Chapter 11

1.1K 190 66
                                    

11

Kyuhyun masuk kedalam kelas dengan langkah lunglai. Tidak biasanya. Pikirannya masih dipenuhi oleh kejadian semalam. Ketika Ibunya untuk pertama kali memanggil namanya, namun bukan dengan nada hangat yang diidamkannya, tapi dengan nada yang tak pernah diinginkannya. Kyuhyun terluka tentu saja. Tapi yang membuatnya lebih terluka adalah untuk pertama kalinya, Ibunya yang kuat itu menangis didepannya. Tak ada isakan, hanya mata yang memerah dan air mata yang mengalir dipipinya –namun itu lebih membuat Kyuhyun terluka. Yang tidak Kyuhyun pahami adalah mengapa tatapan mata itu begitu terluka, seolah apa yang Kyuhyun lakukan –menerima kartu nama dari Kibum, adalah sebuah kesalahan besar. Tapi kenapa? Kenapa itu sebuah kesalahan besar?

"Kau jadi duduk denganku kan?"

Jonghyun menyambut Kyuhyun dengan senyum mengembang. Untuk pertama kalinya, anak itu berani menyapa Kyuhyun didalam kelas. Seolah itu sebuah kebiasaan, seolah dia melupakan masih ada peraturan kasat mata yang baru saja dia langgar. Seolah tatapan beberapa teman sekelas mereka tak membuat si penyendiri itu takut.

Tapi mengenal Kyuhyun, menyadarkan Jonghyun satu hal. Mereka punya hak yang sama di sekolah ini. Jadi untuk apa dia merasa takut? Orangtuanya pun bukan dari kalangan tak mampu. Kenapa dia selama ini selalu bersembunyi dari orang-orang yang dengan seenaknya merendahkannya karena penampilannya yang tak sekeren mereka?

Jonghyun itu tampan. Saat masih middle school dulu, dia termasuk idola para noona maupun hoobae. Terlahir dari keluarga berada ditambah sikapnya yang ramah menjadikannya murid kesayangan guru. Otaknya juga cerdas, tak kalah dari Kibum atau Jaehyun. Dia hanya mulai merasa minder melihat betapa berbedanya junior high school dan senior high school. Bukan hanya dia yang berasal dari keluarga terpandang dan berada, bukan hanya dia yang punya otak cerdas dan bukan hanya dia yang menjadi kesayangan guru. Ditambah betapa gilanya persaingan dikelasnya kini.

Kyuhyun untuk sesaat menjadi ragu. Padahal kemarin dia yang meyakinkan Jonghyun untuk bersedia duduk disampingnya, namun disisi lain dia membutuhkan waktu sendiri. Setidaknya hari ini. Lagipula sepertinya Kibum tak akan datang.

"Hari ini Kibum tidak akan datang" Kyuhyun menyahut dan Jonghyun bukan orang bodoh yang tak mengerti maksud Kyuhyun. Meski dia kecewa, namun sebuah senyum tersungging diwajahnya.

"Baiklah. Mungkin besok?"

Kyuhyun mengangguk kemudian langsung menuju mejanya. Dia menghela nafas berat. Tulisan dengan kalimat tak bermoral itu terbaca jelas. Kalau tidak punya sikap 'acuhkan saja', mungkin Kyuhyun sudah depresi dan kembali menelan obat penenang seperti Kibum. Bersyukurlah bahwa dia selalu memikirkan segalanya dengan kepala dingin.

Mengacuhkan kelasnya yang mulai ramai, Kyuhyun memilih merebahkan kepalanya diatas meja, menatap keluar jendela dengan pandangan mengosong.

.

.

"Jemput Kibum"

Dua kata itu mengakhiri pembicaraannya bersama sang istri. Tuan Kim menghela nafas panjang sambil mengurut keningnya. Dia salah. Dia selalu merasa bersalah jika memperlakukan wanita sebaik Jihye dengan acuh. Tapi Tuan Kim hanya tak mau memberikan harapan pada wanita itu. Karena selamanya, posisi wanita pertama dihatinya adalah dia. Cinta pertamanya. Ibu dari anak-anaknya.

Song Jihye hanya wanita tak beruntung. Dia hadir saat Tuan Kim diharuskan memiliki seorang pendamping agar proyeknya disetujui klien. Dan wanita tak beruntung itu bersedia membantunya dengan iming-iming imbalan yang tak bisa diberikan pria manapun. Cinta? Bukan. Tentu saja. Tapi kebutuhan hidup. Sesuatu yang orang cari dengan susah payah, dan Jihye dengan bermodalkan menjadi 'istri' Tuan Kim mendapatkan hanya dengan sekali kedipan mata.

Someone Like Me (Your Eyes)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang