Apapun yang terjadi di masa mendatang kami akan melindungi kalian. Begitupun kalian melindungi kami.
—Namjoom
Happy reading 🍁
•••••••••••••••••••••••••••••••••••••
San Fransisco International Airport
Riuh piuh decit sepatu menghiasi ruangan besar berdinding kaca. Julian duduk santai mengangkangi kopernya di salah satu kursi tunggu bandara. Matanya menjelajah diantara lautan manusia yang berkerumun menenteng tas beserta barang-barang merepotkan lainnya.
Mata Julian menjelajahi tempat itu, bandara yang unik, gumamnya dalam hati. Ia selalu kagum pada apapun yang ada di kota ini, salah satunya bandara megah dan besar ini. Officer dan pribumi yang berlalu lalang sangat ramah meski perlakuan mereka terkesan tidak sopan dimata Julian. Karena dia bukan tipe perasa dan penyuka sembarang. Sentuhan dan gerakan lainnya menurutnya aneh.
Wifi ditempat ini juga lumayan, dan bisa di akses siapa saja. Ornamen-ornamen indah mengelilingi tempat megah itu, di dinding banyak lukisan indah tergantung. Julian suka lukisan.
Kemarin malam ia memberitahu Bram bahwa dia menerima tawaran liburan dari lelaki itu. Mendengar kabar persetujuan dari sahabatnya sontak Bram lekas mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan. Julian sengaja mengambil tawaran sahabatnya itu, selain karena Bram adalah orang yang paling dipercayainya, lelaki itu juga punya banyak aset di negeri rempah-rempah. Rumah, hotel, klub, vila, tanah, bahkan markas usaha hitamnya bersemayam di Indonesia. Tidak diragukan lagi, Julian akan sangat terbantu dengan semua itu. Terlebih lagi Bram menawarkan diri untuk membiayai segala kehidupannya selama tinggal di Indonesia. Entah apa motif lelaki itu yang jelas Julian merasa diuntungkan. Dirinya tidak ingin menghamburkan uang berharga yang didapat dengan jerih payah hanya untuk penerbangan yang memakan biaya cukup mahal.
Untung saja Bram menawarkan diri.
Hanya saja kenapa laki-laki itu musti ikut? Menganggu saja. Karena dia, Julian jadi harus menunggu sendirian dengan rasa kesal tertahan. Sejak tadi rasa-rasanya banyak mata yang sedang menelanjanginya. Sialan.
"Kau menunggu lama?" Suara Bram ngos-ngosan karena berlari. Julian agak kesal karena menunggu lama, tapi ditepisnya semua kekesalannya demi menjaga amarahnya. Kemudian pria itu berdiri dengan mengapit kopernya lalu menyeretnya.
"Hey kawan, kalau boleh tahu apa yang membuat otak santaimu itu berubah pikiran? Jangan bilang kau memikirkan tawaranku itu semalaman. Sungguh aku terharu. Tidak kusang— shit!" Ocehan Bram terhenti diikuti kata kutukan karena Julian melempar kopernya tepat di dada bidang Bram.
Seandainya dia bukan lelaki terlatih dengan segala kekuatan melalui otot-otot kekarnya pasti dia sudah tergeletak memalukan di hamparan tegel-tegel.
"Kupastikan kau tidak akan menyesal dengan keputusanmu ini kawan. Karena akan banyak kejutan di negeri itu. Selain pemandangannya indah, kau akan bertemu banyak wanita cantik disana." —termasuk Jennie adikmu.
Mereka berdua berjalan menuju ruang tunggu eksklusif bandara. Yang lebih tenang dan nyaman.
°°

KAMU SEDANG MEMBACA
MAFIA [HIATUS]
Aksi[ Membunuh adalah pekerjaan yang mulia. ] Itu kata Julian. Hingga kemudian, ia mendapat tugas untuk membunuh seorang anak bernama Graselda Ghita Hira, putri bungsu seorang pengusaha, mantan mafia pula yang telah berkhinat. ©ikeyungi23