11; pulang

1.3K 240 12
                                    


Tugas pelajaran akuntansi mengharuskan para siswa jurusan ilmu pengetahuan sosial untuk berdiam di perpustakaan agar dapat mendapat konsentrasi penuh dalam mengerjakan. Satu minggu lagi juga akan diadakan ujian tengah semester, jadi mereka harus banyak berlatih soal-soal.

Sama halnya dengan Guanlin, Suyoon dan beberapa teman kelas mereka. Menurutnya, membuat jurnal dari awal sampai terakhir itu bikin pening. Apalagi kalau nominalnya tidak seimbang. Huft, harus memulai dari awal lagi.

"Aduh, udah pusing gue. Mau ngantin aja lah."

"Eh dikumpulin abis dzuhur ya ntar! Ke gue atau Nancy."

Yang lainnya hanya menganggung mendengar ucapan sang ketua kelas, Bae Jinyoung. Teman-teman lainnya jadi mengikuti jejak Sanha, Hwall dan Jisung ke kantin.

"Gak ngantin, Lin?" tanya Suyoon di sebelahnya.

Guanlin hanya menggeleng, melanjutkan membuat tabel jurnalnya. Tapi Suyoon tidak sampai hanya bertanya saja, mengguncang kecil lengan Guanlin agar menemaninya ke kantin.

"Gue gak mau, Suyoon. Sama yang lain aja kan bisa."

"Liat, udah pada pergi semua tinggal gue, lo sama Jinyoung tuh."

Netra Guanlin mengedar di seluruh perpustakaan. Benar saja, hanya ada mereka bertiga dan dua ibu-ibu penjaga perpustakaan.

Helaan napas pelan terdengar dari Guanlin. Ia menutup buku besarnya dan memasukkan alat tulisnya ke dalam tempat pensil. Lalu menggandeng tangan Suyoon untuk keluar.

"Nyoung, ke kelas duluan," ucap Guanlin.

"Ok. Jangan lupa abis dzuhur."

"Siap, bosku."

ㅡㅡ

"Pulang gak, Lin?" tanya Suyoon sambil mengunyah siomaynya.

Guanlin tentu mengangguk pasti. Ia sudah rindu dengan Daniel dan Herin di rumah. Bukan hanya mereka, tapi Guanlin juga rindu sahabatnya, Felix, Han dan Hyunjin.

"Eh tunggu, sejak kapan lo gak panggil gue 'Guan'?"

Hanya tawa kecil yang terdengar dari Suyoon. Matanya tinggal segaris saat ia tersenyum.

Hati Guanlin terasa menghangat melihat senyuman Suyoon. Ia merasa ada sesuatu yang lain dalam dirinya yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.

"Kenapa? Gak boleh? Tapi gue nyamannya manggil lo 'Alin'. Lucu kan?"

Guanlin tertawa kecil. "Iya, iya, terserah Suyoon aja. Eh bentar, hape gue geter."

"Halo, pa?"

Tapi kemudian dahi Guanlin berkerut. Papanya di seberang telepon sana seperti tidak berniat untuk menjawab sapaan Guanlin. Malah yang terdengar hanya bunyi-bunyi tidak jelas dan suara beberapa orang saling berbincang soal masalah orang dewasa.

Guanlin melirik jam tangannya sebentar lalu menghela napas pelan. Kedua sudut bibirnya terangkat untuk tersenyum. Ia malah seperti orang bodoh sekarang.

"Herinnn, ngapain telepon kakak?"

Pastilah itu adiknya yang sedang bermain-main dengan ponsel Daniel. Walaupun sekarang adalah jam kerja tapi Guanlin mengerti kenapa bisa Herin menggunakan telepon Daniel itu.

"Kasih papa dong, sayang teleponnya. Kakak mau ngomong," kata Guanlin yang hanya mendapat balasan kalimat tidak jelas dari Herin.

Suyoon hanya memerhatikan Guanlin yang tertawa seraya bertelepon. Hatinya lega karena Guanlin tidak lagi seseram kemarin sewaktu ia bertanya perihal kepindahannya.

"Pa, nanti sore Guan pulang. Minta dianter Om Jaehwan aja gitu?" ujarnya seraya melahap kwetiaw yang sudah ia diamkan beberapa saat.

"Oh yaudah. Iya, pa. Daaaah."

Suyoon benar-benar telah melihat sisi Guanlin yang berbeda. Ia lebih ceria sewaktu berbincang tidak begitu jelas dengan adiknya barusan. Guanlij yang Suyoon lihat sangat ceria, berbanding terbalik dengan apa yang ia lihat selama ini.

"Seneng banget, pak teleponan sama adeknya." Suyoon basa-basi.

Guanlin hanya mengendikkan bahu lalu tersenyum, sebelum perutnya meronta lebih untuk diberi asupan dan menghabiskan kwetiaw-nya.

ㅡㅡ

Sepulang sekolah sesuai kesepakatan, Gualin memasukkan beberapa baju dan keperluan lainnya untuk persiapan pulang. Dirinya sudah tidak sabar bertemu sobat kecilnya, Herin.

"Gak sabar ketemu Herin sama papa," ujar Guanlin berbahagia sambil memasukkan baju ke tasnya.

Tidak berselang lama, suara Chunghaㅡistri Jaehwan, menyerukan nama Guanlin untuk menemuinya di ruang tengah.

"Kenapa, tante?"

Chungha menghela napasnya pelan sebelum melanjutkan kalimatnya. Perasaannya menjadi tidak enak untuk mengutarakan apa yang terjadi.

"Tante Chungha?" panggil Guanlin.

"I-iya?"

"Ada apa, tante?"

"Tadi Om Jaehwan telepon tante, dia bilang ..." Chungha menunda ucapannya. "Papa Daniel sama Herin gak bisa jemput kamu," lanjutnya.

"Yaampun, tante cuma itu. Gak apa-apa kok, Guan bi--"

"Guanlin." Chungha menggenggam tangan Guanlin dengan raut wajah yang sulit dijelaskan.

Dahi Guanlin mengernyit bingung. Genggaman Chungha terlalu kuat, dan ia tidak bisa menafsirkan apa yang sebenarnya terjadi.

"Pokoknya nanti Om Jaehwan yanh anter Guanlin. Tapi gak ke rumah."

Seketika degup jantung Guanlin makin cepat mendengar penuturan Chungha. Ia ingin berspekulasi tetapi pikirannya malah kacau.

Guanlin hanya bisa pasrah, menuruti ucapan Chungha barusan.

Guanlin hanya bisa pasrah, menuruti ucapan Chungha barusan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ㅡㅡ

hello! sorry for not updating in few days🙏🙏

semoga masih ada yang baca yaaaa hehe ayo divomment kalo kalian suka! biar akunya makin semangat update:))

thank you so much! xx

[2] Ayah: Days Out ㅡ kang daniel [✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang