sekali di kegelapan." Ujar Bram yang sedikit terkejut mendapati Julian tengah berbaring di kasurnya.
"Kau tidak takut di makan peri gigi. Kudengar mereka suka gelap."
Julian tidak menanggapi dan sejujurnya ia malas menanggapi. Pikirannya masih terfokus pada Jennie. Apa harus ia menceritakannya pada Bram?
"Bram..."
"Yah?"
Pria itu membuka baju kusutnya dan berjalan menggapai handuk. Kemudian berjalan menuju kamar mandi, menyalakan keran, dan mengisi batthub dengan air hangat. Setelah itu berjalan keluar menghampiri sahabatnya.
"Ada apa?"
Jeda beberapa saat.
"Aku menemukan Jennie."
Hening.
Hening.
"Baguslah.." kata Bram. Otaknya terbang melayang melambung jauh. Ada banyak makna dari kata baiklah itu.
"Aku takut.." Bram masih setia menunggu setiap kata yang akan keluar dari mulut Julian. Hatinya berdegup tiap kali pria itu membuka mulut.
"Bagaimana jika dia takut padaku?"
"Karena kau seorang pembunuh?"
"Hmm"
"Kau sudah menemuinya?"
"Tidak sekarang."
"Lalu kapan?" Bram mendesah.
Jeda lagi. Julian masih menatap kosong langit-langit. Berusaha mencari jalan keluar diatas sana. Wajah tenang dan datarnya masih setia menghias wajah tampannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAFIA [HIATUS]
Action[ Membunuh adalah pekerjaan yang mulia. ] Itu kata Julian. Hingga kemudian, ia mendapat tugas untuk membunuh seorang anak bernama Graselda Ghita Hira, putri bungsu seorang pengusaha, mantan mafia pula yang telah berkhinat. ©ikeyungi23