04; papa

1.9K 357 21
                                    


Guanlin menatap nanar sosok lelaki yang sama sekali tidak mirip dengan, bukan, hanya beberapa fitur wajah dan sifatnya mirip.

Ia hampir kembali menangis, tapi dengan cepat ia mengusap kasar kedua matanya.

"Sini, papa gak apa-apa. Kakak juga marah kan sama papa? Maafin papa ya, kak."

Sosok itu tidak lain adalah papanya, Daniel. Ia merentangkan kedua tangannya menyambut kedatangan anak sulungnya dengan senyum yang merekah.

Sungguh, Daniel tidak bisa berlama-lama memendam amarah pada anak-anaknya karena itu menyakitkan.

Air mata Guanlin pecah juga lalu memeluk erat Daniel. Ia menangis di bahu Daniel sampai bajunya basah.

Kata maaf yang hendak keluar dari bibir Guanlin begitu berat, sehingga ia hanya menggumamkan kata maaf dalam hatinya. Guanlin memang pengecut.

"Udah, udah, jangan nangis. Tuh diliatin Herin, gak malu, kak?" canda Daniel sembari menepuk-nepuk punggung Guanlin menenangkan.

Guanlin tertawa kecil, mengusap pipinya yang basah. Dilihatnya Herin sedang menatapnya polos sambil memakan cookies di ruang tengah.

"Makan dulu yuk. Papa udah masakin sup ayam kesukaan kakak."

Guanlin mengangguk, berjalan menuju meja makan yang sudah tersedia berbagai macam masakan. Salah satunya sup ayam, kesukaannya.

Daniel mengambilkan sepiring nasi dan lauk untuk Guanlin sebelum ia mengambil untuk dirinya sendiri juga Herin yang masih sibuk mengunyah cookies.

Mereka makan siang dalam diam. Tidak ada konversasi diantara mereka bertiga. Hanya bunyi sendok dan piring yang beradu.

Selesai makan, Guanlin membawa piring kotor untuk dicuci.

"Kak."

Guanlin menoleh pada Daniel tanpa menjawab.

"Papa kerja dulu ya."

Guanlin yang sudah selesai mencuci piring, langsung menghampiri Daniel yang sedang memakai jaket di ruang tengah.

"Ke bimbelan, pa?"

"Iya. Kakak kelas kamu lagi berjuang buat masuk perguruan tinggi," jelas Daniel.

Guanlin mengangguk paham. Ia mendudukkan Herin dipangkuannya, tapi Herin malah menangis meminta Daniel untuk menggendongnya.

"Adek kenapa? Sama kakak kok nangis," kata Daniel pada Herin.

Herin masih menangis sambil menggelengkan kepalanya.

Guanlin tersenyum getir. Adiknya sendiri saja seperti ketakutan dengan dirinya.

"Kakak kan baik, Rin," ucap Daniel lagi.

"Kakak jahat! Kakak gak sayang Herin... Hiks... hiks..."

Daniel menenangkan Herin yang makin menangis kencang.

"Yaudah, papa berangkat dulu ya."

"Lho, Herin dibawa, pa?"

Daniel tersenyum kecil. "Papa gak mau kamu kesusahan sama Herin. Udah ya, kamu jangan pergi-pergi lagi, kak."

Guanlin terdiam sejenak, tanpa membalas ucapan Daniel yang sudah tidak terlihat lagi di halaman rumahnya.

"Apa gue terlalu berlebihan sampe papa kaya gini? Ah, gatau lah."

Selanjutnya Guanlin mengingat barang yang ia beli waktu itu. Masih ada ternyata di tas ranselnya. Ia hendak membuangnya, tapi rasa ingin menggunakannya kembali datang. Guanlin bimbang.

Sekali ia memakainya, rasa candunya mucul berkali-kali.

Degup jantung Guanlin makin tidak karuan ketika ia tetap meneguhkan diri untuk tidak memakai barang tersebut. Guanlin berteriak namun ia bekap mulutnya agar tidak bersuara.

Air matanya mulai keluar. Rasa sakitnya makin menjadi-jadi sekarang. Dengan keadaan kacau dan tubuhnya bergetar hebat, ia suntikkan barang tersebut pada lengan kirinya yang membuat dirinya sedikit tenang.


"Guanlin bodoh ya, ma? Maafin Guanlin, mama..."








ㅡㅡ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ㅡㅡ

jadi, gimana sejauh ini feel dan ceritanya? hehehe

thank youu sudah baca!

[2] Ayah: Days Out ㅡ kang daniel [✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang